NovelToon NovelToon
Transmigrasi Sistem Si Pewaris Terkaya

Transmigrasi Sistem Si Pewaris Terkaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita
Popularitas:21.2k
Nilai: 5
Nama Author: Madya_

Lyra hanyalah gadis biasa yang hidup pas-pasan. Namun takdir berkata lain ketika ia tiba-tiba terbangun di dunia baru dengan sebuah sistem ajaib!

Sistem itu memberinya misi harian, hadiah luar biasa, hingga kesempatan untuk mengubah hidupnya 180 derajat. Dari seorang pegawai rendahan yang sering dibully, Lyra kini perlahan membangun kerajaan bisnisnya sendiri dan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di dunia!

Namun perjalanan Lyra tak semudah yang ia bayangkan. Ia harus menghadapi musuh-musuh lama yang meremehkannya, rival bisnis yang licik, dan pria kaya yang ingin mengendalikan hidupnya.

Mampukah Lyra menunjukkan bahwa status dan kekuatan bukanlah hadiah, tapi hasil kerja keras dan keberanian?

Update setiap 2 hari satu episode.

Ikuti perjalanan Lyra—dari gadis biasa, menjadi pewaris terkaya dan wanita yang ditakuti di dunia bisnis!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madya_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Lyra yang muak

Udara pagi di kota itu terasa segar, tapi menusuk hingga ke tulang. Langit biru pucat, terbelah oleh cahaya matahari yang baru saja merangkak naik di balik gedung-gedung tinggi. Dari balkon suite hotel, Lyra berdiri memandang ke bawah. Jalanan sudah mulai padat, deru mesin dan klakson bercampur jadi satu, membentuk irama khas kota besar.

Ia mengusap pelipis. Tidurnya semalam terlalu singkat, tapi matanya tajam, waspada.

“Masuk, Zen,” gumamnya dalam hati.

Suara itu datang, tenang tapi membawa bobot yang membuat napasnya sedikit tertahan.

(Ding, Selamat. Sistem menghadiahkanmu 15% saham dari perusahaan Diamond nilai awal dua belas juta dolar dan keterampilan bela diri tingkat lanjutan)

Lyra merasakan sensasi hangat yang merambat dari ujung jari hingga ke pundak. Otot-ototnya terasa ringan, bahkan denyut nadinya lebih stabil. Ia mengangkat tangan, menggenggamnya pelan, lalu tersenyum tipis.

“Bela diri, ya? Sepertinya permainan ini baru saja naik level.”

Dan, Lyra, Zen melanjutkan, pihak yang menyerang sistemmu… ada di lantai yang sama denganmu sekarang.

Lyra memejamkan mata sebentar, membiarkan angin pagi menyapu wajahnya. “Bagus. Lebih mudah kalau mereka dekat. Tidak perlu buang tenaga mencari.”

(Ding, Jangan lengah. Mereka tidak akan menyerang secara langsung. Untuk saat ini.)

Ia membuka mata, melangkah kembali ke dalam suite. Pantulan dirinya di cermin menyambut: rambut hitamnya tertata sempurna, gaun formal abu-abu dengan potongan elegan membingkai tubuh, dan sepasang mata yang kini tak lagi sekadar indah tetapi tajam, penuh tekad.

Zen kembali berbicara di pikirannya.

(Ding, Pagi ini jadwalmu ketat. Sesi debat panel dimulai pukul sepuluh. Ada beberapa tokoh yang… sudah menantikanmu).

Lyra memoles sedikit lipstik, lalu berkata pelan, “Menantikan untuk menjatuhkan, maksudmu?”

(Ding, Ya. Dan mereka tidak main-main. Mereka akan memancingmu dengan argumen yang kelihatannya logis tapi penuh jebakan).

Lyra tersenyum dingin pada bayangannya sendiri di cermin. “Kalau mereka menunggu, kita beri pertunjukan yang tidak akan mereka lupakan.”

Zen terdiam sejenak, sebelum suaranya terdengar lagi, sedikit berbeda, nyaris seperti nada kagum. (Ding, Kau selalu memilih bertarung, ya?)

Lyra mengambil tasnya, melangkah menuju pintu. “Kalau aku lari, apa gunanya semua ini, Zen?”

...----------------...

Lorong menuju ruang utama terasa panjang dan sunyi, karpet merah pekat meredam setiap langkahnya. Panitia yang tadi mengantarnya sudah berjalan di depan, tapi Lyra memperlambat langkah, memberi waktu bagi pikirannya untuk menyiapkan strategi.

"Detak jantungmu meningkat," komentar Zen pelan. "Kau gugup?"

Lyra tersenyum tipis sambil tetap melangkah. "Gugup? Tidak. Aku hanya memastikan kalimat pembuka nanti memukul tepat sasaran."

Langkahnya terhenti ketika sebuah suara berat, namun lembut, terdengar dari sisi kanan lorong. "Kalau begitu, aku harap aku mendapat tempat duduk di barisan depan untuk melihatnya."

Lyra menoleh. Seorang pria berpostur tegap berdiri di dekat pintu samping, mengenakan setelan tiga potong berwarna hitam pekat. Rambutnya hitam sedikit berombak, wajahnya tegas dengan tatapan abu-abu yang menusuk namun tenang. Dia tersenyum samar, seolah sudah lama menunggu.

"Hari yang sulit buat kamu"ucap Alessandro menaikan salah satu alisnya.

Lyra menatapnya dalam diam kemudian tertawa kecil.

Zen menyela dalam pikirannya. "Aku menyarankan hati-hati. Pria ini… kadar pengaruhnya terlalu tinggi untuk diremehkan."

Lyra mengatur napas, lalu melangkah kembali menuju pintu ruang utama. Alessandro mengikuti di sisi kirinya. Mereka berjalan berdampingan tanpa banyak kata, tapi udara di antara mereka seperti terisi listrik halus yang membuat beberapa orang di lorong berhenti menoleh.

Ketika pintu besar ruang forum terbuka, sorot lampu dan riuh rendah suara langsung menyambut. Kamera-kamera siaran langsung sudah menyorot ke arah mereka.

"Sepertinya kau akan menjadi pusat perhatian hari ini," bisik Alessandro, nada suaranya setengah bercanda, setengah menantang.

Lyra menoleh sekilas, matanya berkilat. "Itu memang rencananya."

...----------------...

Ruang utama forum pagi itu berkilau oleh gaun-gaun satin, jas-jas mahal, dan aroma parfum kelas dunia yang saling berebut ruang. Lampu gantung kristal memantulkan cahaya seperti bintang yang jatuh di dalam ruangan. Namun begitu Lyra melangkah masuk, udara seakan sedikit berubah.

Tatapan mengikuti setiap langkahnya. Ada yang memandang penasaran, ada yang meremehkan, dan ada pula yang penuh rasa ingin tahu bercampur curiga.

“Itu dia… gadis muda dari Indonesia. Kemarin dia berani berpidato dalam bahasanya sendiri,” bisik seorang investor berambut perak pada rekannya.

“Kemarin cuma keberuntungan,” sahut pria bertubuh besar sambil menyipitkan mata. “Mari lihat dia menghadapi debat sungguhan.”

Seorang wanita berkalung mutiara menambahkan, nadanya licin, “Dengar-dengar dia diundang cuma karena dukungan politik. Tidak akan bertahan lama di sini.”

Lyra menahan senyum tipis. Dalam hatinya ia berkata, Bicaralah. Nanti kalian sendiri yang akan mengubah nada bicara.

Gaunnya yang abu-abu elegan bergoyang lembut mengikuti langkahnya menuju kursi panelis. Tiga tokoh internasional sudah duduk di sana, aura mereka mendominasi meja.

Marcus Veldt, pengusaha media Amerika, duduk condong ke depan, ekspresinya seperti pemburu yang sudah mencium bau darah. Hiroshi Takamura, investor Jepang, tegak seperti patung, matanya dingin dan penuh hitungan. Clara Beaumont, filantropis asal Prancis, tersenyum manis, tapi senyum itu tajam seperti ujung belati.

Ketua panel membuka acara. “Baik, kita mulai dengan topik pagi ini Sustainability in Emerging Markets. Nona Lyra, kami dengar pandangan Anda… unik?”

Marcus langsung memotong. “Unik atau naif? Pasar negara berkembang sering kali tidak mampu mengikuti standar global.”

Lyra menjawab tanpa terburu-buru. “Standar global tidak berarti menyalin mentah-mentah. Artinya membangun model yang relevan dengan kondisi lokal, sambil tetap memenuhi kualitas yang diakui dunia.”

Clara tertawa tipis, seperti orang yang baru mendengar candaan manis dari anak kecil. “Menarik sekali mendengar itu dari seseorang yang bahkan belum satu tahun menjalankan perusahaannya. Kalau tidak salah… dua bulan, ya?”

Hiroshi menatap lurus, nadanya tenang tapi menusuk. “Dan modal Anda? Apakah cukup untuk bersaing tanpa bergantung pada investor asing?”

Lyra menyapu pandangan ke tiga lawannya, lalu berdiri. “Izinkan saya menjawab sekaligus.”

Ia berjalan menuju layar presentasi. Dengan satu sentuhan, data-data muncul grafik pertumbuhan, jaringan distribusi, peta interaktif.

“Perusahaan saya memang baru dua bulan,” suaranya jernih dan mantap, “tapi dalam delapan minggu itu, kami sudah berhasil memotong biaya distribusi klien rata-rata tiga puluh lima persen melalui teknologi rute pintar dan kemitraan langsung dengan produsen lokal. Hasilnya, impor barang tertentu turun sembilan persen di wilayah uji coba kami. Semua ini dicapai tanpa satu rupiah pun dari investor asing.”

Marcus terdiam. Clara berhenti tersenyum. Hiroshi memperhatikan data dengan alis sedikit berkerut.

“Saya mungkin muda, dan perusahaan saya masih muda,” lanjut Lyra, “tapi inovasi tidak menunggu usia. Data tidak berbohong. Dan saya berdiri di sini bukan karena belas kasihan siapa pun, tapi karena hasil nyata yang bahkan beberapa perusahaan Anda belum bisa capai.”

Bisik-bisik di ruangan mulai berubah nada. Dari skeptis menjadi kagum. Kamera yang menyiarkan langsung forum ini menangkap setiap detik dan mengirimkannya ke jutaan layar.

“Gila, dia baru sembilan belas tapi ngomong kayak CEO berpengalaman,” komentar seorang penonton online.

“Marcus, mentalnya kena nggak tuh?” tulis yang lain.

“Indonesia bangga banget punya Lyra,” muncul komentar yang langsung dibanjiri tanda suka.

Marcus berdeham, mencoba memulihkan posisi. “Data Anda mengesankan, tapi itu baru dua bulan. Bisakah itu bertahan?”

Lyra tersenyum tipis, seperti sudah menunggu pertanyaan itu. “Kalau Anda mau bertaruh saham perusahaan Anda, saya akan buktikan dalam setahun.”

Suara riuh memenuhi ruangan. Beberapa orang tertawa tak percaya, yang lain saling berpandangan dengan tatapan antusias.

Dari kursinya, Alessandro memandang Lyra. Wajahnya tetap tenang, tapi matanya menyimpan sesuatu sebuah pengakuan yang tidak diucapkan.

Ketua panel mengetuk meja. “Saya rasa kita semua mendapat pelajaran hari ini. Terima kasih, Nona Lyra.”

Lyra duduk kembali, napasnya teratur. Ia tahu satu hal pagi ini ia tidak hanya mempertahankan posisinya, tapi juga mencetak kemenangan pertama.

...----------------...

Selesai acara, Lyra melangkah ke lounge VIP. Lampu kristal di langit-langit memancarkan cahaya keemasan yang lembut, memantul di permukaan meja kaca dan lantai marmer. Aroma halus parfum mewah bercampur dengan wangi kopi hitam dan champagne yang baru dibuka. Di sudut ruangan, sekelompok investor tua berbicara pelan, sementara pelayan berjas hitam berkeliling dengan nampan perak.

Gaun Lyra berdesir setiap kali ia bergerak, langkahnya mantap, namun napasnya masih teratur setelah pidato yang membuat ruangan tadi terdiam. Saat ia melewati sofa kulit di tengah ruangan, Alessandro von Echeverria berdiri dari posisinya.

Ia menatapnya seolah mempelajari setiap gerakan Lyra. Gelas champagne di tangannya memantulkan kilatan lampu, dan senyum tipis menghiasi bibirnya senyum yang tak sepenuhnya dapat dibaca.

“Kau tidak hanya menyeberangi badai, Lyra,” ujarnya, suaranya berat dan lembut sekaligus, nyaris seperti gumaman rahasia. Ia sedikit membungkuk, matanya tak lepas dari miliknya. “Kau baru saja membuat kapal lawan karam.”

Lyra menatap balik, membiarkan jeda sejenak sebelum menjawab. “Kadang, badai hanyalah awal dari perjalanan.” Suaranya datar namun mengandung tantangan.

Senyum Alessandro melebar samar. “Kalau begitu… bersiaplah. Badai berikutnya mungkin jauh lebih besar.”

Lyra sempat ingin bertanya maksudnya, tetapi sebelum kata-kata itu keluar, seorang pria berjas abu-abu masuk tergesa. Ia langsung menuju Alessandro, membisikkan sesuatu yang membuat rahang sang Duke mengeras dan senyumnya menghilang.

Tatapannya kembali ke Lyra, kali ini lebih tajam. “Kita akan bicara lagi… secepatnya.” Tanpa menunggu balasan, ia berbalik, langkahnya cepat, mantel hitamnya berkibar ringan saat ia keluar ruangan.

Lyra hanya berdiri memandang pintu yang kini tertutup, alisnya sedikit berkerut.

Di kepalanya, suara Zen bergema, datar namun mengandung ketegangan.

"Lyra… sistem keamanan kita baru saja mendeteksi transfer aset besar. Tujuannya jelas mendanai musuhmu. Dan penghubungnya… ada di forum ini."

Dada Lyra terasa mengencang, meskipun wajahnya tetap tenang. Ia meraih gelas anggur di meja, menyesap sedikit untuk menutupi kegelisahan yang mulai mengalir. Matanya menyapu ruangan perlahan, menghitung siapa saja yang masih ada.

“Nama?” tanyanya dalam hati.

"Belum pasti… tapi satu sinyal kuat mengarah ke meja dekat balkon."

Lyra menggerakkan pandangan tanpa mengubah ekspresi, matanya sekilas menangkap sosok bergaun biru gelap yang sedang berbicara sambil tertawa tipis. Wanita itu menoleh sejenak, dan ada sesuatu di tatapan matanya sesuatu yang membuat insting Lyra berkata waspada.

Napasan Lyra sedikit melambat, namun jemarinya sudah mengencang di pegangan gelas. Zen kembali berbicara.

"Kita bisa memutus sinyal itu sekarang… atau mengikutinya sampai ke sumber utama."

Senyum tipis terbit di bibir Lyra, kali ini dingin. “Ikuti. Sampai mereka sendiri yang menyeret dirinya ke depan mataku.”

"Aku benar benar muak dengan mereka" Lyra mendesah kesal.

Dari balik kaca besar yang menghadap balkon, bayangan Alessandro terlihat berdiri sendirian di luar, punggungnya tegap, menatap langit malam. Seolah ia sedang menunggu atau mungkin, mengawasi.

Lyra memutar badannya perlahan, langkahnya mulai mengarah ke balkon.

Perjalanan ini… memang baru saja berubah arah.

Dan aku ingin segera mengakhirinya.

Jangan lupa like, subscribe dan komen agar author semangat update. Terima kasih🤗

1
Evi Yana
kpan up lg thor ?
Anita Dewi13
/Determined//Smile//Angry//Proud/
Ressah Van Germ
sebaiknya jgn terlalu banyak menampilkan drama para pengawal, yg nbnya adalah robot, agar tidak merusak alur/ mengurangi kesukaan pembaca.
Ressah Van Germ
gimana mau komen kalo dibuat tegang terus kyk gini? 🤭💪
Ressah Van Germ
masih binun, zen ini nama sistem, tp apa berwujud manusia spt para pengawal jg?
Ressah Van Germ
sorry gak s4 komen...
lagi asyik ngikuti alurnya..🤭💪
Ressah Van Germ
sayangnya ga ada ktrampilan beladiri/ kekuatan fisik, apa belum ya?
Ressah Van Germ
coba mampir, sapatau sesuai harapan
...
Ken Dita Yuliati
tegaaanggg bacanya dan deg-degkan tau taunya nunggu bab selanjutnya.....,
Lala Kusumah
tegaaaanng degdegan banget 😵‍💫🫣🫣😵‍💫
Grey Casanova
udah tamat kah?
Lala Kusumah
cepat hempaskan mereka Lyra 💪😍😍
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
pembantu/asisten rumah tangga
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
hai kak mampir
Lala Kusumah
tegaaaanng 😵‍💫😵‍💫🫣🫣
Lala Kusumah
kereeeeeennn Lyra 👍👍👍
Lala Kusumah
siaaap, lanjutkan 👍👍👍
Lala Kusumah
kereeeeeennn n hebaaaaaatt Lyra 👍😍💪😍
Mimi Johan
Bagus sekali ceritanya
Lala Kusumah
siap lanjutkan Thor 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!