Jameson, anak Mafia yang hidup di Kanada. Dia terpaksa menculik Luna, seorang barista di Indonesia demi melindunginya dari bahaya.
Ternyata, Luna adalah Istri Jameson yang hilang ingatan selama 5 tahun dan perjalanan dimulai untuk mengembalikan ingatan Luna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Himawari Daon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 : Masa Lalu Navarro
Welcome…
...Happy Reading...
.... ...
.... ...
.... ...
Lagi-lagi Johny keluar dari rumah Johny tanpa bisa bertemu dengan Luna. Tadi dia memang bergegas kesana setelah mendapat kabar dari Ten bahwa anak buah Navarro berhasil mengambil beberapa Pil Memori.
Sudah dipastikan Pil-pil tersebut akan diberikan kepada Luna. Maka dari itu, Johny bergegas ke rumah Jameson untuk memastikan apakah ingatan wanita itu sudah kembali ataukah belum.
Karena, jika ingatan Luna sudah kembali maka dia bisa menjadi ancaman bagi Johny. Karena Luna adalah memiliki sebuah bukti terkuat untuk bisa menjebloskan Johny ke dalam penjara dan bisa mengatasi permasalahan Navarro juga Jameson.
Johny dengan raut wajah kesal bergumam, “Jika dia benar-benar mengingatnya, aku tidak akan segan menghabisi nyawanya. Tunggu saja!” Dia mengepalkan tangannya kuat.
Tiba-tiba mobil yang ditumpangi Johny mendadak berhenti membuat pria itu marah. Ternyata, ada seseorang yang menghadang mobilnya.
Sopir itu keluar untuk mengatasi masalah di sana. Johny mengamati dari dalam, dia tampak tidak peduli. Namun, karena sopirnya sudah terlalu lama di luar. Dia semakin geram.
Johny menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas apa yang sedang terjadi di luar. Dia tertawa kecil saat melihat kakak kandungnya berdiri tepat di depan mobilnya.
Terpaksa Johny turun dari mobil dan menemuinya.
“Hai, Brother! Apa kabar?” Johny pura-pura menyapa Navarro dengan ramah.
Navarro menatap adiknya itu dengan sorot mata yang tajam.
“Hei, mengapa kau menatapku seperti itu?!” tanya Johny pura-pura takut dengan tatapan Navarro.
Navarro bersedekap dada, “Kau tahu, apa yang sudah kau perbuat John?”
Johny tampak berpikir, “Memangnya apa yang sudah kuperbuat?”
“Jangan berpura-pura, sudah cukup kau mencampuri urusan keluargaku! Ingat, waktu itu aku sengaja membiarkanmu bebas,” ancam Navarro dengan nada serius.
Raut wajah Johny berubah masam, “Apa yang kau bicarakan brother? Aku benar-benar tidak mengerti.”
“Jika kau mengganggu kehidupan Jameson dan istrinya, aku tidak segan melaporkanmu ke polisi karena sudah membunuh istriku!” Ancamnya lagi.
Johny tertawa meremehkan, “Brother, tenang! Aku tidak tertarik dengan kehidupan keponakanku. Lagipula, kau ingin melaporkan aku, memangnya kau punya bukti?”
Navarro terdiam, dia memang tidak memiliki bukti kuat saat ini. Dia tahu, saat ini bukti kuat yang bisa menjebloskan adiknya itu ke penjara adalah menantunya. Luna yang memiliki bukti terkuat atas kejadian pembunuhan istrinya.
“Aku peringatkan sekali lagi, jangan mengganggu kehidupan putraku! Atau aku tak segan mengakhiri hidupmu!” Navarro menatap Johny dengan tatapan tajam.
“Oh, aku takut sekali.” Johny pura-pura takut, namun diakhiri dengan tawa yang keras.
Navarro tidak mempedulikannya. Setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan. Dia kembali ke dalam mobilnya.
Dalam hatinya, dia merasa menyesal karena dulu beberapa kali pernah mengajak Johny ke tempat beberapa tawanannya. Sebenarnya, Navarro terpaksa mengajak Johny karena tidak ada lagi yang menjaganya kecuali dirinya.
Orangtua mereka memang sudah lama meninggal karena kecelakaan. Dan itu membuat Navarro harus berjuang sejak kecil mengurus adik lelakinya, Johny.
Karena hal itu membuat sifat predator Johny tumbuh seiring berjalannya waktu.
Di dalam mobil, dia sempat memandang sebuah foto kecil yang selalu disimpan di dalam dompetnya. Foto itu memperlihatkan sebuah keluarga kecil yang terlihat bahagia.
Terlihat Navarro duduk disebuah bangku dan di sampingnya terlihat wanita yang sangat cantik. Dan dipastikan itu adalah istri Navarro alias Ibu Jameson. Sedangkan di belakang mereka, berdiri dua pria dewasa. Salah satu pria itu adalah Jameson yang mengenakan jas hitam sedangkan disampingnya pria dengan jas putih.
Kevin melirik ke arah Navarro dari spion mobil, “Tuan, merindukan mereka?”
Navarro dengan cepat menyeka air mata yang belum sempat menetes itu. Dia berusaha terlihat tegar dihadapan Asistennya.
“Bagaimana dengan kondisi Jackson?” tanya Navarro ingin tahu.
“Kondisi Tuan Jackson masih sama, Tuan. Dia masih dalam keadaan koma.”
“Lalu bagaimana dengan kedua cucuku?” Bisa terlihat dari sorot mata Navarro yang penuh kerinduan.
“Mereka baik-baik saja, Tuan. Hanya saja, saat Nyonya Luna pergi mereka merengek terus mencarinya.”
Navarro tertawa kecil, “Pastikan mereka aman! Jangan sampai ada yang tahu keberadaan mereka di Indonesia!”
“Baik, Tuan.”
Keesokan harinya, infus Luna sudah dicabut oleh Dokter Pretty yang datang pagi-pagi sekali. Bahkan Luna meminta Dokter Pretty untuk tidak berisik agar tidak membangunkan Jameson.
Luna menghadap Jameson yang masih tertidur di sampingnya. Dia menatap lekat-lekat wajah suaminya. Ada perasaan senang, namun ada juga perasaan sedih.
Dan itu membuat tangan mulusnya menyentuh pipi Jameson dengan pelan. Pria itu bergerak sedikit saat jari jemari Luna menyentuhnya.
Kini mereka tidur berhadapan, Jameson membuka matanya sedikit namun memejamkan nya lagi. Bibirnya tersenyum lebar.
“Apakah aku begitu tampan?” goda Jameson suaranya terdengar berat.
“Hm, kau benar-benar tampan, Jame.”
Jameson membuka matanya lagi, dia bisa melihat dengan jelas kalau istrinya itu sedang memandangi wajahnya.
Cup.
Setelah mendengar pujian yang keluar dari mulut Luna. Jameson tak bisa menahan dirinya untuk mencium bibir mungil istrinya.
“Ini adalah morning kiss, kau tahu?” tanya Jameson terdengar alasan.
Luna tersenyum malu sambil memukul dada bidang suaminya. Namun, kedua tangannya tiba-tiba ditahan oleh Jameson.
Lalu pria itu menyentuh kening Luna untuk memastikan suhu badannya. Jameson bernafas lega karena suhu badan Luna sudah tidak panas. Kemudian matanya menyadari sesuatu.
“Hei, sejak kapan infusnya dicabut?” tanya Jameson heran.
“Tadi pagi sekali, Dokter Pretty datang.”
“Kenapa kau tidak membangunkanku?” Protesnya kesal.
“Kau terlihat lelah, jadi aku tidak membangunkanmu.”
Mereka berdua saling bertatapan dan melempar senyum. Jameson menatapnya dengan penuh keseriusan.
“Maafkan, aku.” Kata Jameson tiba-tiba.
Luna memandangi wajahnya, “Untuk apa kau minta maaf?”
“Karena aku tidak menyadarinya sejak awal.”
“Menyadarinya sejak awal?” Luna mengerutkan keningnya bingung.
“Jadi sudah berapa hari kau sakit?” Alih-alih menjawab Jameson malah melontarkan pertanyaan kepada Luna.
“Hm–” Luna tampak mengingat-ingat. “Aku tidak ingat.” lanjutnya dengan nada yang yakin.
“Jangan bohong!” Jameson langsung memukul keningnya pelan menggunakan jarinya.
Luna meringis mendapat pukulan dari Jameson. Lalu memanyunkan bibirnya sambil mengusap-usap keningnya.
Jameson tiba-tiba meraba perut Luna membuat wanita itu terkejut akan perlakuannya.
“Hei, sedang apa kau?” teriak Luna merasa geli.
“Katanya, perut kamu membesar? Sebenarnya, selama aku tinggal kamu makan apa sih?” tanya Jameson penasaran.
Luna terdiam sejenak, “A-aku tidak makan apa-apa,” jawabnya gugup.
Melihat Luna sangat gugup, Jameson tersenyum lebar. “Sudahlah, yang penting sekarang kamu sudah lebih baik, kan?”
Luna mengangguk sambil membalas senyuman Jameson.
“Jadi–” Jameson menggantung kalimatnya sambil duduk dan menyandarkan punggungnya di belakang. “Saat kamu bilang belanja di Mall waktu itu, kamu bohong?”
Luna menunjukkan sederet giginya dengan malu.
“Jadi, semua belanjaan itu Seven yang belikan?” tebaknya.
Luna mengangguk lagi. Sedangkan Jameson menjentikkan jarinya lagi ke kening Luna.
“Kalau begitu, lain kali aku yang harus menemanimu!” kata Jameson terdengar berjanji.
“Kau sudah berjanji, berarti harus ditepati ya!”
Jameson membalas perkataan Luna dengan memeluknya erat.
To be continued