Lian, gadis modern, mati kesetrum gara-gara kesal membaca novel kolosal. Ia terbangun sebagai Selir An, tokoh wanita malang yang ditindas suaminya yang gila kekuasaan. Namun Lian tak sama dengan Selir An asli—ia bisa melihat kilasan masa depan dan mendengar pikiran orang, sementara orang tulus justru bisa mendengar suara hatinya tanpa ia sadari. Setiap ia membatin pedas atau konyol, ada saja yang tercengang karena mendengarnya jelas. Dengan mulut blak-blakan, kepintaran mendadak, dan kekuatan aneh itu, Lian mengubah jalan cerita. Dari selir buangan, ia perlahan menemukan jodoh sejatinya di luar istana.
ayo ikuti kisahnya, dan temukan keseruan dan kelucuan di dalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
Rombongan mereka tak bisa masuk ke pusat kota secara mencolok. Mereka memutuskan melewati jalur pasar bawah tanah, tempat pedagang gelap berjualan racun, senjata rahasia, hingga informasi.
Beberapa pasukan bayangan yang selamat dan memilih bergabung dengan mereka berjalan rapat di belakang, wajah-wajah keras mereka menarik perhatian.
Di sebuah gang sempit, seorang lelaki tua berpenutup mata menghentikan langkah mereka. “Hei, anak muda. Kalian orang luar? Kalau mau lewat sini harus bayar pajak jalan.”
Lian melangkah maju sebelum Chen Yun sempat bicara. Ia menatap lelaki itu dari atas ke bawah, lalu tersenyum manis. “Kalau aku bayar dengan senyuman, bagaimana?”
Orang itu tertawa terbahak-bahak, memperlihatkan gigi ompong. “Senyumanmu bisa bikin dompetku kenyang, hah?”
Lian mendekat lebih dekat, matanya melirik tajam. Dalam sekejap, jarum perak kecil sudah menempel di leher orang itu. Senyum manisnya berubah jadi dingin. “Senyumku memang tidak bisa mengenyangkan. Tapi jarumku bisa mengirimmu kenyang tanah.”
Orang itu membeku, wajahnya pucat pasi. Teman-temannya yang lain buru-buru mundur.
Feng Xuan menatap Lian lama, matanya berkilat. “Kau memang berbahaya… dengan cara yang indah.”
Liu Ning hampir meledak. “Hei! Jangan menggodanya di depan umum!”
Yuyan tertawa ngakak, buru-buru menutupi mulut. “Ya ampun, aku merasa sedang menonton drama cinta segitiga. kaisar cemburu, Jenderal sakit hati, dan pewaris pedang jatuh cinta. Lengkap, seperti nona punya tiga suami!”
Chen Yun menoleh padanya tajam. “Diam, Yuyan.”
---
Begitu mereka memasuki pusat kota, suasana berubah drastis. Jalan besar dilapisi batu halus, bangunan tinggi berlapis cat emas berdiri megah, tapi rakyat jelata dilarang berjalan di sana. Di kiri-kanan, orang miskin hanya bisa menunduk, menghindari tatapan prajurit.
Lian berjalan dengan wajah serius. Ia menghentikan langkah ketika melihat seorang bocah kurus dipukul oleh prajurit hanya karena menjatuhkan keranjang buah.
“Berhenti!” teriak Lian.
Semua mata tertuju padanya. Chen Yun langsung siaga, Feng Xuan memandang tenang, sementara Liu Ning berbisik panik, “Lian! Jangan bikin ribut!”
Namun Lian tidak peduli. Ia melangkah maju, menahan tangan prajurit yang hendak kembali memukul. “Apa kau buta? Anak sekurus itu bahkan tidak bisa mengangkat batu, apalagi berniat melawanmu. Kau prajurit atau tukang pukul pasar?”
Prajurit itu mendengus. “Berani sekali perempuan kampung melawan hukum kekaisaran.”
Lian menyeringai. “Kalau hukummu hanya mengajarkan memukul rakyat, maka hukummu sampah. Dan aku bukan perempuan kampung. Aku tabib cantik yang bisa meracunimu hanya dengan satu sentuhan.”
Jarum perak berkilat di antara jarinya.
Suasana menegang. Chen Yun sudah memegang pedang, bersiap kalau Lian benar-benar menyerang.
Feng Xuan melangkah maju, berdiri di samping Lian. Aura naganya muncul begitu saja. “Sentuh dia, dan aku yang akan menguburmu.”
Prajurit itu gemetar, mundur sambil menelan ludah. Akhirnya ia lari terbirit-birit, meninggalkan bocah itu yang menangis.
Lian berjongkok, mengusap kepala anak itu. “Jangan takut. Kau kuat. Suatu hari nanti, kau bisa menendang pantat prajurit itu.”
Bocah itu tersenyum kecil meski air matanya masih mengalir. Ibunya berlutut, menangis berterima kasih.
Chen Yun menunduk, menyembunyikan wajahnya yang bergetar. Dalam hatinya, ia berteriak: Lian, berhentilah membuatku jatuh semakin dalam.
Liu Ning hanya bisa menghela napas keras, wajahnya merah karena cemburu. Ia merasa seperti bayangan yang tak pernah diperhatikan.
---
Mereka akhirnya menyewa rumah penginapan sederhana di gang sepi. Pasukan bayangan berjaga di luar, sementara Lian duduk di ruang utama, mengeluarkan ramuan.
Feng Xuan masuk tanpa suara. “Kau sudah kelelahan. Istirahatlah.”
Lian mendengus. “Kalau aku istirahat, siapa yang akan merawat kalian semua? Kau memang kuat, tapi kau tidak bisa mengobati luka dengan pedangmu.”
Feng Xuan menatapnya lama, lalu tersenyum tipis. “Kalau begitu, izinkan aku menjaga tidurmu malam ini. Sebagai gantinya.”
Jantung Lian berdebar. Ia buru-buru menunduk. “Jangan bicara aneh-aneh. Aku bisa tidur sendiri.”
Namun pipinya merona merah.
Liu Ning yang diam-diam berdiri di depan pintu mendengar semua itu. Dadanya sesak. Ia mengepalkan tangan, menahan perasaan yang tak bisa ia ucapkan.
Chen Yun duduk di sudut ruangan, matanya redup. Ia menajamkan pedang tanpa suara, tapi pikirannya jauh melayang.
Yuyan, yang sejak tadi mengintip, bergumam kecil sambil berguling di ranjang. “Astaga… segitiga cinta sudah berubah jadi kotak cinta. Besok-besok bisa jadi segi enam. Aku harus catat ini.”
---
Keesokan paginya, Liu Ning mendapat kabar dari orang kepercayaannya bahwa Menteri Cun tangan kanan Kaisar Liu Ming akan mengadakan pertemuan rahasia di kuil tua dekat istana.
“Ini kesempatan untuk mengetahui rencana mereka,” katanya pada yang lain.
Lian menepuk meja. “Bagus! Kita bisa intip, lalu pulang bawa gosip segar. Aku suka gosip politik.”
Chen Yun menutup wajahnya. “Lian… ini bukan gosip.”
“Tentu saja bukan.” Lian mengedip. “Tapi kalau aku bilang ‘strategi mata-mata’, kedengarannya membosankan. Kalau ‘gosip’, lebih menarik.”
Feng Xuan terkekeh pelan, tatapannya melembut.
Liu Ning hanya bisa menatapnya dengan wajah masam.
---
Malam itu mereka menyelinap ke kuil tua. Dari celah dinding, mereka mendengar Menteri Cun berbicara dengan utusan iblis.
“Segera lepaskan segel di Istana Timur. Kaisar sudah tak sabar menunggu. Dua pewaris pedang sudah bersatu itu ancaman besar.”
Utusan iblis itu mengangguk. “Jangan khawatir. Segel iblis akan bangkit, dan mereka semua akan mati.”
Lian menahan napas, matanya membelalak. Ia hampir terpeleset, tapi Feng Xuan meraih tangannya cepat, menahannya di pelukan.
Deg.
Wajah Lian memerah. “Lepas… nanti mereka dengar…” bisiknya.
Feng Xuan menatapnya dari jarak dekat, suaranya rendah. “Kalau aku lepaskan, kau akan jatuh. Mana yang kau pilih?”
Jantung Lian hampir copot.
Liu Ning yang melihat dari celah lain hampir meledak. “Astaga… apa mereka pikir ini tempat kencan?!”
Chen Yun menunduk, memejamkan mata. Ia ingin berteriak, tapi suaranya hilang.
Yuyan menggigit jarinya, nyaris pingsan menahan tawa.
---
Liu Ning menarik napas. “Kita harus bergerak cepat. Jika segel iblis benar-benar terbuka, seluruh kerajaan akan hancur.”
Chen Yun mengangguk. “Benar. Tapi kita tidak bisa gegabah. Kita harus mengumpulkan lebih banyak sekutu.”
Feng Xuan menatap Lian. “Dan selama itu, aku akan selalu di sampingmu.”
Lian hanya bisa menunduk, menepuk-nepuk dadanya sendiri dan berucap dalam hati, “Ya Tuhan… kenapa rasanya aku seperti tokoh utama drama cinta segitiga… eh, segi empat?”
Semua menoleh padanya.
“Eh? Apa? kenapa memandangku seperti itu!” seru Lian
---
Malam itu, ibu kota kembali tenang. Tapi di balik ketenangan, badai sudah menunggu.
Dan di tengah badai itu, Lian berdiri tegak berani, lucu, dan semakin menjadi pusat takdir bagi semua orang di sekitarnya.
Bersambung…
seorang kaisar yang sangat berwibawa yang akan menjadi jodoh nya Lian