Ayla adalah pembaca webnovel paling sinis yang pernah ada. Baginya, novel "Algoritma Hati Sang CEO" adalah sampah klise dengan plot hole yang menganga dimana-mana.
Apalagi soal CEO dingin yang tiba-tiba jatuh cinta pada pandangan pertama, dan villain yang otaknya tumpul setumpul pisau yang berkarat.
Stress dengan pekerjaannya sebagai CS entry level yang monoton, melampiaskan kekesalan pada novel adalah satu-satunya pelarian yang dimilikinya.
Tapi kutukan menimpanya!
Di tengah caci makinya pada sebuah plot hole konyol, Ayla mendapati pantulan dirinya di cermin perlahan berubah menjadi wajah asing yang tak ia kenali, seragam magang, dan sebuah kartu identitas yang menggantung dilehernya bertuliskan KARSA - RANI - INTERN.
Ayla bertransmigrasi kedalam novel yang paling ia benci sebagai Rani, seorang anak magang sial yang ditakdirkan dipecat karena alasan sepele.
Alya bertekad untuk membuktikan bahwa dirinya lebih pintar dari takdir bodoh yang penulis novel itu berikan untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hada Kamiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tatapan di Balik Punggung
Kemenangan kecil itu terasa manis, namun juga asing bagi Ayla. Ia kembali ke kubikelnya, mengabaikan tatapan penasaran dari magang lain. Laras langsung menghampirinya, matanya berbinar lega.
"Rani, kamu... kamu hebat sekali!" bisik Laras, napasnya terengah. "Aku tidak menyangka Arjuna akan campur tangan. Kamu benar-benar menyelamatkanku!"
Ayla hanya tersenyum tipis. "Dia juga menyelamatkanmu dari Bima."
Ayla tahu, kemenangan ini bukan semata-mata karena kecerdikannya, tapi karena Arjuna memilih untuk berpihak padanya atau lebih tepatnya, memanfaatkan situasi itu.
"Bagaimana kamu tahu tentang IP aneh itu?" tanya Laras, nadanya penuh kekaguman. "Aku bahkan tidak menyadarinya."
"Hanya... kebetulan," Ayla mengelak. Ia tidak mungkin menjelaskan bahwa ia sudah membaca 'novel' ini berkali-kali sampai hafal tiap detail plot hole, termasuk insiden bug yang akan menimpa Rani. "Aku hanya memperhatikan detail."
Laras mengangguk-angguk. "Kamu memang berbeda dari magang lain, Rani. Sangat teliti."
Ayla tidak menanggapi lebih lanjut. Pikirannya masih sibuk menganalisis Arjuna.
Pria itu, yang di novel hanya digambarkan sebagai jenius pendiam yang sesekali muncul untuk memajukan plot Arion, kini menunjukkan kehadiran yang jauh lebih besar.
Arjuna bukan pion, ia adalah pemain. Dan Ayla tanpa sadar, telah masuk ke dalam permainannya.
Seharian itu, Ayla terus bekerja dengan pikiran yang bercabang. Ia mengikuti alur kerja Rani, berusaha tidak membuat kesalahan yang akan menarik perhatian Bima lagi. Namun, nalurinya terus-menerus memindai lingkungan.
Matanya sesekali melirik ke arah divisi R&D, tempat Arjuna berada. Jaraknya cukup jauh, tapi Ayla bisa merasakan aura tegang yang terpancar dari arah sana. Bima pasti sedang diinterogasi.
Menjelang jam pulang, Ayla merasakan sensasi aneh. Seperti ada tatapan yang mengikutinya. Ia pura-pura merapikan mejanya, lalu perlahan mengangkat pandangannya ke jendela pantulan yang ada di depan mejanya, memungkinkan ia melihat bagian lain dari kantor tanpa harus menoleh langsung.
Di sana, di ujung koridor yang sedikit lebih gelap, di dekat sebuah server besar berdiri Arjuna. Ia tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri diam, memegang secangkir kopi, dan menatap lurus ke arah kubikel Rani.
Ayla segera membuang pandangannya, jantungnya berdebar. Apakah ia hanya berhalusinasi? Ia melirik lagi. Arjuna masih di sana, tidak bergerak. Matanya yang tajam itu seolah menembus dinding partisi kubikel, langsung mengunci pandangannya pada Ayla.
Ada sesuatu yang tak terbaca di sana. Rasa ingin tahu? Kecurigaan? Atau... sebuah undangan?
Tubuh Ayla menegang, Arjuna bukan sekadar figuran yang tiba-tiba peduli. Ini adalah tatapan dalang yang mengamati pionnya, pion yang tak terduga. Pertemuan di ruang rapat tadi hanyalah permukaan. Arjuna jelas menyadari bahwa Rani yang sekarang tidak seperti yang ia duga.
Ketika akhirnya jam pulang tiba, Ayla bergegas meninggalkan Karsa bersama Laras. Di perjalanan pulang, Laras masih tak henti-hentinya memuji Ayla dan mengutuk Bima. Namun, Ayla hanya setengah mendengarkan. Pikirannya dipenuhi oleh tatapan dingin Arjuna yang mengikutinya.
"Rani, kamu baik-baik saja?" Laras menyentuh lengannya. "Kamu melamun terus."
"Ah, tidak apa-apa," jawab Ayla cepat. "Hanya... sedikit lelah, ini hari yang panjang."
Namun, di benaknya ia tahu. Ini bukan hanya hari yang panjang. Ini adalah awal dari sebuah permainan yang lebih rumit dari semua plot hole yang pernah ia benci.
Dan Ayla si pembenci novel klise, kini menjadi salah satu pion dalam drama paling menegangkan yang pernah ada.