Mati-matian berusaha dan berakhir gagal membuat Deeva enggan membuka hati, tapi sang ibu malah menjodohkannya tepat dimana perasaannya sedang hancur. Diantara kemalangannya Deeva merasa sedikit beruntung karena ternyata calon suaminya menawarkan kerjasama yang saling menguntungkan.
"Anggap gue kakak dan lo bebas ngelakuin apa pun, sekalipun punya pacar, asal nggak ketahuan keluarga aja. Sebaliknya hal itu juga berlaku buat gue. Gimana adil kan?" Arshaka Rahardian.
"Adil, Kak. Aku setuju, setuju, setuju banget." Deeva Thalita Nabilah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asing
“Bi Sumi masak apa? Aku mau makan.’’ Deeva sudah berada di dapur mengamati masakan yang sudah tersaji di meja makan.
‘’Wah ini kayaknya enak, makan bareng aku yuk Bi?’’ ajaknya kemudian.
‘’Bibi sudah makan dari tadi Mba. Ini juga makanannya sudah dingin, gimana kalo Bibi panasin dulu?’’ jawab Bi Sumi. Dari tadi ia bahkan sudah membereskan meja makan da nyaris memasukan makanan yang belum tersentuh itu ke dalam lemari es karena sejak sore baik Deeva maupun Shaka tak ada yang keluar dari kamar. Bi Sumi pikir kedua majikannya tak akan makan.
‘’Nggak usah dipanasin Bi, nggak masalah aku.’’ Ucap Deeva seraya mengambil sedikit nasi dan beberapa sayuran yang sudah dingin.
‘’Hm tambah telur setengah mateng kayaknya lebih enak.’’ Ucapnya lirih tapi masih bisa didengar oleh Bi Sumi.
‘’Bibi buatkan yah, Mba?’’
‘’Nggak usah Bi, aku masak sendiri aja.’’ Deeva beranjak dari duduknya. Disaat seperti ini ia harus beraktivitas supaya tak terus menerus otaknya memikirkan sikap Shaka yang menyebalkan. Begitu lah kira-kira nasihat yang diberikan oleh Elisa. Berbincang cukup lama dengan sahabatnya membuat Deeva kembali waras, tak perlu terlalu baper dengan apa yang terjadi sekarang, cukup hadapi seperti apa pun yang terjadi. Tidak perlu merasa sendiri, sedih, menderita toh semua sudah pernah ia rasakan saat mengejar Dirga dulu.
Deeva memecahkan satu telur ke dalam Teflon tak lupa menambahkan sedikit garam, tak sampai satu menit telur itu sudah siap saji. Deeva membanya dengan riang ke meja makan, segampang itu mengembalikan mood nya. Tapi baru mau duduk air wajahnya berubah kala melihat Shaka juga berjalan menuju meja makan.
‘’Masak sendiri? Padahal tinggal bilang ke Bi Sumi aja.’’ Ucap Shaka yang sudah duduk di sebelah Deeva. Sebenarnya Shaka begitu malas meninggalkan kamar setelah mendapat ceramah dari kakaknya. Ia memilih untuk mandi kemudian tidur saja, barangkali begitu bangun besok ia bisa berfikir lebih jernih, bagaimana cara berbaikan dengan Deeva. Tapi kala Bi Sumi memberitahunya jika Deeva sedang berada di dapur, ia spontan lanngsung pergi kesana.
‘’Nggak apa-apa, aku bisa sendiri.’’ Kali ini Deeva menjawab meskipun irit. Ia melanjutkan makannya dengan cepat.
‘’Lain kali suruh Bi Sumi aja. Bi Sumi kan sengaja ada di sini buat ngurus semuanya.’’ Shaka cukup senang kali ini Deeva sudah mau bicara, ‘’sorry ambilin sayur depan lo.” Shaka menggeser piringnya ke dekat Deeva.
Deeva tak mengambilkan sayur untuk Shaka, ia hanya mendekatkan piring sayur itu ke Shaka. ‘’Kalo kita beberapa hal harus dikerjakan sendiri meskipun ada yang lebih bertanggung jawab terhadap hal itu. Karena kadang ada orang yang merasa direpotkan dan keberatan akan tanggung jawabnya.’’ Jelas Deeva.
‘’Aku punya temen yang udah dijodohkan. Calon suaminya bilang selama orang tuanya jauh maka dia tanggung jawabnya. Tapi pas temen aku kena masalah dia malah marah-marah. Kasihan banget yah temen aku.’’ Pungkasnya mengeluarkan unek-unek sebelum pergi dari meja makan.
Mendengar itu Shaka langsung diam, tak jadi makan. Rasanya seperti ditampar berkali-kali bahkan lebih sakit. Tadi oleh Retha dan kini oleh Deeva. Menyadari dirinya salah ternyata lebih sakit dibandingkan kena tampar beneran.
‘’Yang lo bilang temen itu diri lo sendiri kan?’’ gumam Shaka, ‘’iya, gue orang yang nggak tanggung jawab.’’ Lanjutnya lirih.
‘’Loh Mas Shaka tidak jadi makan?’’ tanya Bi Sumi melihat isi piring yang masih utuh sedang pemuda itu sudah beranjak pergi.
‘’Nggak, Bi. Beresin aja.’’ Shaka lantas pergi ke kamar Deeva. Ia belum tau harus melakukan apa tapi kakinya melangkah kesana begitu saja.
‘’Belajar?’’ basa basinya pada Deeva saat mendapati gadis itu anteng di meja belajar, nampaknya sedang mengerjakan tugas. Tak seperti sebelumnya pintu kamarnya kali ini dibiarkan terbuka. Tak mendapat jawaban Shaka memutuskan duduk di ranjang Deeva sambil mengamati kamar yang sangat girly. Banyak boneka seperti kamar kakaknya dulu.
Sudah tiga puluh menit disana tapi Deeva tak juga beranjak dari meja belajar. Shaka mengambil ponsel dari sakunya yang lagi-lagi puluhan pesan masuk dari nomor tak di kenal. Tak pakai lama, blokir. Kini ia melilih menghampiri Deeva di mejanya.
‘’Ngejain apa sih?’’ Shaka melihat ka catatan yang sedang dibuat Deeva.
‘’Oh Matematika. Mau gue bantu?” tawarnya kemudian.
“Nggak usah, aku bisa sendiri. Ntar ngerepotin!’’ jawaban Deeva sungguh singkat, padat dan penuh sendiran.
“Nggak ngerepotin, sini gue bantuin. Kayaknya gue masih inget dikit soal beginian, lagian lo tanggung jawab gue. Lo udah gue anggap adek jadi nggak usah ngerasa ngerepotin.”
“Aku yah tanggung jawabku sendiri. Kak Shaka nggak perlu tanggung jawab ke aku, bukan siapa-siapa. Aku nggak mau ngerepotin!’’ tegas Deeva.
‘’Sebenernya gue-‘’
Deeva meletakan pulpennya dan menatap Shaka yang berdiri di sampingnya. Gara-gara ngomong terus dia jadi tak selesai-selesai mengerjakan tugas matematika.
‘’Kak Shaka nggak perlu jelasin apa-apa,’’ sela Deeva sebelum Shaka selesai bicara.
‘’Kak Shaka mending balik ke kamar aja. Kakak nggak perlu bantu aku ngerjain tugas karena aku pun nggak butuh bantuan.’’
‘’Aku tau kerjaan kakak banyak. Aku janji nggak akan bikin masalah lagi di sekolah.’’ Ingin sekali Deeva menjelaskan jika dirinya tak pernah membuat masalah, bukan dia yang memulai tapi sepertinya tak perlu toh Shaka tak akan peduli.
‘’Kak Shaka juga nggak perlu khawatir aku bakalan sakit terus ngerepotin kakak karena dari dulu aku biasa hidup sendiri dan aku baik-baik saja.’’
Semakin banyak kata yang keluar dari bibir tipis gadis itu membuat Shaka kian merasa bersalah. Deeva, anak kecil dihadapannya justru memiliki pemikiran yang lebih dewasa dari dirinya.
‘’Kak Shaka ke kamar aja, istirahat. Aku mau lanjut ngerjain tugas.’’ Deeva beranjak dari tempat duduknya dan mendorong Shaka untuk keluar dari kamarnya.
‘’Kak Shaka belum kenal aku. Nggak usah khawatir kedepannya aku nggak akan ngerepotin Kak Shaka lagi. Maaf yah karena udah ngerepotin Kak Shaka beberapa hari ini.’’ Pungkas Deeva sebelum menutup pintu kamarnya.
Shaka masih mematung di depan kamar Deeva meski pintu di depannya sudah tertutup. Gadis itu meminta maaf sambil tersenyum tapi entah kenapa semua ucapannya malah terdengar menyedihkan.
‘’Maaf...’’ gumam Shaka lirih, ‘’harusnya gue yang minta maaf, bukan lo.’’ Batinnya yang kemudian berlalu ke kamarnya sendiri.
Pagi harinya Shaka sudah rapi, begitu pun Deeva. Namun ada yang sedikit berbeda pagi ini, Deeva pergi sekolah sendiri. Ia menolak Shaka yang hendak mengantarnya.
‘’Aku tau Kak Shaka sibuk, jadi aku udah pesen taksi. Kakak nggak usah nganter aku mulai sekarang, nggak usah jemput juga karena sekolah aku sama kantor Kak Shaka nggak searah. Aku nggak mau ngerepotin Kak Shaka.’’
‘’Tapi nanti kakek-‘’
‘’Tenang aja Kak. Aku udah bilang ke kakek dan diizinin.’’
Shaka tak lagi punya alasan.
‘’Aku berangkat dulu, Kak.’’ Deeva mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Shaka hanya diam, butuh waktu lumayan lama hingga ia memberikan tangannya itu pun setelah Deeva memanggilnya berulang kali.
‘’Kak..’’
‘’Iya, hati-hati dijalan. Kalo ada apa-apa telpon gue.”
‘’Aku nggak akan nelpon kak Shaka. Nggak mau bikin repot.’’ Ucap Deeva sebelum pergi.
Shaka menatap taksi yang ditumpangi Deeva hingga menghilang dari pandangan. Shaka segera masuk ke mobilnya dan melaju dengan lambat. Karena tak perlu mengantar Deeva sehingga dia memiliki banyak waktu kali ini.
‘’Harus gimana gue ngadepin ini bocah? Gue yang salah dia yang minta maaf. Selalu bilang nggak apa-apa, nggak mau ngerepotin sambil senyum. Tapi aneh setiap lo bilang nggak apa-apa sambil senyum malah kayak nunjukin kalo lo nggak baik-baik aja Deev.’’
Sepanjang perjalanan ke kantor pikirannya hanya berfokus pada Deeva. Gadis itu sudah mau berbicara, bahkan seolah tak terjadi apa-apa tapi kenapa rasanya malah seperti Deeva sedang menjauh dari dirinya.
.
.
.
up gasik sebelum upacara nih guys
Jangan lupa like komennya yah
luv luv🥰🥰
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍