Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Kaget Atau Takut?
"Kaget? Atau takut?" seringai Elias, merasa punya celah untuk menyerang, dan menyadari isterinya itu makin terlihat cantik, wangi, dan juga berkelas.
Samantha yang dipandangi secara tidak biasa oleh Elias yang ia anggap sudah mantan spontan mundur memberi jarak.
"Kita belum resmi bercerai, tapi kamu sudah berani jalan dengan pria lain," Elias menunjukan layar ponselnya pada Samantha, tepat saat Samantha meraih segelas banana milk float-nya yang di sodorkan oleh Kiano.
"Mas merasa kasihan saja sama kamu, Sa. Kamu masih saja kurang pintar memilih seorang laki-laki, dari seorang pegawai kantoran seperti Mas.... jatuhnya ke sopir seperti dia."
Pandangan Samantha mengikuti arah yang ditunjuk oleh Elias. Iya yakin, ibu mertuanya pasti sudah menceritakan kejadian waktu itu, itu sebabnya Elias bisa berkata demikian tentang Kiano.
Samantha kembali mengalihkan pandangannya dari Kiano yang masih berdiri didepan area pelayanan pemesanan, pada Elias yang masih mengoceh panjang lebar.
"Mas yakin, sopir itu hanya akan memanfaatkanmu saja, Sa. Selain kamu punya pekerjaan yang bagus, dia pasti tertarik karena perhiasan mahalmu itu." Kalimat itu akhirnya terlontar juga.
Sedari tadi mata Elias tak lepas dari anting-anting dan kalung berlian yang tergantung di telinga dan melingkar pada leher Samantha. Walau merasa heran, ia meyakini bila selama ini isterinya itu pasti rajin menabung secara diam-diam tanpa sepengetahuannya.
"Sama seperti mas Elias dan keluarga mas, begitu?" tembak Samantha, muak mendengarkan ocehan panjang lebar Elias.
"Dulu saya memang bodoh, terlalu dibutakan cinta, makanya memilih mas Elias." Sarkasnya blak-blakan.
Elias mendelik. "Apa maksudmu, Sa?" ucapnya tidak terima dengan nada menggeram seraya meraih tangan Samantha, tapi segera ditepis dengan kasar oleh perempuan itu.
"Fikir saja sendiri, Mas. Dan jangan lupa menghadiri sidang putusan perceraian kita siang nanti," Samantha beranjak, berpindah di sisi Kiano yang datang dengan wajah dingin, membawa tas dan seember pesanannya.
"Heh, kamu!" Wajah Elias sedikit terangkat ke atas, memberi tatapan tajam pada Kiano.
"Jangan ambil kesempatan ya, Samantha itu masih isteri saya. Saya tahu niat busuk kamu, dasar sopir mokondo!"
"Mohon maaf Bapak-Bapak," seorang pria berumur dan berseragam restoran cepat datang menengahi.
"Bila ada masalah, hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin, atau cari tempat yang lebih privacy, agar tidak mengundang perhatian publik," imbuhnya masih sopan.
Sementara di sekitar perdebatan, para pengunjung resto cepat saji itu tanpa dikomando telah menjadikan mereka pusat perhatian.
"Maafkan kami, Pak." Kiano berusaha bersikap sopan, sedikit membungkukan tubuh tinggi besarnya dihadapan pria berumur itu.
"Saya tidak suka adu mulut apa lagi bergulat di tempat umum seperti ini. Bila berminat, silahkan datang ke Big Properties, di sana ada di sediakan ring tinju oleh owner-nya untuk menyalurkan bakat. Cari saja Kiano," datarnya menatap Elias.
"Cih, lagaknya saja sudah selangit, seolah dia bosnya aja disana, padahal hanya karyawan rendahan, sopir doang!"
Kiano tidak menanggapi cercaan Elias padanya, ia beralih pada Samantha. "Kita pulang, bu Samantha."
"Biar saya saja yang bawa itu, Pak," Samantha mengulurkan tangannya, hendak mengambil alih tas dan pesanannya juga.
"Tidak perlu, tenaga saya tidak akan terkuras kalau hanya bawa ini," tolak Kiano sambil berlalu, Samantha tertegun sesaat, lalu cepat menyusul setelah membungkukan tubuhnya di depan pria berumur tadi.
"Bapak berani juga berdebat dengan pemilik perusahaan sebelah, bahkan mengatai beliau seorang sopir," ucap pria berumur itu kembali bersuara, setelah Kiano dan Samantha sudah keluar dari area resto.
"Tidak perlu mengada-ada deh, Pak. Laki-laki itu memang sopir, dia ngakunya begitu, ibu saya yang dengar," kekeh Elias.
"Orang kaya sejati tak ada mengaku dirinya kaya, Pak. Tapi penampilan rapi, elegan, dan bersahaja pak Kiano sudah cukup menjelaskan siapa dirinya."
Elias kembali terkekeh.
"Sopir juga berpenampilan rapi, berdasi, berjas, supaya terlihat elegan, ya seperti dia itu tadi misalnya."
Pria berumur itu menggelengkan kepalanya pelan melihat Elias terus menyangkal penjelasannya.
"Sebelum bu Samantha bekerja di perusahaan sebelah, restoran kami ini sudah lebih lama berdiri di sini. Sebagai tetangga perusahaan, kami banyak mengenal para karyawan mereka yang suka makan disini. Dari merekalah kami tahu bila pak Kiano tadi adalah CEO baru di perusahaan sebelah, Pak. Tapi bila Anda masih menyangkal juga, silahkan mencari tahu sendiri."
Elias membeku di tempatnya, masih belum bisa percaya pada apa yang ia dengar.
...***...
"Selamat pagi, Pak," Gunawan dan Nicholas menyapa hormat sembari berdiri di depan meja gambar mereka, begitu melihat Kiano masuk ke ruang gambar bersama Samantha.
"Ya, pagi," sahutnya tanpa senyum, meletakan tas dan seember pesanan Samantha di atas meja perempuan itu.
"Gunakan ini saat belanja," Kiano meletakan kartu debit di atas meja Samantha.
Lagi, Samantha tertegun. Ini kali pertama seorang laki-laki memberikannya kartu debit seperti itu.
"Saya wanita berkerja, Pak. Kalau alasan pak Kiano hanya karena ini," Samantha menyentuh perutnya. "Gaji dan tabungan saya masih cukup untuk membiayai hidup kami. Kita belum menikah, pak Kiano belum memiliki kewajiban menafkahi saya."
Kiano berdecih, melipat lengan kekar berototnya di depan dada.
"Saya sudah menduga kamu akan menolaknya. Dan saya juga tahu kamu adalah wanita yang berkerja dan mandiri. Dan saya juga tahu kita belum menikah. Dan saya juga tahu kamu gengsi. Dan saya juga tahu kalau hidup kamu itu selama ini dibiayai oleh diri kamu sendiri karena suami kamu tidak menafkahi kamu seperti layaknya para suami pada umumnya."
Samantha mematung, ucapan Kiano membuat hatinya begitu sedih mengingat nasib pernikahannya dahulu, Elias selalu beralasan dirinya adalah tulang punggung keluarga, sehingga berujung dirinya lah yang selalu mengalah.
"Kita memang belum menikah, tapi anak saya sudah ada dalam tubuh kamu. Saya bukan laki-laki pecundang yang menanam benih lalu lepas tanggung jawab. Dan kamu juga harus ingat baik-baik, saya akan buat perhitungan sama kamu kalau anak-anak saya tidak sehat karena keteledoran kamu sebagai ibu mereka."
Samantha masih mematung, tidak tahu harus bereaksi seperti apa, antara memikirkan perkataan Kiano dengan segala rasa tanggung jawab pria itu juga pengalaman masa lalunya bersama Elias yang selalu menomor satukan keluarganya.
"Hei, kalian berdua." Kiano menghampiri Gunawan dan Nicholas yang menyibukan diri dengan tugas mereka yang diberikan Samantha.
"Cukup dengar, simpan dalam hati, tapi jangan ada kata-kata ember yang keluar dari mulut kalian. Atau, saya pecat kalian!" dinginnya, lalu pergi.
Gunawan dan Nicholas hanya bisa saling pandang tanpa bisa bersuara. Indra pendengaran mereka memang telah menangkap semua yang dibahas antara Kiano dan Samantha dan merekamnya dengan baik dalam otak mereka.
Bersambung✍️