Lama menghilang bak tertelan bumi, rupanya Jesica, janda dari Bastian itu, kini dipersunting oleh pengusaha matang bernama Rasyid Faturahman.
Sama-sama bertemu dalam keadaan terpuruk di Madinah, Jesica mau menerima tunangan dari Rasyid. Hingga, tak ingin menunggu lama. Hanya berselisih 1 minggu, Rasyid mengitbah Jesica dipelataran Masjidil Haram.
Namun, siapa sangka jika Jesica hanya dijadikan Rasyid sebagai yang kedua.
Rasyid berhasil merobohkan dinding kepercayaan Jesica, dengan pemalsuan jatidiri yang sesungguhnya.
"Aku terpaksa menikahi Jesica, supaya dia dapat memberikan kita putra, Andini!" tekan Rasyid Faturahman.
"Aku tidak rela kamu madu, Mas!" Andini Maysaroh.
*
*
Lagi-lagi, Jesica kembali ketanah Surabaya. Tanah yang tak pernah ingin ia injak semenjak kejadian masa lalunya. Namun, takdir kembali membawanya kesana.
Pergi dalam keadaan berbadan dua, takdir malah mempertemukanya dengan seorang putra Kiyai. Pria yang pernah mengaguminya waktu lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
'Dia ... Bukanya dia mantan suaminya Andini?' Tuan Hendru masih membeku menatap Rasyid bersama sang Asisten menatapnya dengan sorot mata intimidasi.
"Dimana, Andini?" tekan Rasyid berapi-api.
"Om ... Siapa? Kenapa nggak masuk lagi!" seru Andini. Ia kini juga ikut bangkit, segera memakai handuk kimono yang sama. Namun begitu ia keluar, kedua matanya hampir lepas, kala melihat mantan suaminya sudah ada ditempat.
Wajah Andini memucat pasi, bingung harus bersikap seperti apa. "Mas Rasyid ... Kamu juga ada disini? Kamu ngapain?" suara itu bergetar menahan cemas.
"Katakan padaku, dimana kamu menyembunyikan dua aset penting miliku?!" Rasyid menggeram, benar-benar ingin mencekik kepala mantan istrinya itu.
Andini menggelengkan kepala cepat, "Aku tidak tahu apa-apa, Rasyid! Dimana kamu menyimpannya saja aku tidka tahu," sanggah Andini masih enggan berkata jujur.
Mendapat intrupsi dari Bosnya, kini Razel memperlihatkan rekaman cctv dirumah pribadi Rasyid. Dan seketika, tubuh Andini benar-benar menegang. Ia tidak dapat berdalih lagi.
Dan tak lama itu, dua pria yang tadi ditemui Andini dan Tuan Hendru, yang tak lain Tuan Ferdian dan Mr Zero, kini mereka susah datang juga bersama dua polisi.
"Kamu kira, cek yang saya kasihkan padamu itu, cek beneran? Kamu salah! Itu adalah cek palsu," Tuan Zero menatap keduanya dengan tenang.
Andini dan Tuan Hendru sudah dikalang kabut. Ia saling melempar tatap cemas, bingung sudah terkepung saat ini. "Nggak! Om ... Aku nggak mau masuk penjara!" rengek Andini menggerakan lengan Tuan Hendru.
"Tangkap mereka berdua!" perintah Tuan Ferdian pada polisi tadi.
Andini meronta-ronta. Ia mencoba menatap Rasyid, "Mas Rasyid aku mohon, maafkan aku! Aku tidak mau dipenjara, Mas!"
Rasyid hanya diam. Tak peduli, dan sudah tak mau lagi dibohongi wanita ular itu.
Setelah memastikan keduanya memakai pakaian, polisi langsung meringkus dan membawanya keluar.
"Saya banyak-banyak mengucapkan terimakasih, Tuan Ferdian, Mr Zero!" Rasyid menerima aset pabrik miliknya kembali.
"Saya dan Ayahmu sudah berteman sejak lama, Rasyid! Semoga lain kali kamu lebih berhati-hati lagi menjaganya," kata Tuan Ferdian.
"Kalau begitu kami permisi dulu. Senang bekerja sama dengan Anda, putra Tuan Gio!" kekeh Mr Zero.
Setelah mereka berdua berlalu, Rasyid kembali kedalam kamar untuk menyimpan kedua aset pentingnya itu. Ia kali ini dapat bernafas dengan lega kembali. Masalah terselesaikan dengan semestinya. Dan itu semua, tidak luput dari campur tangan Ayahnya.
Dan setelah ini, Rasyid akan lebih fokus menemui sang istri begitu masalah selesai.
'Sayang ... Aku akan segera menemuimu!' Rasyid kini semakin bersemangat lagi.
*
*
Hampir menempuh jarak 2 jam, kini mobil yang dibawa Razel, berhenti ditepi jalan perumahan kawasan elit.
Dua pria itu masih berdiam didalam, tanpa ada niatan untuk turun.
"Tuan ... Saya rasa, alangkah baiknya jika Anda menyewa pat house dekat area rumah Nona!" ucap Razel.
Rasyid masih memandangi rumah dua lantai dengan gerbang menjulang tinggi itu. Dulu, ia datang ke rumah itu untuk meminta restu kedua mertuanya. Namun kini, Rasyid merasa dirinya sebagai orang asing akibat kesalahan fatal yang telah ia berbuat.
Tepat pukul 3 sore,
Gerbang rumah itu terbuka. Sebuah mobil mewah baru saja keluar melewati mobil yang Rasyid tumpangi. Sekelebat, wanita berjilbab yang berada dibangku belakang itu, tampak duduk dengan tenang, entah akan pergi kemana.
"Tuan ... Sepertinya itu Nona Jesica?!" Razel juga melihat ada Jesica didalam mobil tadi.
"Kita ikuti mobil itu, Razel! Saya ingin tahu, mau kemana istri saya," dada Rasyid terasa kembali berdesir, entah nanti apakah istrinya itu mau menerima maafnya atau tidak.
Sementara didalam mobil, kini Jesica dan Ester dalam perjalanan menuju baby shop terbesar dikotanya, guna membeli persiapan menyambut kelahiran bayinya nanti.
"Jes ... Perasaan, mobil tadi ngikutin kita deh," Ester sampai membalikan badan menatap sebuah mobil hitam yang bergerak di belakangnya.
"Udah, ah. Itu palingan cuma perasaanmu saja," sanggah Jesica yang kini menatap depan. Ia masih kesal, jika mengingat penghinaan keluarga Ayahnya itu.
Dan kini, mobil yang mereka berdua naiki, sudah berhenti didepan butik khusus pakaian anak. Baru saja Jesica turun, ia langsung disuguhi oleh pemandangan yang mampu membuat dadanya terasa sesag.
Ada seorang ibu hamil yang baru saja masuk dengan suaminya. Pria dewasa itu sangat menghawatirkan setiap langkah sang istri, hingga selalu menanyakan kenyamanan wanita disebelahnya itu.
Jesica yang masih mematung, ia hanya mampu tersenyum getir sambil mengusap perut besarnya. Mungkin, jika rumah tangganya baik-baik saja, Rasyid pasti akan memperlakukan ia dengan semestinya. Namun kenyataanya, Rasyid hanya menginginkan kehamilannya saja. Tanpa cinta yang tulus.
"Lihatin apa?" Ester mengikuti arah tatap Jesica, namun kedua pasangan tasi sudah masuk kedalam.
"Nggak! Nggak ada kok. Tadi cuma kram sedikit!" sanggah Jesica.
Dan setelah itu, mereka berdua bergegas masuk juga kedalam.
"Tuan ... Nona sepertinya mulai berbelanja," ucap Razel masih menatap kedepan.
Rasyid tersenyum getir. "Anak saya sebentar lagi akan lahir! Jadi sudah sepatutnya jika saya juga harus menyambut kelahirannya," jawabnya.
Mereka berdua memutuskan untuk turun. Rasyid sudah merapikan penampilanya. Ia tidak ingin, bertemu sang istri dalam penampilan berantakan.
"Bagaimana penampilan saya, Razel?!"
"Sudah sip, Tuan! Anda harus cepat turun!" Razel mengangkat dua jempolnya, lalu segera mengikuti langkah Bosnya untuk turun.
Jesica saat ini tengah memilih pakaian bayi. Banyak berbagai macam bentuk, mulai daru jumper, kaos, dan masih banyak model lainnya.
Rasyid berdiri agak berjarak dibelakang Jesica. Sorot mata itu sudah mulai berair, menahan rindu yang hampir membunuh jiwanya.
"Jesica ....!!!"
Tubuh Jesica menegang, tidak mampu menoleh, ketika ia mendengar suara yang tidak asing lagi baginya. 'Ya Allah ... Itu suara Mas Rasyid?! Apa benar Mas Rasyid ada disini?'
Dan benar saja, disaat Jesica sudah menoleh. Badanya terasa lemas, menatap pria disebrang sana yang sudah menangis pilu berjalan cepat kearahnya.
Jesica tersadar. Ia bermaksud akan berlalu, namun tanganya ditahan oleh Rasyid.
"Sayang, maafkan aku!" Rasyid meminta maaf, tidak peduli dengan isakan tangisnya.
Ester tercengan begitu ia berbali dari rak handuk bayi. Ia dan sang asisten, Kenzi, mereka saling melempar tatap tidak menyangka dengan hal yang baru saja ia lihat.
Sementara Razel, ia berdiri ditempat Rasyid berdiri semula. Memastikan Tuanya dapat bercengkrama untuk sejenak.
Jesica beberapa kali mengerjab, berharap air matanya tidak luruh saat itu juga. Dadanya bergemuruh, bingung apa yang harus ia lakukan.
"Untuk apa kamu mencariku, Mas?!" Jesica masih sedikit mendongak, tanpa mau menatap suaminya.
"Sayang ... Coba dengarkan saya dulu! Kamu hanya salah faham, Jesica! Asal kamu tahu ... Pada saat malam itu saya baru saja menceraikan Andini, dan akan meresmikan pernikahan kita. Apa yang kamu dengar, tidak seperti yang terjadi semestinya." Rasyid masih mencoba meyakinkan istrinya. Digenggamnya tangan rapuh itu.
Pandangan Jesica jatuh pada tanganya. Tangan Rasyid bergetar, hingga telapak tangan itu terasa dingin sekali.
Jesica hanya terdiam, membiarkan air matanya yang menjawab semua rasa sakit hatinya. Dijadikan yang ke dua? Sungguh demi apapun Jesica merasa terhina.
"Mas ... Tolong biarkan aku hidup dengan tenang! Jika kita memang di takdirkan bersama, maka kelak juga kita akan bersama. Rasanya terlalu sulit mengakui jika aku saat ini baik-baik saja. Aku sakit, kecewa! Aku bukan wanita murahan yang datang, dan langsung menghancurkan rumah tangga orang." Jesica mencoba menarik lenganya.
"Semua saya yang salah, Jesica! Saya berjanji akan memperbaiki semuanya! Kita rawat anak kita sama-sama. Kamu ingin tinggal dimana, maka saya siap akan mengikutimu, Jesica. Tolong maafkan saya!" Rasyid tertunduk. Wajahnya sudah sembab, tidak peduli dengan tatapan orang yang berlalu.
Eghm!!!
Kenzi datang. Ia menatap Rasyid dengan sorot mata tajam. "Nona, ayo kita kembali!"
Ester sudah menarik lengan Jesica untuk diajaknya berlalu. Sementara Kenzi menghadang langkah Rasyid.
"Tolong ... Biarkan saya mengusap perut istri saya! Saya Ayah kandung bayi itu!" pintanya menatap Kenzi.
Jesica yang mendengar itu, sontak menghentikan langkahnya. Ia menoleh, tidak tega menatap wajah memelas suaminya.
"Tidak bisa! Anda sudah membuat Nona hidup menderita. Silahkan Anda pergi, atau saya akan memanggilkan Anda satpam kesini!" ancam Kenzi menatap bengis.
"Saya suami Jesica, dan anak itu putra kandung saya! Minggir, atau ku patahkan lehermu saat ini juga!" suara Rasyid sudah memberat, sambil mengepalkan tangan kuat.
Razel sudah panik. Mereka hanya warga asing ditanah Singapore. Asisten muda itu bergegas menghampiri Tuannya.
"Tuan ... Lebih baik kita mengalah dulu. Nanti kita datang langsung ke rumah Nona!" bisik Razel, namun matanya menatap tajam Kenzi.
Emosi Rasyid berangsur mereda. Ia diajak sang Asisten berbalik. Untuk sementara, Rasyid akan mengalah.