Impian memiliki rumah tangga harmonis ternyata harus berakhir di usia pernikahan yang ke 24 tahun. Handi sosok suami yang di harapkan bisa melindungi dan membahagiakannya, ternyata malah ikut menyakiti mental dan menghabiskan semua harta mereka sampai tak tersisa. Sampai pada akhirnya semua rahasia terungkap di hadapan keluarga besar ayah dan ibu Erina juga kedua anak mereka yang beranjak dewasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Enigma Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penjelasan
"Aduh...salah apalagi aku. Tadi udah senang ngeliatnya. Kenapa tba-tiba merungut lagi?"
*Assalamualaikum mba Lita. Nanti aku ke rumah mau taruh tas baju. Mba ada di rumah kan?*
Terkirim...
"Mba Lita sudah di wa mas?"
"Sudah. Belum di baca. Mungkin sibuk ngurus Dito. Kita langsung ke sana aja Er."
Antara enak dan tidak. Rasanya kami seperti tidak ada tata krama. Penghuni rumah masih tinggal di dalam kami malah menaruh barang di rumahnya. Semacam pengusiran secara halus namanya. Tapi ini bukan kemauan kami, ini paksaan ibu mertua yang mau tak mau harus kami lakukan.
"Assalamualaikum mba Lita," mas Handi mengucap salam dari luar pagar.
Ceklekkk !
"Eh, dek Handi. Wa'alaikum salam..." mba Lita bergegas ke arah pagar sambil membawa kunci gembok untuk membukanya.
"Maaf ganggu istirahatnya mba," ucapku sambil membawakan 1 tas berisi baju.
"Gak dek. Mba lagi nonton tv. Ayo masuk,"
"Aku gak lama mba. Cuma mau nitip tas ini. Tadinya mau aku bawa ke rumah mamah mertua, tapi tadi ibu nangis minta aku taruh tas di sini."
"Gak apa dek. Taruh aja di sini. Minggu depan mba kan pindah. Besok baru mau urus dp rumah. Mau di taruh mana tasnya. Terserah kamu,"
Kami menaruh 3 tas yang berisi baju di ruang tengah. Rasanya tidak sopan juga kalau kami taruh tas di dalam kamar karena penghuni rumah masih ada di sini.
"Aku titip tas di sini ya mba," sahut mas Handi.
"Iya dek, nanti kalau kamar sudah di bereskan mbah pindahkan ke dalam kamar ya,"
"Iya mba. Terserah mba saja. Aku mau langsung pulang ke rumah mamah Erina ya mba. Besok kerja berangkat pagi-pagi," pamit mas Handi.
"Erina pamit ya mba. Terima kasih sebelumnya. Maaf jadi merepotkan mba Lita."
"Gak kok dek. Gak apa-apa. Taruh di sini aja tasnya. Jadi gak bolak balik,"
Kami segera meninggalkan rumah mas Yoga. Sepanjang perjalanan aku hanya terdiam. Tidak mau membahas kejadian ibu yang menepis tangannya ketika hendak berpamitan. Sekarang aku sudah tidak perduli apa kata keluarganya yang penting aku dan keluargaku hidup nyaman dan bahagia.
***
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikum salam... Nah itu Darti,"
"Ada tamu pak?" tanya Darti sambil masuk ke ruang tamu.
"Iya, sini duduk dulu,"
"Ada apa pak. Kok kayaknya serius banget,"
"Kamu ingat mas ini ndak?"
Darti menggelengkan kepala
"Siapa ya? Aku baru lihat pak," jawab Darti bingung
"Nah kan...wong sudah lama kejadiannya. Ini mas Radi. Dulu dia pernah ke toko kita. Waktu jaman kamu masih SMP dan mas ini sudah SMA."
"Ooo... Terus ada apa ke sini. Aku betul-betul ndak ingat kalau pernah ketemu."
"Jadi mas Radi ini diam-diam sering perhatikan kamu. Dari dulu. Jaman masih sekolah."
"Sekarang mas Radi sudah bekerja, jadi PNS di Jakarta," sahut si ibu.
"Lah, terus hubungannya sama aku apa?"
"Maksud kedatangannya mas Radi sekarang mau berkenalan lebih jauh sama kamu dan keluarga kita,"
"Terus kalau sudah kenalan lebih jauh mau apa?" Darti terus bertanya
"Ya mau lanjut ke yang lebih serius,"
"Maksudnya?" Darti sudah mulai kesal
"Ya mau melamar kamu nantinya. Masa mau buat main-main," jawab si ibu dengan sabar
"Gak bu. Aku gak mau. Aku belum mau nikah. Aku masih pengen belajar. Masih pengen kerja."
spontan Darti menolak niat baik Radi
""Iya, itu masih bisa kamu lakukan. Toh mas Radi tidak akan melarang. Betul kan mas Radi?" tanya si bapak.
"Betul pak, saya tidak akan pernah melarang pasangan saya untuk bekerja," jawab Radi
"Aku tetap gak bisa. Mohon maaf mas Radi. Pak..bu... Aku sudah punya calon suami. Aku memang belum mengenalkannya karena kami belum siap. Nanti suatu saat aku pasti mengenalkan pada bapak dan ibu." dengan yakin Darti menjelaskan kepada orang tuanya.