NovelToon NovelToon
Miracle Of Love

Miracle Of Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:467
Nilai: 5
Nama Author: Yulynn

Cerita tentang Dewa dan Dewi Cinta yang awalnya saling mencintai. Mereka bertugas di alam manusia untuk menolong dan meringankan penduduk di bawah bukit cinta. Tetapi semuanya musna ketika Dewi Cinta jatuh cinta kepada manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulynn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17

Matahari pagi menyinari hamparan rumput hijau yang luas di lapangan golf. Udara segar bercampur aroma embun pagi dan tanah basah, menciptakan suasana yang menenangkan sekaligus membangkitkan semangat. Di tengah lapangan, Richard Henry,  dengan percaya diri, berdiri dengan gagah di atas tee box. Dia mengenakan pakaian golf berwarna biru cerah yang kontras dengan kulitnya yang kecokelatan akibat sering terjemur di bawah matahari. Di sampingnya, Carissa, caddynya yang cerdas dan teliti, berdiri tenang dengan sambil memegang tas golf berisi berbagai macam stick.

Namun, di balik ketenangannya, jantung Carissa sebenarnya sedang berdegup kencang. Ini adalah pertandingan pertamanya membimbing Henry, dan dia merasa gugup sekaligus bersemangat. Dia bertekad akan melakukan yang terbaik dan  tidak ingin mengecewakannya.

"Siap, Pak?" tanya Carissa dengan nada lembut namun profesional, berusaha menyembunyikan kegugupannya.

Henry mengangguk mantap sambil tersenyum. "Siap, Carissa. Hari ini kita taklukkan lapangan ini."

Carissa tersenyum tipis dan memberikan driver ke Henry. "Angin bertiup dari arah kanan, Pak. Sebaiknya gunakan fade untuk mengimbangi."

Dia berusaha mengingat semua yang sudah dia pelajari tentang lapangan ini. Dia sudah menghabiskan bermalam-malam, begadang untuk menganalisis setiap hole, mempelajari kontur tanah, arah angin, dan berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi jalannya pertandingan. Dia ingin memberikan saran yang tepat kepada Henry, sehingga dia dapat bermain dengan maksimal.

Henry mengangguk dan mengambil posisi. Dia mengayunkan stick dengan kekuatan penuh, menghasilkan pukulan yang sempurna. Bola meluncur dengan mulus di udara, melintasi hamparan rumput hijau, dan mendarat tepat di tengah fairway.

"Bagus sekali, Pak!" puji Carissa dengan tulus, merasa lega karena sarannya tepat sasaran. Diam-diam dia mengembuskan nafas, melepaskan kegugupannya.

Henry tersenyum puas dan berjalan menuju bola. Carissa mengikutinya dari belakang, sambil mencatat setiap detail lapangan dan menganalisis strategi yang tepat untuk pukulan berikutnya. Dia berusaha tetap tenang dan fokus, meskipun jantungnya masih tidak karu-karuan.

Pertandingan berjalan dengan sengit. Henry bersaing dengan dua pegolf profesional lainnya yang tidak kalah hebat. Setiap pukulan diiringi dengan sorak sorai penonton dan komentar-komentar dari para pengamat. Carissa tetap berusaha tenang dan fokus, memberikan saran-saran yang akurat dan membantu Henry untuk tetap percaya diri. Namun, di dalam hatinya, dia terus berdoa agar Henry dapat memenangkan pertandingan ini.

Di hole terakhir, Henry tertinggal satu poin dari lawannya. Suasana semakin tegang. Henry berdiri di atas tee box dengan wajah serius. Dia harus melakukan pukulan yang sempurna untuk memenangkan pertandingan.

Carissa mendekati Henry dan berbisik, "Jangan terlalu tegang, Pak. Ingat celah di hutan sebelah kiri, fokus pada tiang lampu di green, pukul sekuat tenaga ketika angin kedua berhembus. Ingat, harus angin kedua. Percaya pada diri sendiri."

Dia berusaha memberikan semangat kepada Henry, meskipun dia sendiri merasa sangat gugup. Dia tahu bahwa Henry adalah seorang pegolf yang hebat, dan dia percaya bahwa dia dapat melakukan pukulan yang sempurna.

Henry menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. Dia mengambil posisi dan setelah merasakan angin pertama, jantungnya berdegup kencang. Suasana di lapangan hening, hanyut pada konsentrasi Henry yang luar biasa. Angin kedua datang, Henry membuka matanya, bertaruh dengan mempercayai ucapan Carissa tentang angin kedua. Sebagai pegolf yang professional, dia bahkan tidak tahu apa perbedaan angin pertama dan kedua. Henry mengayunkan stick dengan segenap kemampuannya. Bola meluncur lurus lalu tiba-tiba belok di hembus angin kencang dan meluncur dengan cepat di udara, berhasil masuk ke celah yang disebut Carissa, dan mendarat tepat di dalam hole.

"Hole in one!" teriak para penonton dengan gembira.

Henry tersenyum lebar dan mengangkat tangannya ke atas. Dia berhasil memenangkan pertandingan dengan pukulan yang spektakuler.

Tanpa sadar, Henry memeluk Carissa dengan erat. "Terima kasih, Carissa. Kamu adalah caddy terbaik yang pernah kumiliki."

Carissa terkejut dengan tindakan Henry, tapi dia tidak menolak. Dia merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang terpancar dari pelukan Henry. Dia juga merasakan kelegaan yang luar biasa karena dia berhasil membimbing Henry menuju kemenangan di pertandingan pertamanya. Sebenarnya dia juga tahu, walaupun tanpa dia, Henry juga pasti tetap luar biasa. Tapi walaupun begitu, dia sangat senang, pengalaman pertama yang membuatnya merasa berguna, bukan jadi beban atau pengagum rahasia.

Setelah perayaan penerimaan penghargaan, Henry mengajak Carissa makan malam. "Carissa, aku ingin merayakan kemenangan ini denganmu. Bagaimana kalau kita makan malam?"

Carissa tersenyum sekaligus girang. "Kedengarannya bagus! Di mana?"

"Aku tahu restoran seafood di pinggir pantai," jawab Henry.

"Boleh aku mengajak Sarah? Dia pasti senang." Sebenarnya dia ingin pergi berdua dengan Henry. Tapi mendadak dia gugup dan kebetulan Sarah juga mengenal Henry, mungkin Sarah bisa menjadi pemecah suasana karena dia takut Henry akan merasa bosan padanya.

"Oh… tentu. Semakin banyak, semakin meriah." Henry sedikit kecewa tapi tidak mau mengecewakan Carissa yang ingin mengajak sahabatnya.

 Ia mengambil ponselnya dan mencari nama Sarah di daftar kontak. Dengan senyum lebar, ia menekan tombol panggil.

"Halo, Sa? Ada apa?" jawab Sarah dari seberang sana.

"Sarah, tebak apa? Henry menang! Dia memenangkan pertandingan golf tadi!" Carissa dengan bersemangat mengabarkan berita gembira itu

"Wow, Sa! Selamat untuk Henry! Enggak sia-sia kamu begadang tiap malam!" Seru Sarah turut senang, bangga dengan sahabatnya.

"Henry mengajak kita makan malam." Carissa melanjutkan

"Gak apa-apa nih aku ikut?" tanya sahabatnya ragu.

"Rah, ikut ya." Ajaknya lagi dengan nada memelas kali ini

Dari nada Carissa, Sarah langsung tahu kalau dia sebenarnya sedang meminta pertolongan "Iya, Iya.. Jam berapa?"

Carissa memberi tahu bahwa Henry akan menjemputnya jam 7 malam. "Oke! Aku siap-siap sekarang," kata Sarah.

Carissa menutup telepon dengan perasaan gembira, "Oke, Rah!”

“Kamu mau pulang atau langsung ikut aku?” tanya Henry pada Carissa, matanya menatap gadis itu dengan penuh harap.

“Bapak mau aku ikut ke mana?” Carissa bertanya, nada suaranya mempertimbangkan.

“Aku ada interview dengan salah satu majalah olahraga. Kalau kamu mau pulang, aku tidak bisa mengantar. Tapi kalau kamu mau, bisa ikut sampai urusan selesai, lalu kita jemput Sarah,” ujar Henry, berusaha terdengar netral.

Dalam hati, Henry berharap Carissa memilih ikut. Gadis sederhana ini semakin membuatnya penasaran dengan kemampuannya yang tak biasa. Selama pertandingan, Henry melihat Carissa begitu fokus, serius, dan profesional. Sulit dipercaya bahwa ia baru beberapa minggu menjadi caddy. Pengamatannya yang tajam, ketelitiannya membaca lapangan dan arah angin sangat akurat, seolah ia memiliki indra keenam. Bahkan, bola yang hilang di hutan pun dengan mudah ia temukan, seolah bola itu memancarkan sinyal khusus padanya. Anehnya, bola lawan juga sama mudahnya ia temukan. Henry merasa Carissa adalah caddy sejati, sayang sekali jika bakatnya hanya digunakan part-time.

Tanpa Henry ketahui, Carissa memang memiliki keterikatan batin dengan alam. Hewan-hewan seolah menjadi sahabatnya. Burung gereja berkicau memberikan informasi tentang arah angin, sepasang tupai berlomba menunjukkan lokasi bola. Carissa hanya perlu mengukur jarak dan menghapal kontur lapangan. Selebihnya, ia percaya pada kemampuan dan keberuntungan Henry."

Carissa mengangguk. “Aku ingin lihat Bapak di-interview,”katanya senang, lalu buru-buru menambahkan, “Eh, maksudnya... mana tahu Bapak butuh sesuatu, jadi aku bisa bantu.”

Henry tersenyum puas, “Ayok.”

Menerima imbalan dari usaha adalah hal biasa bagi Carissa. Sejak bekerja, tujuannya adalah uang. Pengalaman tak begitu penting, meski ia memiliki segudang pengalaman dari berbagai pekerjaan. Baginya, menghasilkan uang adalah segalanya, bukan untuk keperluan pribadi. Ia menganut frugal living hingga rela menahan diri dari membeli thai tea kesukaannya. Baju-baju terbaiknya pun adalah warisan dari Sarah. Semua uang yang ia hasilkan diserahkan ke panti asuhan tempatnya dibesarkan, agar anak-anak yang senasib dengannya memiliki kesempatan sekolah dan meraih kesuksesan.

Ponsel Carissa bergetar, sebuah notifikasi muncul: uang masuk ke rekeningnya. Dari Henry. Carissa mengerutkan kening, nominalnya tidak sedikit. Dengan jantung berdebar, ia menghitung jumlah nol berkali-kali, matanya nyaris tak percaya. Mungkinkah Henry salah mengetik? Jumlah yang tertera jauh melebihi upah yang dijanjikan.

“Pak? Ini ada yang salah,” tanyanya gugup, suaranya sedikit bergetar.

Henry, yang duduk di sebelahnya, tak menoleh, kedua tangannya memegang kemudi dengan mantap. Namun, sudut bibirnya sedikit terangkat, menandakan ia sedang menahan senyum. Ia bisa membayangkan betapa terkejutnya Carissa dengan transferan itu.

“Apa yang salah?” tanyanya, berusaha menyembunyikan nada geli dalam suaranya.

“Ini Bapak salah kirim,” wajah Carissa memerah karena panik. “Kebanyakan!”

Tawa kecil lolos dari bibir Henry. “Aku menang turnamen ini berkat kamu, Carissa. Aku hanya membagi tiga puluh persen uang hadiah yang kudapat untukmu.”

“Tapi, Pak…” suaranya bergetar hendak protes.

“Terima saja dan lupakan,” sela Henry, nadanya tegas namun lembut.

Carissa terdiam, menatap Henry dengan bingung. Ia tidak mengerti mengapa Henry begitu mudah memberikan uang sebanyak itu padanya. Ada perasaan tidak nyaman yang menggelayuti hatinya. Apakah ia pantas menerima semua ini?

“Aku bingung dengan uang sebanyak ini,” Carissa menggelengkan kepala, masih tidak percaya dengan jumlah yang tertera di ponselnya. “Seumur-umur aku bekerja, belum pernah menerima sebanyak ini.”

Henry menatap Carissa dengan intens. “Kalau begitu, maukah kamu menerima satu permintaanku?”

Tanpa ragu, Carissa menjawab, “Iya. Mau.”

Henry mengangkat alisnya, terkejut dengan jawaban cepat Carissa. “Belum juga dengar apa permintaannya, sudah mau saja?”tawanya renyah.

Carissa salah tingkah, berusaha menutupi kegugupannya. “Apapun itu, Pak. Selama saya bisa, akan saya lakukan.”

Henry menarik napas dalam, lalu mengutarakan permintaannya dengan sungguh-sungguh. “Jadilah caddy-ku selama aku masih bermain golf.”

Perasaan bersalah menggerogoti hati Carissa. Ia tahu, keberhasilannya membantu Henry hari ini tidak sepenuhnya karena kemampuannya sendiri. Ada peran besar dari burung gereja yang setia menunjukkan arah angin, dan sepasang tupai yang selalu tahu di mana bola itu berada. Tapi, bagaimana jika ia menceritakan semua ini kepada Henry? Apakah pria itu akan percaya dengan cerita anehnya? Atau malah menganggapnya gila? Dilema besar kini menghantuinya. Haruskah ia jujur?

Henry duduk dengan tenang di hadapan kamera, siap untuk wawancara dengan majalah olahraga ternama. Carissa berdiri di balik kamera, terpaku menatapnya. Ia merasa bangga menjadi bagian dari momen ini. Setiap kali Henry menjawab pertanyaan dari reporter, Carissa semakin terpesona. Henry tidak hanya pandai bermain golf, tapi juga pandai berbicara dan memikat hati orang lain.

“Kemenangan ini tidak akan mungkin terjadi tanpa caddy saya,” ujar Henry dengan nada penuh penghargaan. “Dia memiliki intuisi yang luar biasa dalam membaca kondisi lapangan. Dia tahu persis kapan saya harus menggunakan stik yang mana, dan bagaimana membaca arah angin dengan tepat. Berkat dia, saya merasa seperti memiliki mata ketiga di lapangan.”

Mendengar pujian Henry, Carissa merasa jantungnya berdebar kencang. Ia merasa tersanjung dan terharu. Ia tidak menyangka, Henry akan memberikan pujian setinggi itu di depan banyak orang.

***

“Lima ratus juta?!” seru Sarah.

“Ssttt…” bisik Carissa panik, menutup mulut Sarah dengan tangannya. “Jangan keras-keras! Kamu juga kaget kan? Nggak nyangka sebanyak ini untuk satu turnamen.”

“Ya ampun, Carissa,” Sarah tertawa geli. “Setiap malam kamu begadang riset tentang golf, tapi nggak sempat riset berapa hadiah untuk pemenangnya?”

Carissa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Nggak kepikiran sampai situ.”

“Miliaran, sayang. Lima ratus juta itu cuma remah-remahnya saja,” ucap Sarah santai, seolah sedang membicarakan harga sayur di pasar.

“Apa?! Miliaran? Untuk pertandingan golf tadi?” Carissa melotot, tidak percaya.

“Iya, Sa. Itu turnamen tiga tahunan, yang main jagoan golf dari seluruh dunia. Makanya hadiahnya gede banget,” jelas Sarah dengan nada menggoda.

“Pertandingan sepenting ini, kenapa Henry bisa percaya banget sama aku yang baru jadi caddy?” tanya Carissa, seolah Sarah bisa membaca pikiran Henry.

Sarah menyeringai. “Karena kamu pintar, beruntung, cantik, memesona, dan…”

“Dan apa lagi? Jangan mulai deh,” potong Carissa, tahu ke mana arah pembicaraan ini.

“Dan… perawan!” Sarah tertawa terbahak-bahak, membuat Carissa memerah padam."

“Sedang membicarakan apa? Seru banget kedengarannya,” Henry muncul dari belakang, membawa nampan penuh dengan macam-macam bakaran seafood.

“Sedang omongin kalau Carissa masih perawan,” ujar Sarah santai, tanpa merasa bersalah sedikit pun.

“SARAAHHH!” seru Carissa histeris, memukul bahu Sarah dengan keras dan menendang kakinya di bawah meja.

“Oh ya? Benarkah itu, Carissa?” tanya Henry dengan nada menggoda, senyum nakal tersungging di bibirnya. Wajah Carissa langsung memerah, ia merasa sangat malu dan salah tingkah."

Angin laut berhembus sepoi-sepoi, membawa aroma seafood bakar dan suara deburan ombak. Suasana makan malam bertiga di pinggir pantai terasa begitu menyenangkan dan damai, sampai Sarah kembali dari toilet dengan senyum aneh di wajahnya.

“Tebak aku bertemu dengan siapa barusan?” tanya Sarah, tatapannya penuh arti.

“Siapa?” tanya Carissa spontan.

“Taraaaaa.” Sebuah suara ceria muncul dari belakang Carissa, membuat bulu kuduknya bergidik.

Jantung Carissa berdegup kencang. Ia menoleh perlahan, dan matanya membulat sempurna saat melihat sosok yang berdiri di sana. “Brandon?”

Sosok menyebalkan yang selalu muncul tanpa diundang dan merusak suasana hatinya ini, kembali menghantuinya.

“Boleh join?” tanya Brandon.

“Boleh.” Ujar Henry mantap.

Tanpa basa basi, Brandon menggeser kursinya duduk di samping Carissa, menatap gadis yang di rindukan dengan lekat.

“Jangan lupa kedip, Don,” ejek Sarah, senyum jahil tersungging di bibirnya.

“Nggak bisa, Carissa makin cantik aja,” Brandon membalas, matanya berbinar-binar menatap Carissa

Suasana di meja semakin canggung dan tidak nyaman. Carissa ingin marah, murka, tapi di sisi lain, ia berusaha menjaga imagenya di depan Henry. Ia hanya bisa meminta pertolongan Sarah, menendang pelan kaki sahabatnya itu dari bawah meja sebagai isyarat. Sarah, yang sudah hapal betul dengan setiap kode dari Carissa, langsung mengerti isyarat tersebut.

“Oke, guys, kenalan dulu, yuk! Henry, ini Brandon. Brandon, ini Henry,” ujar Sarah dengan nada ceria, berusaha mengalihkan perhatian dari ketegangan yang ada.

Seketika, perhatian Brandon teralihkan ke sosok Henry yang dewasa, matang, tampan, berkarisma, dan mapan. Ia memperbaiki posisi duduknya, setengah berdiri dan menyalami Henry dengan antusias. “Brandon.”

“Richard Henry,” balas Henry singkat, namun tetap ramah.

Carissa dan Sarah bertatap-tatapan penuh arti. Carissa memprotes dalam hati, kenapa juga mengajak Brandon ke sini? Sarah membalas tatapan Carissa dengan mengangkat bahu, mau bagaimana lagi, aku nggak sengaja ketemu dia di depan pintu toilet tadi.~~~~

1
suhardi wu
ceritanya menarik, gaya bahasanya mudah dimengerti. mantap lah
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!