Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Pagi harinya. Axel sudah bangun lebih dulu, ia segera turun menuju meja makan.
Seperti biasa, Widia sudah bersiap dengan kesibukannya di dapur.
“Tumben sudah bangun?” tanyanya setelah melihat anak semata wayangnya duduk di depan meja makan.
Axel hanya menoleh sekilas, lalu kembali menunduk menatap lembaran kertas ujiannya. “Nilaiku turun satu poin, aku masih meneliti dimana letak salahnya,” balasnya.
Widia langsung menengok, alisnya terangkat heran. “Seorang Axel? Nilainya turun?” ucapnya seolah tak percaya.
“Mama juga nggak percaya kan? Performa ku menurun,” balasnya sambil mengunyah roti bakar yang disediakan oleh ibunya, dahinya terus mengerut rapat, matanya menyipit mengamati tiap angka di lembaran itu.
Tak lama, Kiara turun dari tangga. Mendengar langkahnya, Axel buru-buru menyembunyikan lembar ujiannya ke dalam tas.
“Pagi tante,” sapa Kiara dengan ceria seperti biasa.
“Pagi sayang~” sahut Widia, masih sambil sibuk mengelap kompor.
“Axel… morning,” ucap Kiara malu-malu, menyapa pria tampan yang sudah terlihat rapi dengan seragam sekolahnya.
Axel mengangkat wajahnya, menatap Kiara sebentar. “Hem,” jawabnya singkat, kemudian kembali menunduk memainkan ponselnya.
Setiap pagi seperti ini, bangun tidur ketemu pria tampan, sarapan bersama pria tampan, berangkat sekolah bareng pria tampan… aaaa! serunya dalam hati, matanya terus curi-curi pandang menatap Axel yang masih tetap bersikap datar.
Axel menyadari mata Kiara yang tak lepas darinya, ia kemudian meletakkan ponselnya di meja, lalu menatap Kiara. “Dimana tugas yang kuberi semalam?” tanyanya tiba-tiba.
Kiara sontak mendongak. “Hah?!”
“Tugas, sudah kusuruh hafalkan materinya, mana hasilnya?”
Kiara menunduk dan memejamkan matanya, ia terdiam. Sial, aku belum kerjakan semuanya, gumamnya dalam hati.
“Ara…” panggil Axel sambil mengangkat tangannya, meminta lembaran tugas Kiara.
“I-itu… aku belum kerjakan semuanya,” jawabnya lirih.
“Berikan padaku.”
“Tapi…”
Axel mengangkat alisnya, tanpa bicara, meminta dengan bahasa wajah.
Dengan berat hati, akhirnya Kiara membuka tasnya lalu mengeluarkan lembaran kertas yang diminta oleh pemuda di depannya.
Axel segera meraih kertas itu, dengan teliti ia mengamati tiap bait kalimat jawaban Kiara, matanya tetap fokus meski mulutnya masih mengunyah sisa roti bakar yang dimakannya. Jari-jarinya tampak lihai membalikan tiap lembaran, wajahnya lurus tak teralihkan, seolah isi kertas itu adalah tugas negara yang tak boleh terlewat sedikitpun.
Dahinya mengernyit saat mendapati jawaban yang tak masuk akal baginya. “Ara, kamu yang nulis ini?”
“Kenapa? Salah?” sahut Kiara.
“Nih lihat, seharusnya jawabannya bukan ini,” ujar Axel sambil menyodorkan kertas, menandai jawaban yang salah.
Dari seberang meja, Kiara berusaha melihat, tapi tubuhnya yang pendek tak bisa menjangkau karena meja makan yang terlalu besar, gadis itu nyaris naik ke atas kursi.
Axel yang menyadari tingkah absurdnya, hanya menghela napas. “Sini, duduk disebelahku.”
Kiara membulatkan mata. “Hah?” sahutnya sedikit kaget, tapi segera melangkah mendekat lalu duduk disebelah Axel.
Axel merapatkan jarak, ia meletakkan satu tangannya di bahu kursi Kiara, nyaris terlihat seperti rangkulan. Sementara tangan satunya di atas meja, menyibak lembaran ujian lalu mulai mengulang penjelasan yang kemarin sempat mereka pelajari. Kiara mendengarkan dengan seksama, meski jantungnya terus berpacu, matanya terus melirik Axel yang semakin mepet disisinya.
Axel… deket banget lagi. batinnya terus bergumam, ia tak bisa mengendalikan wajahnya yang makin memerah.
“Paham?” tanya Axel.
“Hah?!” sahut Kiara terkejut, ia tak fokus pada pelajaran sejak tadi.
“Kamu nggak dengerin dari tadi?”
“Anu…” Kiara menggaruk tengkuknya, mencari-cari alasan.
“Fokus!” tegas Axel, tak lupa mengayunkan satu ketukan pensil di kening Kiara.
“Akh…” Kiara mengusap dahinya yang baru saja dijitak oleh pria disampingnya. “Itu… kamu terlalu dekat, aku jadi nggak bisa fokus,” gumamnya sambil cemberut.
Axel melirik. Benar saja, mereka terlalu dekat nyaris tak berjarak. Axel reflek menggeser kursinya, ia mengangkat tangannya, lalu memijat tengkuknya perlahan. Tatapannya kikuk, ia segera mengalihkan wajah.
Dia memijat tengkuknya… batin Kiara yang menyadari kebiasaan Axel, saat gelisah, salting dan ketika berbohong, pria itu selalu memijat tengkuknya.
Widia yang tengah sibuk di dapur hanya menatap senyum tingkah keduanya.
“Kiara, gimana ujian percobaannya?”
“Kurang bagus tante,” sahut Kiara sambil nyengir malu.
Axel menyeringai penuh ejekan mendengar jawaban Kiara. “Gimana mau pintar, yang selalu dibaca fantasi romansa,” gumamnya pelan, namun cukup terdengar oleh Kiara yang duduk di sebelahnya.
“Kamu juga nggak jauh lebih baik, poinmu turun kali ini,” sela Widia, membela Kiara.
Kiara langsung menoleh cepat, menatap Axel seolah tak percaya. “Benarkah? Axel, nilai kamu turun?”
“Heem, mungkin karena sering bergaul denganmu, jadi ketularan bodoh.”
“Gimana ini… kalau kamu jadi bodoh, berarti aku diajari sama orang bodoh,” cetus Kiara dengan wajah polosnya.
Axel menyunggingkan bibir atasnya, sambil mendengus kesal. “Dengar, aku hanya kehilangan satu poin. Aku masih tetap paling unggul di kelasku.”
“Kamu yakin? Kamu tidak berusaha membodohi orang bodoh?”
Axel menoleh, tatapannya tajam pada Kiara. “Kamu… sangat pandai bikin orang kesal.”
“Aku, hanya berusaha menyelamatkan diri. Bagaimanapun kamu tutorku sekarang, aku perlu mengetahui kemampuan tutorku.”
“Ara…” Axel nyaris berdiri dari kursinya, tak terima diremehkan oleh Kiara.
“Sudah, pagi-pagi udah berantem aja,” sela Widia menenangkan, kemudian mendekati dua remaja yang tengah beradu mulut di depan meja makan.
“Ini, bekal hari ini,” ucapnya sambil memasukan kotak bekal ke tas Axel dan Kiara.
“Makasih tante,” ujar Kiara dengan wajah cerianya.
“Sama-sama sayang.”
Axel langsung berkemas, ia segera bangkit dari duduknya. “Makasih ma, aku berangkat,” ujarnya datar sambil menyambar tasnya di dekat Kiara.
“Mau berangkat? Tunggu…” seru Kiara segera ikut berkemas dan mengekor di belakang Axel.
Axel tak menengok sedikit pun, ia tetap menatap lurus dan terus melangkah keluar.
Widia hanya terkekeh dan menggeleng melihat tingkah anak-anak itu.
Pagi itu, jalanan masih basah sisa hujan semalam. Udara dingin menerpa kulit Axel dan Kiara, bercampur aroma tanah yang lembap. Kiara berjalan di samping Axel dengan langkah sedikit terburu, tasnya digenggam erat di pundak. Wajahnya masih menyimpan bekas kantuk, tapi sorot matanya cerah, mengingat hari-hari berikutnya akan menghabiskan lebih banyak waktu bersama pria idamannya.
Axel berjalan tenang di sebelahnya, memasukkan kedua tangan ke saku celana. Pandangannya lurus ke depan, tapi sesekali ia melirik Kiara yang tampak berusaha menutupi senyumnya sendiri. Ada jeda canggung di antara mereka, semacam sisa dari obrolan panjang yang membuat keduanya lebih akrab dari sebelumnya.
Suara deru kendaraan sesekali memecah hening. Axel akhirnya berdeham pelan, membuka percakapan. “Kamu duluan aja, aku ada urusan lain.”
Kiara mengangkat alisnya penasaran. “Kemana?”
“Udah, nggak usah banyak tanya.”
Akhirnya Kiara melangkah maju, meninggalkan Axel di persimpangan, sesekali terus menoleh ke belakang. Tapi Axel masih berdiri di tepi jalan, menatap ke arah dirinya.
“Kenapa nggak cepet pergi, mau kemana dia?”
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰
yg tadinya seneng ketemu cinta pertama yg udah lama ga ketemu
pas ketemu sikapnya beda banget
hhh
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih