Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Dalam tidurnya, Dila merasa tengah dibangunkan oleh Abdullah. Rasa bahagia menelusup di relung hati, dengan mata terpejam ia tersenyum. Pria yang selalu ketus dan galak itu, kali ini membangunkan dirinya dengan lembut. "Aku mencintaimu suamiku..."
"Suami?" Pria tampan kaget dan bingung, mana mungkin gadis belia itu sudah bersuami.
"Dek, bangun..." si jangkung mengulangi membangunkan Dila, tapi gadis itu tidak juga bangun justru senyum-senyum, membuat si pria mengerutkan kening.
"Hai... bangun..." si pria kali ini menyentuh telapak kaki Dila.
"Emmm... masih ngantuk Mas" ucapkan manja, dengan mata yang masih terpejam.
Si tampan geleng-geleng kepala, bingung bagaimana caranya agar gadis itu bangun, tapi tetap mencoba sekali lagi.
Perlahan-lahan mata Dila terbuka, samar-samar pria gagah dan tinggi berdiri di depannya. Ia berkedip merasa tengah bermimpi didatangi pangeran tampan dari negeri dongeng.
Dila mengucek matanya, hingga tampak jelas wajah pria yang kemarin membantunya mengangkat keranjang. "Kakak" Dila seketika berdiri.
"Kamu ngantuk sekali?" Pria itu yakin jika tadi malam Dila begadang karena main game.
"Maaf Kak, saya ketiduran" Dila cepat-cepat ambil kantong plastik, sejatinya wajahnya malu sekali. Kenapa juga pakai ketiduran? Bahkan mimpi jika yang membangunkan adalah Abdullah. "Saya kesini mau mengantar pesanan ini, Kak" Dila menyerahkan kantong plastik, setelah diterima ia cepat naik ke atas motor ingin segera pergi karena malu.
"Tunggu dulu" ujar si pria, ketika Dila mendorong motor, lalu menaikkan standar dengan kaki.
"Ada apa lagi Kak?"
"Kan belum dibayar."
"Astagfirullah..." Dila tepuk jidat, kenapa pula sampai lupa, bisa-bisa tiba di Catering Eco nanti diminta ganti rugi. Dila hendak turun dari motor, tapi si pria ternyata menghampiri. Menyerahkan uang pembayaran tidak lupa uang tip.
"Kok uang tip nya banyak sekali, Kak" Dila hendak mengembalikan uang tersebut, karena merasa tidak lazim, pemberian uang tip hingga seratus ribu. Sebab, tiap kali menerima uang tip biasanya lima sampai dua puluh ribu, bahkan banyak yang tidak memberi. Itupun Dila tidak pernah mengharapkan karena kerja di catering sudah mendapat gaji, makan siang, bahkan uang transportasi.
"Tidak apa-apa." Si pria lantas membuka pintu.
"Terima kasih Kak" ucap Dila menatap si pria, tapi hanya mengangguk lalu masuk.
Dila akhirnya kembali ke catering, karena ketiduran, tiba di sana hingga jam empat lebih.
"Hai, kekasih hatiku..." Imam nyengir menyambut kedatangan Dila.
"Assalamualaikum... dong, Kak" Dilla heran dengan pria satu ini, jika bertemu ha he saja.
"Assalamualaikum... Humaira..." Imam lagi-lagi terkekeh.
"Saya belum shalat Kak" Dila terburu-buru meninggalkan Imam yang selalu menggombal, tapi bukan Imam jika tidak mengejar.
"Kita shalat bareng La, aku kan calon imam kamu" ujarnya percaya diri.
Dila tidak menyahut karena waktunya hanya sedikit, segera masuk toilet. Begitu kembali, Dila langsung ke mushala yang disediakan pihak catering. Rupanya Imam sudah menunggu di depan. Pria itu tidak main-main, akhirnya menjadi imam dengan bacaan fasih.
"Dila, kamu pulang bareng aku saja" kata Imam ketika Dila berjalan terburu-buru ke luar pagar, dengan perasaan tidak tenang khawatir Abdullah sudah sampai di rumah lebih dulu.
"Lain kali Kak" Dila hanya melambaikan tangan saja, kebetulan ojek sudah menunggu di pinggir jalan.
Tiba di rumah, Dila kaget karena pintu tidak dikunci. Sudah bisa dipastikan bahwa Abdullah benar-benar tiba lebih dulu. "Assalamualaikum..." ucapnya.
Jawaban salam terdengar dari ruang tamu, Dila menuju ke arah suara. "Kemana saja Kakak semalaman tidak pulang?" Tanya Dila menatap Abdullah yang tengah duduk di sofa, menatap kosong ke depan.
Hanya karena salamnya dijawab Abdullah saja, membuat hati Dila sedikit simpati. Begitu dekat, ia mengulurkan tangan untuk salim, kali ini Abdullah membiarkan punggung tangannya dicium Dila. Namun, betapa terkejutnya Dila ketika Abdullah menatapnya sekilas. Dua sisi pipinya lebam-lebam, pojok bibir pun menghitam.
"Kakak habis main tinju?" Dila sedikit meledek, hatinya bertanya-tanya, apa yang terjadi di luar sana, mungkin saja Abdullah dikeroyok orang menyebabkan tidak sadar hingga tidak pulang semalaman.
"Jangan tanya terus, bibir saya sakit untuk ngomong" jawabnya sembari memegangi bibirnya yang terasa perih jika bicara.
"Lagian, sudah tahu luka begitu kenapa tidak berobat ke dokter?" Dila tetap saja ngomel-ngomel, harta banyak, tapi Abdullah benar-benar pelit untuk dirinya sendiri pun.
Tidak ada jawaban dari Abdullah, Dila tidak bertanya lagi lalu meletakkan tas di kamar. Ia mencari handuk kecil, setelah menemukan lalu ke dapur ambil baskom, mengisinya dengan air hangat tidak lama kemudian kembali.
"Buat apa itu?" Tanya Abdullah dingin, menatap Dila yang mencelupkan air hangat ke dalam baskom.
"Untuk mengompres luka Kakak" Dila menjawab, tanganya memeras handuk.
"Memang saya demam, mau kamu kompres" Abdullah membanting badannya ke sandaran sofa.
"Supaya aliran darah nya lancar, Kakak..." Dila greget, lalu duduk di sebelah Abdullah menempelkan handuk di pipi yang berwarna biru.
"Aaagghhh..." Abdullah mengeram kesakitan.
"Tahan apa, kalau tidak mempunyai ilmu kebal, makanya jangan adu jotos, begini kan jadinya."
"Siapa juga, yang adu jotos" Abdullah tidak mau bercerita kejadian yang sebenarnya.
Dila tidak bicara lagi, ia terus mengompres luka Abdullah, pria itu pun akhirnya memejamkan mata, mungkin merasa lebih enak. Hingga air tidak hangat lagi, Dila menyudahi mengompres lalu kembali ke dapur.
Dila membuka lemari pendingin hendak memasak sayur yang ia beli sebelum berangkat kerja tadi pagi, untuk makan malam tentunya. Ia kaget ketika kulkas terbuka, bermacam-macam sayur memenuhi kulkas. Ia membuka freezer pun banyak lauk tersimpan di sana. Entah siapa yang belanja, tapi Dila yakin mbak Mar lah yang disuruh belanja oleh Abdullah. "Berarti pria itu di rumah sejak pagi" batin Dila, menoleh Abdullah yang saat ini sudah merebahkan tubuhnya di sofa.
Sore itu, Dila pun memasak dengan cepat, capek jelas iya, tapi ia melakukan semua itu demi tugas sebagai seorang istri. Lauk, sayur, dan tempe, telah matang, lanjut ke kamar. Ketika melewati Sofa, Abdullah masih tidur. Dila biarkan saja, waktu sudah mendekati magrib, lebih baik mandi lanjut shalat.
Malam harinya setelah isya, Dila keluar kamar lalu menata piring di meja, niatnya ingin mengajak Abdullah makan malam. Dia yakin, Abdullah malam ini tidak akan kemana-mana mengingat wajahnya yang bonyok.
Tok tok tok.
Dila mengetuk pintu kamar Abdullah, tidak lama kemudian pria itu muncul. "Mau apa?" Tanyanya.
"Makan malam dulu" Dila hanya mengucap kata-kata itu lalu balik badan. Mau makan sukur, tidak mau ya sudah, Dila tidak akan memaksa. Namun, ternyata Abdul mengikuti, mungkin pria itu lapar.
Seperti selayaknya istri, Dila melayani makan dengan baik, ia tidak mengharapkan hati Abdullah akan berubah mencintainya, hanya tidak ingin ribut, itu saja.
"Kamu bekerja di mana?" Tanya Abdullah pada akhirnya.
"Di catering tidak jauh dari sini."
"Di catering?" Abdullah kaget mendengarnya. "Yang benar saja, kamu bekerja di catering."
"Memang kenapa kalau saya kerja di catering? Kalau mau membandingkan gadis pihanmu, Silfia bukan artis, bukan sekretaris yang cantik dan wangi, atau pekerjaan menjanjikan yang lain. Silfia juga seperti saya, bekerja sebagai baby sitter." Sindir Dila, ia tidak suka jika Abdullah meremehkan pekerjaannya.
Abdullah seketika diam menunduk, tanganya menyendok nasi memasukkan ke dalam mulut. Tanpa Abdullah tahu, Dila memperhatikan suaminya itu makan dengan lahap, akhirnya Dila pun makan juga. Saat sedang enak makan, ada saja gangguan, handphone Abdullah di atas meja makan bergetar. Dila melirik handphone di sebelahnya, siapa lagi yang telepon jika bukan Silfia, Dila dan Abdullah saling pandang.
...~Bersambung~...
Perjuangkan humaira mu Imam, tapi hasil akhir tetep author yang menentukan 🤣
Dila nikah dengan Imam
Dila nikah dengan Tristan
Dila nikah dengan pangeran kuda hitam yang belum disebutin namanya oleh author
🤭🤭
Semangat Update terbaruuuu....
kau mmang pintar buat para readers penisirn kak..
lanjut kak...
semngat
mengapa dulu tidak jujur sama orang tua jika sudah menikah agar tidak menghancurkan perasaan orang lain