WARNING❗
Cerita ini, buat yang mau-mau saja, TAK WAJIB BACA JUGA
Mengandung banyak Flashback
Banyak nama tokoh dari novel-novel pendahulu mereka
Slow update
Alur lambat
So, yang gak suka silahkan cabut, dan berhenti sampai di sini ❗
⚠️⚠️⚠️
Kenzo akhirnya menerima permintaan sang bunda untuk menikahi putri sahabatnya semasa SMA.
Tapi ternyata gadis itu adalah adik tiri Claudia mantan kekasihnya. Dulu Claudia mencampakkan Kenzo setelah pria itu mengalami kecelakaan hingga lumpuh untuk sementara waktu.
Bagaimana lika-liku perjalanan pernikahan Kenzo dengan Nada? (yang selisih usianya 10 tahun lebih muda).
Di sisi lain, Nada masih terbelenggu dengan potongan ingatan masa kecil yang mengatakan bahwa ibunya meninggal karena mengakhiri hidupnya sendiri.
Apakah itu benar? Atau hanya dugaan semata? Lantas jika tidak benar siapa gerangan yang telah menghilangkan nyawa ibunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lebih Baik Bertanya
#31
Tiba di rumah sakit, Kenzo segera berganti pakaian dinas khas rumah sakit, baju longgar dan celana berwarna biru muda yang longgar dan nyaman.
Bahkan ketika di rumah sakit, Kenzo lebih nyaman menggunakan sandal berbahan plastik karet yang elastis dan empuk, daripada pada memakai sepatu pantofel.
Kenzo melangkah ke ruang intensif, sementara ini Claudia masih berada di sana, sampai dirinya yang mengizinkan wanita itu dipindahkan ke ruang perawatan.
“Kenz—” Mama Laura menyapa Kenzo yang baru saja tiba.
“Ma,” balas Kenzo tak lupa ia mencium punggung tangan sang mertua. “Sendirian saja?”
“Iya, tadi Aric dan papanya ada disini. Tapi Mama mengusir mereka, karena Mama pikir disini sudah ada kamu yang bisa Mama jadikan tempat bertanya.”
Kenzo tersenyum tipis, kemudian mengajak Mama Laura masuk bersamanya, ini adalah salah satu privilege khusus yang didapatkan anggota keluarga pemilik rumah sakit.
“Selamat pagi, Dok.” Dokter Nabila yang menyapa Kenzo,
Seperti biasa, Kenzo meratakan cairan hand sanitizer sebelum memeriksa pasiennya. “Bagaimana?”
“Respon pasien masih sangat buruk, bahkan dia kesulitan menggerakkan jari tangannya sendiri.”
Raut wajah Mama Laura seketika bertabur mendung, “Kenz, apakah itu tanda yang buruk?”
“Sementara ini, kami belum tahu, Ma. Kita akan lihat perkembangan Claudia beberapa hari ke depan.”
Kenzo pun masuk ke bilik yang ditempati Claudia, wanita itu terlihat pucat tatapan matanya kosong, terlihat makin menyedihkan dengan perban yang melilit seluruh permukaan kulit kepalanya.
Pertama-tama Kenzo melakukan pemeriksaan neurologis. Kenzo mengeluarkan senter berbentuk seperti pulpen, kemudian memeriksa kelopak mata Claudia satu persatu.
“Claudia, kamu mendengarku?” Claudia ingin menjawab, tapi ia tak tahu apa yang harus dilakukannya.
“Kedipkan matamu, bila kamu mendengar suaraku.”
Claudia mengedipkan kedua matanya perlahan, itu menjadi jawaban yang berarti segalanya. Artinya saraf-saraf Claudia tak rusak sepenuhnya, hanya perlu mendapatkan terapi rutin, agar bisa membaik seiring waktu.
Kemudian Kenzo mencubit lengan Claudia kuat-kuat, “Apa terasa sakit?”
Claudia diam, tidak juga mengedipkan mata.
“Gerakkan salah satu jari tanganmu.” Kembali Kenzo memberi perintah.
Claudia berusaha melakukan perintah Kenzo namun jari tangannya tak mau merespon, ia marah, namun tak bisa berteriak, hanya bisa meratapi nasib dengan kedua mata berkaca-kaca.
Kenzo berbisik dengan Nabila, setelah selesai melakukan pemeriksaan. Tanpa Kenzo tahu, diam-diam Mama Laura mengambil gambar Kenzo ketika memeriksa Claudia dari dekat.
Wanita itu tersenyum licik ketika di kepalanya terbesit niat untuk mulai merecoki hubungan Nada dan Kenzo. Tak mungkin wanita itu mengikhlaskan pria potensial seperti Kenzo untuk jadi suami Nada selamanya.
Anak tiri yang tidak ia sangka akan hadir ke dunia, padahal dulu dengan licik mengajukan syarat pada Papa Emir ketika mengijinkan pria itu menikah dengan Dokter Ola. Selamanya tak boleh ada anak diantara mereka.
•••
“Itu bohong!” elak Kanaka dengan tegas.
“Jika Anda yakin tidak bersalah, maka silahkan ikut dengan kami untuk memberikan keterangan di kantor polisi.”
“Tidak boleh ada yang membawa anakku! Apalagi tanpa surat penangkapan.” Pak Basuki ikut mendukung sikap Kanaka.
“Kami tidak menangkap, tapi kami hanya ingin putra Anda menjawab beberapa pertanyaan kami.”
“Kalau begitu lakukan di sini, jangan memperlakukan anak saya seperti penjahat, padahal kalian belum menemukan pria yang memberikan kesaksian itu.”
Marco menghembuskan nafas, akhirnya ia setuju melakukan interogasi langsung di rumah orang tua Kanaka. “Dimana Anda pada saat kejadian?”
“Menginap di bengkel.”
“Apa Anda punya saksi?”
Kanaka bersandar angkuh di sofa, “Tentu saja, karena hari itu saya tak sendiri.”
“Sudah dengar jawabannya, bukan? Lain kali kami tak akan bicara tanpa didampingi pengacara!” Pak Basuki menatap tajam lawan bicaranya.
“Baiklah, saya rasa cukup untuk hari ini, jika ada perkembangan baru, kami akan memanggil Anda.”
Marco pun pamit, ia pergi meninggalkan rumah Pak Basuki bersama rekan-rekannya.
•••
“Lho, katanya mau istirahat?” tanya Bunda Emira heran.
“Mau ke rumah Mommy, Bund.” Leon memasang jam tangannya kemudian duduk di sisi sang bunda.
Bunda Emira mengusap wajah dan kepala Leon yang kini berbaring di pangkuannya. “Ada masalah apa, hmm?” tanya Bunda Emira, karena biasanya Leon mencurahkan isi hatinya pada Mommy Bella.
Leon tersenyum samar, terlalu ragu untuk mengatakan pada sang bunda bahwa ia bertemu dengan mantan istrinya kemarin. Takut Bunda Emira sedih, karena Leon tahu sang bunda sangat menyayangi mantan menantunya tersebut.
“Nggak papa, Bund. Kangen cadelnya Mayla.” Leon terkekeh, sudah seminggu ia tak bertemu keponakan lucunya tersebut.
“Yakin?” Bunda Emira bertanya karena masih curiga.
“Iya, Bund. Tuh, lihat.” Leon menunjukkan ponselnya, deretan panggilan tak terjawab dari nomor Adhis, yang berarti Mayra lah pelakunya.
Bunda Emira terkekeh, “Hari minggu kemarin, dia cemberut sepanjang hari, tapi tak mau bercerita apa sebabnya. Mungkin kamu bisa membujuknya,
“Siap, aku akan berusaha membuat putri kecil kita tersenyum lagi.”
Setelah mencium pipi Bunda Emira, Leon pun pergi, “Bye, Bunda.”
“Hmm, hati-hati.”
Tak lama setelah Leon pergi, Nada pun turun dari lantai atas.
“Bunda.”
Bunda Emira menoleh, meminta Nada untuk duduk di sisinya. “Gimana? Masih pusing?” Bunda Emira menempelkan punggung tangannya ke kening Nada, setelah sang menantu duduk di dekatnya.
Nada menggeleng, “Setelah tidur dan makan banyak pagi tadi, sekarang sudah mendingan.”
“Syukurlah, sudah tidak demam juga,” ucap Bunda Emira.
“Bunda nggak ke rumah sakit?”
“Hari ini hanya ada rapat bersama direksi, Bunda malas, biar Bang Kevin dan ayahnya Kenzo saja yang menghadiri. Mereka berdua tak akan bisa memaksa Bunda menduduki kursi direktur.” Bunda Emira tersenyum seolah mengejek kakak dan suaminya.
“Kenapa Bunda nggak mau, padahal itu jabatan yang cukup prestisius?”
“Itu jabatan yang terlalu berat bagi Bunda, biarlah para pria yang mengurus.”
Dengan santai Bunda Emira kembali melanjutkan membuka lembaran buku yang sedang ia baca.
“Bund, aku boleh tanya, nggak?” tanya Nada ragu-ragu, tapi daripada ia kepikiran dan berujung prasangka, lebih baik bertanya.
“Apa?”
“Apa dulu, Mas Kenz pernah punya pacar?”
Bunda Emira tersenyum, ia melepas kacamata bacanya, kemudian mulai menerawang kembali ke masa 12 tahun silam. Masa dimana untuk pertama kalinya ia melihat perubahan dalam diri Kenzo yang sedang jatuh cinta. “Kenapa? Kok tiba-tiba bertanya begitu?”
“Penasaran aja, sih. Lagian Bunda tahu, kan gimana Mas Kenz? Dinginnya melebihi kutub. Kalau ditanya jawabannya hmm, oke, iya, tidak.”
“Kalau bertanya padanya, belum tentu aku dapat jawaban,” sambung Nada.
hmmm siapa kah lelaki yang nabrak pagar? apakah orang suruhan Kanaka itu??
next Thor..