NovelToon NovelToon
SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

SETIAP HUJAN TURUN, AKAN ADA YANG MATI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu
Popularitas:502
Nilai: 5
Nama Author: Dranyyx

Riski adalah pria yang problematik. banyak kegagalan yang ia alami. Ia kehilangan ingatannya di kota ini. Setiap hujan turun, pasti akan ada yang mati. Terdapat misteri dimana orang tuanya menghilang.

Ia bertemu seorang wanita yang membawanya ke sebuah petualangan misteri


Apakah Wanita itu cinta sejatinya? atau Riski akan menemukan apa yang menjadi tujuan hidupnya. Apakah ia menemukan orang tuanya?

Ia pintar dalam hal .....


Oke kita cari tahu sama-sama apakah ada yang mati saat hujan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dranyyx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26 : Pertolongan dari wanita itu.

Malam makin larut. Lampu neon perlahan berkedip redup.

Riski membuka matanya. Napasnya pelan—dan stabil. Ia merasakan di belakang kepalanya hangat. Aroma harum semerbak membelai hidungnya. Di pipinya ia merasakan kelembutan dan kehangatan.

"Heh... Di mana ini?" terdengar suara samar yang kian jelas.

Perlahan matanya terbuka. Sedikit buram-buram, lalu kian jelas. Pemandangan indah terlihat. Untuk sejenak ia menatap wajah itu.

"Elsa?"

"Siapa Elsa?" Pemilik wajah indah itu pun bertanya dengan wajah yang kebingungan.

"Riski... ini aku loh masa tidak kenal." Amira menepuk pelan wajah Riski.

"Ah Amira... maaf aku ga sadar. Dari tadi banyak hal aneh yang terjadi. Emm aku mau bangun saja. Sudah terlalu lama aku baring."

Riski sadar ia berada di pangkuan wanita itu terlalu lama. Dan seketika itu ia langsung bangun dan duduk sejenak.

"Maaf," ucap Riski lirih. Suara seakan sulit untuk keluar. Badannya sedikit pucat, bak anak panda yang baru lahir.

Ia belum bisa memikirkan kata apa yang harus ia ucapkan.

"Mungkin kata yang kamu cari itu 'terima kasih'." Wanita itu menatap wajah Riski dengan senyum yang terukir.

"Ah, iya... terima kasih." Riski menenangkan diri sejenak.

"Berapa lama aku pingsan?" tanya Riski dengan mata yang sayu dan lesu.

"Umm... sekitar 15 menit mungkin?" Wanita itu seraya mengecek jam tangannya.

Wanita itu pun berdiri, diikuti oleh Riski. Tapi...

"Ahhh..." Rasa perih yang menyengat terasa dari kakinya.

"Sapu tangan kamu?" Arah mata Riski tertuju ke kakinya yang terbalut sebuah sapu tangan hitam.

"Iya... Tadi kamu terluka. Dan kebetulan aku punya sapu tangan. Ya aku pake untuk mencegah darahnya makin banyak yang keluar." Senyumnya manis, ibarat bulan pada saat Januari sedang tersenyum.

"Kamu mau bunuh diri, kah?" Tatapannya tajam tertuju ke arah Riski.

"Hmmp..." Riski berbalik ke arah pagar rongsok itu.

"Seorang Riski? Tidak seperti itu, nona manis. Tadi ada orang yang melaju dengan kencang. Tiba-tiba menabrak pagar pembatas." Alis Riski mengerut. Senyum tadi pun seketika pudar.

Mereka berdua untuk sejenak saling menatap.

"Apakah kita hubungi polisi, kah?" ucap Amira itu sembari membuka ponselnya.

"Jangan, tidak usah Amira. Sekali lagi maaf yah Amira. padahal barusan kita sama-sama di pantai, malah aku tidak ingat wajah kamu." Alis wanita itu mengerut mendengar ucapan Riski.

"Sudah, yang penting kamu selamat. Jujur yah aku tidak nyangka kamu bisa ada di sini."

"Aku tadi penasaran dengan yang pembahasan kita dan... Rasa penasaran menguasai aku. Dan yah... Seperti yang kamu lihat."

"Dan kamu, kenapa bisa ada di sini? Bukannya kamu tau disini angker yah."

"Emmm ada satu dan lain hal."

Setelah berbincang beberapa saat, mereka pun bergegas pulang ke rumah masing-masing.

"Terima kasih lagi yah. Kalau begitu aku mau balik ke rumah dulu." Riski bersiap untuk kembali ke tempat di mana motornya berada.

"Iya, sama-sama. Kalau begitu aku juga mau pulang." Amira pun kembali ke motornya dan pulang.

Untuk sejenak, Riski merasa janggal dengan tingkah laku wanita itu. Sungguh wanita yang misterius.

"Agak aneh, seharusnya manusia normal itu akan kaget ketika ada kasus bunuh diri. Tapi, ia hanya berlalu pergi setelah menyelamatkan aku. Di raut wajahnya ia memang peduli ke aku. Tapi, ia hanya berlalu pergi meskipun ada kasus. Yah, memang tadi dia sempat ingin menghubungi polisi. Tapi, begitulah," ucap Riski dalam perjalanan menuju motornya.

Wanita itu pun berlalu.

Dalam perjalanannya untuk kembali ke motornya, seketika ia merasa ada yang mengawasinya. Tapi ia tak mau mencari tahu. Mungkin dia kelelahan atau ada hal lain.

Ck... ck... Brumm... Sesampainya di motornya, ia langsung membunyikan motornya—mengenakan helm-nya dan bersiap-siap pergi. Tiba-tiba hawa dingin menyambar tubuhnya. Dengungan sekejap terdengar.

Angin berhembus kencang menepis sunyinya malam.

Samar-samar terlihat seorang wanita bertudung putih berdiri di dekat pagar pembatas jembatan yang hancur itu. Tatapan wanita itu tajam. Seolah terdapat amarah yang terukir. Aura sekitar wanita itu sangat berbahaya. Lampu neon yang menyinari sekitar wanita itu kelap-kelip tak beraturan. Bau anyir darah samar tercium. Seolah aroma itu berasal dari sana.

Riski yang melihat itu tak bergeming. Sebenarnya ia ingin mendekatinya lagi. Tapi ia sadar tubuhnya tak bisa bertahan jika memang akan berhadapan dengan hal itu. Tak ada rasa takut. Matanya menatap tajam dari jauh, seolah menerka-nerka apa yang akan dilakukan makhluk itu.

Kemudian sosok wanita itu hilang ditelan kabut malam yang disertai angin kencang.

Riski menghela napas panjang. Seolah lega tak ada hal yang terjadi. Ia pun memilih untuk bergegas pulang.

Brumm... Laju motornya menembus kabut malam. Masih ada misteri. Tapi bukan saatnya untuk dihadapi saat ini.

Pukul 03.58

Ia memarkirkan kendaraannya dan langsung menuju pintu kost-nya.

Drak...!! Bunyi engsel dari pintu menyambut. Aroma lavender menyerbu keluar. Aroma tenang itu sangat lekat dengan dirinya. Suasana hening. Hanya suara detik dari jarum jam yang terdengar. Sesekali suara tokek pun menghiasi suasana.

Biasanya ketika dia sampai di rumah, ada kucing kesayangannya, Bleki. Tapi sejak ia dirawat di rumah sakit, kucing itu entah hilang ke mana.

Ia pun duduk sejenak di kursinya. Sebatang rokok pun ditarik dari sakunya.

Cleklek...

Kresss... Suara khas rokok tengah malam sungguh melankolis.

Ia sedang memikirkan dan mengingat kembali kejadian yang baru ia alami.

Rasa nyeri di tubuhnya tak serta-merta hilang. Sesekali ngilu di otot ia rasakan. Sesekali matanya kabur. Tubuhnya dipaksa melawan hal yang di luar nalar manusia biasa.

"Ahh, jadi sobek." Ia menarik napas dalam-dalam ketika melihat baju dan celana jeans panjangnya itu robek dan ada darah yang menempel.

Tak tunggu lama, ia segera menanggalkan pakaiannya dan membersihkan luka-luka yang ia derita. Saat ia membuka sapu tangan itu, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Kembali ke masa sekarang

"Yah kalau di ingat-ingat, Amira memang bukan wanita yang normal dari awal kenal. Meski agak lucu juga. Bisa-bisanya saat ia memanggil, aku tidak sadar itu dia. Dan anehnya dia sempat berakting. Entah apa yang ada di pikiran wanita itu. " Riski berguman sendiri.

Tak lama kemudian, teman-temannya datang dengan membawa tandu.

Bela berlarian seperti orang kesurupan, "Amira... " Wajah bela memerah kemudian itu langsung menangis."

"Riski apa yang terjadi? Kenapa amira bisa jadi begini? " Rizal mendekat dengan tandunya. Sedangkan Sinta tak berkata apa-apa. Seolah ia menunggu kata apa yang akan di ucapkan Riski.

"Mending kita bawa kembali ke Toko yah... Untuk petugas medis nanti kita minta untuk kesini. "

Mereka tanpa bertanya lagi, langsung membawa Amira...

Bersambung.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!