Deva, seorang gadis petakilan yang menjadi anggota bodyguard di salah satu perusahaan ternama. Meski tingkahnya sering kali membuat rekannya pusing, namun kinerja Deva tak bisa di ragukan. Pada suatu malam, Deva yang baru selesai bertugas membeli novel best seller yang sudah dia incar sejak lama.
Ketika dia sedang membaca bagian prolog sambil berjalan menuju apartemennya, sebuah peluru melesat tepat mengenai belakang kepalanya dan membuatnya tewas.
Hingga sebuah keajaiban terjadi, Deva membuka mata dan mendapati dirinya menjadi salah satu tokoh antagonis yang akan meninggal di tangan tunangannya sendiri. Akankah kali ini Deva berhasil mengubah takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eka zeya257, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Di dalam rumah minimalis yang hangat, dengan dinding berwarna netral dan perabotan yang sederhana namun elegan, dua orang duduk berhadapan di meja kecil.
Cahaya lembut dari lampu gantung menciptakan suasana nyaman, sementara jendela besar membiarkan sinar matahari sore masuk, menambah keindahan ruang itu.
Mereka berdua memegang novel yang sama, namun tampak jelas bahwa pikiran mereka begitu terpaut pada perubahan karakter Deva Claudia.
"Menurut gue, perkembangan Deva dalam bab ini sangat mencolok," kata orang tersebut yang mengenakan topeng.
Ia menunjuk pada halaman yang penuh dengan catatan. "Dulu, dia adalah sosok yang penuh keraguan dan lemah. Tapi sekarang, dia berani mengambil keputusan yang berisiko."
"Iya, lo benar dan itu membuat gue berpikir, apa yang sebenarnya mendorong dia untuk berubah begitu drastis? apakah ini hasil dari pengalaman pahit yang dia lalui? atau dia sudah menyadari bahwa ada yang nggak beres?"
Orang bertopeng itu mengangguk, "Kalo begini terus, kita bakal repot! Deva adalah kunci keberhasilan kita. Kalau sampai dia melenceng dari alur aslinya, yang ada kita bakal musnah."
Mereka berdua sama-sama terdiam, hingga memilih pergi dari dalam rumah tersebut.
***
Hari-hari berlalu seperti biasa, hanya saja perilaku Deva kini berbanding terbalik dengan sikapnya yang kemarin.
Ia baru saja memasuki halaman kampus, namun penampilan barunya terlihat lebih fresh dan berkharisma.
Celana hitam dan jaket denim yang melekat pada tubuhnya, semakin mendobrak penampilan gadis itu.
Deva menatap seluruh mahasiswa yang sedang memperhatikannya, banyak di antara mereka yang menatap ke arahnya dengan tatapan tak suka. Sejak keributannya dengan Gio, sekarang hampir semua orang menatapnya sinis.
"Nggak usah lihat-lihat gue! atau gue colok mata kalian?" sentak Deva, membuat semua mahasiswa langsung memalingkan wajah mereka.
Deva melanjutkan langkah menuju kelas, namun ketika melewati lapangan outdoor sebuah vas bunga jatuh dari lantai empat dan mengenai pundaknya.
Suara pot yang jatuh ke lantai, membuat atensi semua orang menoleh padanya. Akan tetapi tidak ada satu pun yang berani mendekati Deva.
"Ssstt," Deva mendesis lirih.
Ia menoleh ke samping kanan, cairan berwarna merah merembes ke dalam jaket yang ia kenakan.
Deva mendongak, ia melihat siluet seseorang baru saja berlari. Ia mengamati bayangan orang tersebut, ia menarik sudut bibirnya sedikit ketika tahu siapa orang tersebut.
'Bodoh, lo kira bisa kabur dari gue.' Batin Deva tertawa geli.
Saat gadis itu hendak menyusul orang tersebut, suara di belakang punggungnya membuat ia terhenti.
"Dev, pundak lo..."
Deva menoleh, ia memutar kedua bola matanya malas. "Gue tahu, lo nggak perlu khawatir."
"Gue nggak khawatir, ge-er banget lo." Sahut Jack yang mendadak muncul di sebelahnya.
Ia memang tak khawatir, hanya sedikit simpati karena setiap kali mereka bertemu Deva selalu saja terluka. Entah itu di wajah, tangan, bahkan kaki tak luput dari cedera.
"Ya udah, sana pergi!" balas Deva datar.
"Gue kesini karena nggak sengaja lewat, tapi bukan berarti gue mengkhawatirkan lo."
Deva sama sekali tak menanggapi perkataan tersebut, ia melepas ransel dari pundak kirinya. Deva memejamkan mata begitu rasa sakit kembali muncul.
Tak tega melihat gadis itu yang kesakitan, Jack langsung melingkarkan lengannya di pinggang Deva. Ia menahan tubuh Deva yang hampir jatuh.
"Lo udah sarapan belum?" tanya Jack, kali ini ia benar-benar cemas. Terlebih ia merasakan suhu tubuh Deva naik.
"Udah, minggir gue mau ke kelas." Ujarnya berusaha melepas tangan pemuda itu.
"Nggak boleh, lo perlu periksa, Dev. Lo demam."
Deva berdecak, ia mendorong Jack menjauh, "Gue nggak sa-"
"Bawel, ikut gue." Potong Jack menarik pergelangan tangan Deva menuju ke arah kantin.
Tanpa banyak tanya, Jack memesankan makanan untuk Deva. Dan juga segelas teh hangat, ia memaksa gadis itu memakannya.
"Lo belum sarapan, kan. Kelihatan dari wajah lo yang pucat." Jack menggeser sepiring nasi goreng ke hadapan Deva.
Deva tak menjawab, ia hanya menatap piring nasi goreng di depannya dengan datar. Memang sejak tadi malam ia belum makan, ia sudah kenyang menelan luapan emosi yang mengisi seluruh tubuhnya.
"Jangan perduliin gue, gue nggak butuh di kasihani." Ucap Deva dingin, ia mendorong piring menjauh dari hadapannya.
Jack mengangkat kedua bahunya acuh, "Siapa juga yang kasihan sama lo, gue cuma nggak mau lo mati di kampus ini. Yang ada nanti kampus ini jadi horor."
"Sialan, pergi sana! ganggu pemandangan aja." Kata Deva mengusir Jack, karena ia ingin sendiri.
Namun, bukannya pergi. Pemuda itu dengan santainya meraih sendok berisi nasi goreng, lalu memberikannya pada Deva.
"Buka mulut lo, biar gue suapin."
"Ogah!" Deva mendorong kursi dan pergi meninggalkan Jack sendirian.
Langkah Deva tertuju pada ruang musik, ia membuka pintu dan memasuki ruangan tersebut. Gadis itu mencari tempat ternyaman untuk tidur, ia malas masuk ke dalam kelas setelah kejadian tadi.
Saat ia menemukan lokasi yang tidak terlihat oleh orang-orang, Deva bersiap pergi ke alam mimpi. Namun, ia mendengar suara seseorang memasuki ruangan tersebut.
Deva menegakan kembali tubuhnya, ia mengintip dari balik meja yang menutupi tubuhnya.
"Siapa yang datang kesini di jam pelajaran berlangsung?" gumam Deva heran.
Kedua pupil mata gadis itu melotot saat tahu siapa orang yang datang, ia menelan salivanya dengan kasar. "Apaan semua ini?"
jadi agak aneh crita nya
dan juga Daddy nya itu bukan nya sayang sama dia?
kalo memang si deva ini di fitnah dan dihina sedemikian rupa kenapa masih tetap berharap dan bertingkah sama keluarga nya?
katanya dia punya perasaan dan dia juga manusia tapi sikapnya ga sesuai sama apa yang di cerita kan
kesel banget
jdi kesannya kayak si Deva ini lebih menye menye dan agak lain yang didalam tanda kutip karakternya"kelihatan tidak sesuai sama penggambaran karakter awalnya" seolah olah di awal hanya sebatas penggambaran di awal saja
tapi tetap semangat ya authori💪