Setelah enam tahun menjalani hubungan jarak jauh, Raka dan Viola kembali dipertemukan. Namun cinta tak selalu berjalan mulus, mereka harus menghadapi tantangan dan rintangan yang menguji kekuatan cinta mereka.
Apakah cinta mereka akan tetap kuat dan bertahan, ataukah jarak akan kembali memisahkan mereka selamanya?
"Nggak ada yang berubah. Love only for you, Viola. Hanya kamu..." ~Raka.
🍁🍁🍁
Novel ini merupakan Sequel dari novel yang berjudul 'Sumpah, I Love You'. Selamat menyimak dan jangan lupa tinggalkan jejak. 😇😇😇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : LOFY
Arman tetap bersikap tenang. Dia meletakkan handphonenya dimeja, lalu menatap kembali ke arah istrinya.
"Ini sudah malam, kenapa Mama belum tidur?"
Lisa menatap suaminya penuh selidik, masih penasaran. "Mas belum menjawab pertanyaanku. Siapa yang mau dijodohkan?"
Arman tertawa ringan, memijat pelipisnya. "Putra kita sudah dewasa, sudah dua puluh empat tahun, dan sudah lulus S2 juga. Sebentar lagi Raka akan kembali, ada baiknya kalau kita memikirkan untuk masa depannya juga."
Lisa mengerutkan kening, "Tunggu. Jangan bilang... Mas berniat untuk menjodohkan Raka?"
Arman mengangguk, "Anaknya teman Pa..."
"Mas!" bentak Lisa, rautnya berubah kesal. "Mas tahu Raka sudah ada Viola. Dan mereka sudah pacaran sejak masih di SMA."
"Itu hanya cinta monyet, Ma." sanggah Arman. "Cinta-cintaan anak remaja. Buktinya sudah dua tahun ini Raka memilih untuk tidak pulang, dia lebih fokus pada S2 nya. Sekarang dia pasti sudah lupa dengan cinta monyetnya itu."
"Cinta monyet?" lirih Lisa, kecewa. "Apa Mas tidak bisa lihat bagaimana kecintaannya putra kita itu pada Viola. Mas nggak ingat bagaimana Raka dulu? Pembangkang!" Emosinya mulai meluap, tapi tetap masih bisa terkontrol. "Tapi sejak mengenal Viola, dia mulai banyak berubah."
"Raka berubah karena dirinya sendiri! Bukan karena siapa-siapa." tegas Arman, seolah ucapannya tidak ingin dibantah. "Seiring berjalannya waktu dia mengerti, mana yang baik dan mana yang buruk untuknya."
Tubuh Lisa sedikit menegang, menggelengkan kepalanya tak percaya. "Raka akan marah kalau dia tahu tentang rencana kamu itu, Mas. Sebaiknya kamu berfikir dua kali sebelum melakukannya. Atau kamu akan melihat Raka kembali menjadi pembangkang seperti dulu!"
"Tidak akan! Raka akan mengerti dan dia pasti paham apa yang terbaik untuknya dan masa depannya." Arman berjalan keluar ruangan, meninggalkan Lisa sendirian disana.
-
-
-
Raka menggenggam tangan Viola begitu mereka sudah turun dari dalam taksi. Membawanya melangkah masuk ke dalam rumah.
Mata Viola berbinar, menatap ke sekelilingnya. Rumah itu memiliki dekorasi yang elegan dan unik, dengan perpaduan warna netral dan tekstur yang menarik, benar-benar mencerminkan gaya hidup yang modern dan klasik yang khas dikota itu.
"Ayo naik, kita ke kamar," ajak Raka.
"Hehhh..." Viola terkejut, wajahnya sedikit merona.
Raka tersenyum, mengusap lembut kepala Viola, seakan paham apa yang sedang dipikirkan oleh kekasihnya. "Diatas ada dua kamar, kamu bisa memakai kamar yang satunya."
"Ohh..." Viola mendesah lega, rupanya dia sudah salah paham. Dia pikir Raka akan mengajaknya tidur satu kamar.
Dengan masih menggenggam tangannya, Raka membawa Viola naik ke lantai atas, membuka salah satu pintu ruangan. Koper Viola bahkan sudah diletakkan disana, disamping ranjang. Raka yang menelfon mbak Ranti tadi, memintanya untuk mempersiapkan kamar.
"Kamu istirahat saja dulu, nanti aku akan panggil untuk makan."
Viola melepaskan tangannya dari genggaman, berjalan pelan, mengamati sekitar ruangan. Sprei berwarna merah muda, vas bunga kecil diatas meja dengan tangkaian bunga mawar putih didalamnya, kamar itu seperti benar-benar sudah dipersiapkan untuknya.
Matanya kini tertuju pada boneka teddy bear berukuran sedang yang ada di dalam rak. Dia berjalan mendekat, mengambil boneka berwarna pink itu dari dalam sana.
Raka berjalan mendekat, berdiri di samping Viola, tatapannya mengunci wajah gadis itu. "Itu untuk kamu. Aku nggak sengaja mendapatkannya saat sedang pergi keluar bersama dengan teman-temanku. Ingin memberikannya langsung tapi kamunya jauh."
"Makasih." Viola tersenyum senang, memeluk boneka teddy bear ditangannya.
"Jika kamu mendengar atau melihat sesuatu saat kamu datang tadi, tolong jangan salah paham." ucap Raka.
Senyumnya sedikit memudar, Viola menatap Raka yang terlihat serius saat berbicara, seolah ingin mengklarifikasi sesuatu.
"N-nggak. Aku nggak dengar apa-apa kok tadi." Viola terlihat gugup, tapi dia berusaha menyembunyikannya. Sayangnya gelagatnya itu tetap terbaca oleh Raka.
"Maaf." Raka tersenyum tipis, rautnya tetap serius. "Aku memang sengaja nggak pernah menunjukkan foto-foto kamu pada teman-temanku disini. Tapi mereka tahu kok, kalau aku hanya milik kamu. Aku melakukan itu supaya kamu tetap merasa aman, nyaman... Benar-benar nggak ada maksud lain."
Hening. Tatapan mereka saling mengunci.
"Enam tahun ini akupun merasa berat dalam menjalaninya. Nggak ada detik dimana aku nggak memikirkan kamu, Vio. Nggak ada malam dimana aku nggak merindukan kamu."
Masih dengan raut seriusnya Raka melanjutkan kembali ucapannya, "Salah satu alasan lain kenapa aku harus pergi adalah untuk menjaga. Menjaga hubungan kita supaya tetap sehat. Apalagi saat itu kita tergolong masih sangat muda. Aku takut nggak bisa menahan diri untuk selalu berduaan dengan kamu, hingga aku lebih memilih untuk membatasi diri dulu. Supaya kamu bisa mengejar mimpi kamu juga."
Viola mengerjap, menelan ludah pelan. Dalam benaknya dia berusaha menyaring semua kata-kata yang keluar dari bibir Raka barusan. Raka yang usianya lebih muda dibawahnya kenapa bisa berfikir sedewasa itu? Padahal dia sendiri tidak pernah kepikiran sampai ke arah sana.
"Apa yang kamu pikirkan?" tanya Raka saat melihat Viola termenung.
"Heehhh..." Viola terkesiap, menggeleng cepat. "N-nggak ada. Nggak mikirin apa-apa kok!"
Raka tertawa kecil, mengusap-usap rambut Viola gemas. "Istirahat, kamu pasti lelah. Kamarku ada disebelah, kalau perlu apa-apa kamu bisa panggil."
Lalu Raka balik badan, meninggalkan ruangan tersebut dan menutup kembali pintunya dengan rapat. Membiarkan Viola untuk beristirahat dulu setelah lelah melakukan perjalanan jauh.
Raka menyenderkan tubuhnya pada daun pintu, tersenyum, lalu kembali melangkah menuju ke kamarnya.
-
-
-
Malam kian larut, waktu di London sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Saat ini Raka sedang berada di dalam kamarnya dan sedang menghubungi keluarga Viola, supaya mereka tidak terus merasa cemas dan khawatir.
"Terimakasih ya Nak Raka, sekarang Tante merasa lega karena Viola ternyata ada disana." terdengar suara Tamara di sambungan telefon, nada suaranya terdengar lebih tenang.
"Iya Tante, Viola aman bersama saya disini. Saya pasti akan menjaganya." ucap Raka.
Tamara mendesah pelan. "Ya sudah, Tante tutup telefonnya dulu. Besok kalau Vio sudah bangun, suruh telefon Tante ya? Tante kangen pengen denger suaranya."
"Baik Tante, besok saya sampaikan sama Vio-nya."
Sambungan telefon terputus, bersamaan dengan itu terdengar suara pintu kamar diketuk oleh seseorang dari luar. Tidak seperti biasanya, kali ini ketukan itu terdengar ringan dan pelan. Dan Raka langsung bisa menebak siapa yang sedang mengetuk pintu kamarnya.
Setelah meletakkan kembali handphonenya diatas meja, Raka buru-buru melangkah ke arah pintu, membukanya cepat.
Viola sudah berdiri disana dengan menggunakan setelah piyama pendek sambil memeluk boneka teddy bear-nya. "Aku nggak bisa tidur, nggak biasa tidur ditempat asing sendirian. Malam ini... Boleh tidur bareng aja nggak?"
...♥️♥️♥️...
.covernya kelar juga akhirnya👏👏
aaah bapak nya Raka pasti ini...
pengen sleding si papa 😠😠😠😠😠
so sweet 😍😍😍😍
sosor terus Raka, tunjukan klo di hati kamu hanya Viola satu satu nya...
kalian udah sama sama dewasa bukan anak SMA lagi yang marahan atau ada masalah malah lari...
hadapi bersama sama... apalagi masalah si Arman itu,selagi Raka gak berpindah hati pasti kamu tetap satu satu nya Vio