Aliza Azzahra harus menikah dengan laki-laki yang menjebaknya. Aliza di grebek warga bersama Dhafian, seorang pria yang sengaja mengatur rencana agar bisa menikahi dirinya untuk tujuan pembalasan dendam.
Dhafian hanya ingin membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang berkaitan dengan Paman Aliza. Orang yang selama ini tinggal bersama Aliza saat kedua orangnya meninggal dalam kecelakaan.
Meski Aliza mengetahui pernikahan itu untuk dendam. Tetapi tidak satupun rahasia suaminya yang tidak dia ketahui. Dhafian kerap kali berterus terang kepadanya.
Bagaimana Aliza menjalani pernikahannya dengan pria yang dipenuhi dengan dendam.
Apakah kemuliaan hatinya mampu menaklukkan seorang Dhafian?
Lalu bagaimana perjalanan pernikahan mereka berdua yang penuh dengan lika-liku, air mata dan diwarnai dengan keromantisan tipis-tipis.
Mari para pembaca untuk mengikuti ceritanya dari bab 1 sampai akhir, jangan boom like dan jangan suka nabung Bab.
Ig. ainunharahap12.
Ig. ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31 Kebablasan
Dari tatapan mata yang kembali pindah ke bibir yang membuat Dhafian tidak dapat mengendalikan diri yang kembali meraup bibir istrinya.
Dhafian sedikit menggebu-gebu yang memegang tengkuk sang istri untuk memperdalam ciumannya. Posisi duduk Dhafian juga bahkan sudah tidak di tempat duduknya lagi, sedikit bergeser untuk mendapatkan tempat ternyaman untuk mencium lebih dalam lagi istrinya.
Suara nafas yang menggebu-gebu kembali ketika ciuman itu terlepas, mata Dhafian yang terlihat penuh gairah menatap istrinya yang sejak tadi mengendalikan nafasnya. Tatapan mata itu seolah ingin kembali menerkam sang istri.
Dhafian yang kembali ingin meraup bibir yang sudah menjadi candunya itu, tetapi ditahan Aliza dengan kedua tangannya di dada Dhafian.
"Kenapa?" tanya Dhafian dengan suara serak merasa kecewa dengan penolakan itu.
"Kendalikan diri kamu, tidak mungkin di tempat seperti ini," ucap Aliza.
Dia tidak terlalu polos, bagaimanapun pasti paham, tetapi sangat tidak etis, jika mereka berdua harus melakukan hubungan suami istri itu di dalam mobil dipinggir jalan. Dhafian juga nggak modal. Malam pertama yang sangat tidak etis.
Memahami maksud sang istri membuat Dhafian membuang nafas perlahan kedepan dan dengan berat hati dia kembali pada posisi duduknya untuk menenangkan dirinya dengan nafas naik turun.
Aliza menghela nafas yang merasa lega dan mengembalikan posisi duduknya dengan tegak yang juga merapikan hijabnya yang sudah dapat dipastikan berantakan akibat keberutalan suaminya.
"Maaf, bukan maksud untuk....."
"Aku mengerti," sahut Dhafian yang mencoba untuk memahami situasi.
"Lupakan saja," sahut Dhafian.
Aliza mengerutkan dahi mendengarnya, kata-kata melupakan itu terdengar aneh. Bagaimana mungkin melupakan ciuman pertama yang dilakukan suaminya padanya.
"Lupakan, jadi beliau tidak sadar melakukannya?" batin Aliza dengan tanda tanya.
"Sebaiknya kita pulang saja," ucap Dhafian yang menarik gas mobilnya dan langsung melajukan mobil itu.
Dia bisa gila yang tergoda dengan istrinya jika berlama-lama di sana. Dhafian benar-benar sudah hebat menahan diri yang tidak marah dengan hasrat di ubun-ubun dan tiba-tiba dihentikan.
*****
Dhafian dan Aliza yang sudah sampai rumah dengan keduanya yang sudah kembali berada di dalam kamar. Aliza yang seperti biasa sebelum tidur bersiap-siap membersihkan diri di kamar mandi.
Setelah mandi dan juga sudah memakai pakaian tidur dengan piyama panjang semata kaki dan juga lengan panjang.
Aliza berdiri di depan cermin yang menyisir rambutnya yang masih basah. Tiba-tiba matanya melihat sendiri bibir indahnya, refleks tangan itu menyentuhnya yang membuat Aliza menelan kesulitan menelan ludah.
"Melupakan!"
"Jadi menyuruhku untuk melupakannya. Kenapa tidak mengatakan saja bahwa dia tidak sengaja melakukannya, kata-kata melupakan itu sedikit menyakitkan," batin Aliza yang terlihat begitu kesal.
"Sudahlah Aliza, kenapa juga harus dipikirkan, biarkan saja, aku juga melihatnya saat ini tampak tidak baik-baik saja yang tidak bisa mengendalikan diri dan mungkin saja karena pengaruh dari Ibu Mela," ucap Aliza menghela nafas.
Prang
Aliza kaget mendengar suara pecahan benda yang kuat. Aliza buru-buru keluar kamar dan betapa shock Aliza saat melihat kaca di meja rias retak dan bahkan punggung jari-jari tangan Dhafian yang tampak berdarah.
"Sial!" Dhafian juga melompat sembari menelepon dan tangan siapa yang dilakukan sampai membuatnya marah seperti itu.
"Aku sudah mengatakan untuk kau menjaga rumah sakit dan jangan biarkan mereka datang!" teriak Dhafian dengan suara menggelegar yang tidak bisa mengendalikan dirinya.
Dhafian yang bahkan ingin kembali meluapkan amarah itu yang ingin memukul kaca kembali, untung saja Aliza dengan cepat menghentikan yang berdiri di depan suaminya dan hampir saja Aliza yang menjadi pelampiasan.
"Apa yang kamu lakukan?"
"Kenapa seperti ini?" tanya Aliza panik dan tangannya ikut terkena darah dari suaminya itu.
Dengan nafas naik turun dan tatapan mata yang begitu saja membuat Dhafian langsung berlalu dari hadapan Aliza. Aliza bisa menjadi sasaran kemarahannya.
Dhafian mematikan panggilan telepon tersebut yang mengatur nafasnya yang masih terlihat penuh dengan amarah.
Aliza tidak tahu apa yang terjadi pada suaminya itu yang tiba-tiba saja marah seperti orang kesetanan.
"Ada apa sebenarnya?"
"Kenapa bisa seperti ini?" tanya Aliza.
Dhafian tidak menjawab yang membuat Aliza mencoba untuk menenangkan suaminya dengan berdiri di depan Dhafian dan memegang tangan Dhafian.
"Ada apa?"
"Apa yang membuat kamu sampai semarah ini?" tanyanya lagi.
"Aku rasanya ingin sekali membunuh Lucky," ucap Dhafian dengan nafas naik turun yang aku benar-benar penuh dendam.
Aliza tidak tahu apa yang terjadi yang pasti sudah berkaitan dengan pamannya karena namanya langsung disebutkan yang membuat Dhafian dipenuhi dengan amarah yang menggebu-gebu.
"Katakan kepadaku, bagaimana caranya agar saat ini juga dia mati di hadapanku?" tanya Dhafian.
"Kenapa tiba-tiba marah-marah seperti itu? Apa yang dilakukan Paman sampai kamu sekarang ini?" tanya Aliza.
"Mama kembali histeris, karena laki-laki itu berani-beraninya datang ke rumah sakit yang seolah menjadi pahlawan," jawab Dhafian yang sekarang Aliza baru mengerti ada apa sebenarnya dengan suaminya itu yang ternyata karena semua berkaitan dengan kedatangan Lucky.
"Paman menemui Ibu Mela?" tanya Aliza memastikan.
"Benar, dia menemuinya dan sungguh aku ingin sekali langsung melenyapkannya!" tegas Dhafian.
"Kamu yakin dia datang kerumah sakit?" tanya Aliza.
"Aku tidak memintamu untuk percaya kepadaku atau tidak yang terpenting dia datang kerumah sakit!" tegas Dhafian yang membuat Aliza terdiam.
Aliza memilih untuk tidak melanjutkan mengintrogasi sang suami, dia mengetahui bahwa suaminya masih dipenuhi dengan amarah dan apa-apa yang dikatakan Aliza tidak akan mempan.
Aliza yang berlalu dari hadapan Dhafian dan memilih untuk membersihkan lantai yang mana beberapa barang-barang yang ada di atas meja rias tempat jatuh ke bawah.
"Jangan menyentuh apapun dan suruh pelayan untuk membersihkannya!" perintah Dhafian.
"Baiklah!" ucap Aliza yang memilih untuk menuruti suaminya daripada Dhafian semakin marah.
Aliza yang mengambil ponselnya dan menelepon pelayan yang memang tidak perlu berteriak untuk memanggil pelayan membersihkan kamarnya.
Setelah suasana hati Dhafian sudah jauh lebih baik dan kamar mereka juga sudah dibersihin yang membuat Dhafian sekarang jauh lebih tenang daripada sebelumnya.
Aliza juga duduk di depannya yang mana mereka berdua sama-sama berada di atas ranjang dengan Aliza mengobati punggung jari-jari tangan suaminya itu.
Awalnya Dhafian marah, Dhafian menolak, tetapi Aliza memaksa dengan kelembutannya yang akhirnya Dhafian membiarkan istrinya untuk mengobatinya.
Tidak ada rasa perih saat luka itu disentuh, dia tampak baik-baik saja. Hanya saja wajahnya tetap saja dingin.
"Apa yang akan kau lakukan jika dia benar-benar mati ditanganku?" tanya Dhafian membuat Aliza mengangkat kepalanya dan melihat Dhafian, tatapan mata mereka bertemu.
"Aku tidak bisa menjawab," ucap Aliza mencari jawaban yang aman.
Dhafian mendengus kasar mendengarnya.
"Mungkin kamu akan merasa puas. Jika Paman mati di tangan kamu, tetapi kepuasan itu akan hilang jika tidak sesuai target kamu," ucap Aliza.
"Dia adalah pamanmu dan jelas kau sangat membelanya dan menganggap bahwa apa yang dia lakukan bukanlah suatu kesalahan besar," ucap Dhafian.
"Aku tidak membelanya sama sekali dan aku hanya tidak ingin terjadi hal buruk hanya karena kesalah pahaman yang tidak diselesaikan," ucap Aliza.
"Percuma aku bicara denganmu," sahut Dhafian yang justru semakin kesal.
Bersambung....