Zian Ali Faradis
Putih dan hitamnya seperti senja yang tahu caranya indah tanpa berlebihan. Kendati Ia hanya duduk diam, tapi pesonanya berjalan jauh.
Azaira Mahrin
kalau kamu lelah, biarkan aku jadi jedanya.
🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Ketika lima macam Love Language kamu tertuju pada satu orang, sedangkan sudah ada satu nama lain yang ditetapkan, maka pada yang mana kamu akan menentukan pilihan.
Dira: pilih saja yang diinginkan.
Yumna: pilih yang sesuai dengan hati.
Aira; gak usah memilih, karena sudah ada
Yang memilihkan.
Kita mungkin bisa memilih untuk menikah dengan siapa. Tapi, kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa.
Ada yang menganggap cinta pilar yang penting dalam pernikahan. Tapi, ada pula yang memutuskan bahwa untuk memilih pasangan, cinta bukan satu-satunya alasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
Kita mungkin bisa memilih untuk menikah dengan siapa. Tapi, kita tidak bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa.
Ada yang menganggap cinta pilar yang penting dalam pernikahan. Tapi, ada pula yang memutuskan bahwa untuk memilih pasangan, cinta bukan satu-satunya alasan. Dan dengan alasan apa pun pernikahan itu dijalankan--dengan, atau tanpa cinta--faktanya,
setiap orang pasti punya cinta.
Dan setiap cinta pada masing-masing orang, punya bahasa yang berbeda.
Bahasa cinta yang tak sama.
Love Language.
Ini bukan kisah tentang poligami yang berhias tangisan pedih. Juga bukan tentang orang ketiga dalam rumah tangga, yang memahat lara dalam jiwa.
Ini bukan kisah tentang air mata, tapi tentang cinta yang menemukan rumah, tapi tak berkenan singgah.
Ini kisah tentang persahabatan, yang diwarnai cinta diam-diam. Bahasa cinta yang tak terucap dalam ungkapan. Dan tentang cinta yang harus memilih antara bertahan, atau melepaskan.
**********
Ini yang ketiga kali, wajah tampan itu memenuhi layar ponsel Yumna, dan yang ketiga kalinya juga diabaikan begitu saja oleh si cantik yang masih belum mengusir raut kesal dari wajahnya.
Tiga kali panggilan telepon dari si atasan diabaikan begitu saja.
Hanya seorang Yumna yang bisa berbuat demikian. Tanpa peduli akan mendapatkan sangsi potong gaji, atau bahkan dipecat dari posisinya saat ini.
"Kok gak diangkat?"
Dira, atau Nadira Ayu yang duduk di depan
Yumna bertanya sambil menahan senyum.
"Aku masih kesal. Kakiku masih pegal."
Yumna sesekali memijit pergelangan kakinya.
Sepasang kaki indah itu baru saja dibuat naik turun tangga darurat dari lantai tiga ke lantai lima. Dan itu atas perintah si atasan yang teleponnya tiga kali diabaikan.
Teringat Yumna yang datang sambil menenteng sepatu, Dira kembali mengudarakan tawa. Tak menyangka seorang sekretaris manajer datang ke kafe--yang masih berada di lingkup kantor Tanujaya--dengan bertelanjang kaki.
Tapi itu Yumna. Si paling tak peduli dengan tanggapan orang lain, yang penting dirinya merasa nyaman.
"Zian selingkuh?" tanya Dira geli.
"Apa?!" Yumna malah terlihat sangat kaget dengan pertanyaan itu.
"Wajahmu itu, Yum. Kayak raut wajah istri yang lagi mergokin suaminya selingkuh."
"Sembarangan." Yumna mengumpat asal.
"Jam berapa kak Aira nyampek di sini?"
"Mungkin sebentar lagi. Bentar aku telepon dulu." Dira mengeluarkan ponsel dari dalam tas. "Eh Yum ini ada pesan dari kak Aira, mungkin akan sedikit terlambat katanya."
"Gak papa. Sana pesan minuman, aku haus."
Dira mengangguk setuju seraya mengetik chat balasan untuk Aira.
"Si atasan tampan bakal kesini juga kan?"
"Gak tau. Dia keluar kantor barusan pakai mobil. Terserah dia mau datang atau gak," sahut Yumna terdengar malas, padahal ujung matanya melirik ponsel yang tergeletak, berharap ada panggilan telepon dari si atasan tampan lagi, dan kali ini tak akan diabaikannya lagi. Toh gadis cantik itu sudah memecahkan rekor dengan mengabaikan telepon dari atasan sebanyak tiga kali. Di antara seluruh pegawai Tanujaya Corp, mungkin hanya Yumna yang punya prestasi seperti ini.
Yumna tersenyum geli dengan pola pikirannya sendiri.
"Aku pesan minuman ya." Dira memberi isyarat pada pramusaji yang kemudian mendekat.
"Aku mau tidur bentar," kata Yumna.
Gadis cantik itu menelungkupkan wajahnya ke atas meja, dan mulai memejamkan mata. Abaikan segala hiruk pikuk di sekitar, Yumna hanya ingin berpeluk lena walau sebentar.
Pekerjaannya hari ini tak hanya sekedar melelahkan, tapi sudah masuk kategori menyengsarakan.
Menyengsarakan?
Yumna tak berlebihan dengan ungkapan itu. Bagaimanapun bolak-balik dari lantai tiga ke lantai lima--dengan tangga darurat pula--bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkan itu bisa disebut sebagai penyiksaan. Walaupun momentumnya pas bersamaan dengan kondisi lift yang sedang tidak berfungsi. Tapi, bagi Yumna hal itu tidak tepat untuk dijadikan alasan.
Jika saja yang memberi tugas bukan seseorang yang bergelar atasan. Rasanya gadis itu sudah mengutuk orang tersebut menjadi keledai.
Tapi jika mengingat wajahnya yang sangat tampan--begitu indah di pandangan--sayang juga kalau harus dikutuk jadi hewan.
Baru juga memejamkan mata dan sudah terlihat gerbang mimpi di depannya, Dira tiba-tiba menepuk bahunya.
"Yum, ada yang datang."
"Zian?" tanya Yumna tanpa repot-repot mendongak. Hanya nama itu saja yang ada dalam benaknya.
"Bukan."
"Yumna ElShanum, bisa kita bicara sebentar."
Itu suara seorang wanita, bukan suara Zian. Saat Yumna terdongak, ia kaget melihat seorang wanita cantik berkulit putih, seputih susu telah berdiri di depannya.
Yumna membawa tubuhnya untuk duduk tegak. "Mbak, Talita. Maaf, kami sebentar lagi mau ada acara," kata Yumna dengan nada malas.
Beberapa kali pertemuan tak sengaja dengan Talita, gadis cantik itu selalu bersikap seakan Yumna tak ada. Kini ia datang meminta waktu untuk bicara, dikira Yumna juga tak bisa berbuat hal yang sama?
"Hanya lima menit Yumna. Kamu tahu kan siapa saya." Ucapan yang mengandung sedikit tekanan, dan penjelasan sistem hierarki. Yumna diam-diam berdecak kesal.
Dia Talita. Putri pak Handoko, General Manager di kantor Yumna bekerja. Sebaiknya memang tidak membuat masalah dengannya, karena jika tidak, Zian--atasannya yang akan kena imbas.
Sadar akan hal itu, Yumna mengangguk sambil menghela napas.
Talita juga mendudukkan tubuh indahnya di kursi depan Yumna. Tangannya mengeluarkan sesuatu dari tas branded yang ditentengnya.
"Ini apa?" Yumna mengernyit tak paham melihat benda yang diletakkan Talita di atas meja.
"Perlu kukasih tahu itu apa?" Talita sedikit menaikkan sebelah alisnya.
"Ini tespack, saya tau. Tapi, ini maksudnya apa?"
"Aku hamil, itu hasil tesnya," terang Talita dengan raut wajah begitu tenang. Tak terlihat ia bahagia dengan berita yang disampaikannya, juga tak terlihat tengah berduka.
"Lalu?" Yumna tentu belum paham, apa maksud putri pak GM ini memberitahukan perihal kehamilannya. Mereka tidak dekat, bahkan jarang bertemu. Kalaupun bertemu nyaris tak ada sapa di antara keduanya. Jelas, Yumna bukan orang penting yang harus tahu tentang berita kehamilan Talita.
Sekedar info. Putri pak GM tersebut masih lajang. Dan sekarang dia hamil.
Ah. Jaman sekarang ada yang hamil sebelum nikah, bukan lagi hal yang menggemparkan. Dan Yumna pun tak peduli itu.
Dira pun menampakkan raut datar. Merasa ini bukan ranahnya, gadis manis itu memilih tetap diam.
"Ini." Talita mengusap perutnya yang ramping di balik baju ketat yang dikenakan. Senyumnya terbit saat mengatakan, "ini anak Zian."
"Hahhh?"
Reaksi sangat kaget itu datang dari Dira.
Bahkan dengan sedikit gemetar ia bertanya, "Zian siapa?"
"Tentu saja. Zian Ali Faradis."
"Apa?" Dira langsung menggeleng kuat.
"Gak. Itu gak mungkin. Kamu jangan mengada-ada."
Dira tidak pernah tau pada Talita sebelumnya. Siapa, dan bagaimana dia. Dira tidak tau sama sekali. Tapi, dia tahu pada Zian.
Zian Ali Faradis--sahabatnya--adalah pribadi yang jauh dari melakukan perbuatan nista dengan menghamili orang sebelum nikah.
Lain halnya, Yumna yang notabene Sekretaris Zian di kantor. Ia tahu kalau atasannya tersebut memang cukup dekat dengan Talita. Beberapa kali mereka terlihat pergi bersama. Bahkan bisik-bisik di divisi pemasaran--dimana Zian sebagai managernya--menyebutkan adanya hubungan istimewa antara manager tampan itu dengan Talita.
Akan tetapi Zian sendiri tak pernah memvalidasi ataupun mengonfirmasi kebenarannya
Yumna juga tak pernah bertanya terkait ranah pribadi atasannya. Tapi,
Kalau pun memang benar, Zian dan Talita terlibat asmara. Yumna tidak percaya kalau Zian akan keluar batas dengan menghamili Talita.
"Dia siapa, Yumna?" Talita memberi isyarat pada Dira.
"Dira, sahabatnya pak Zian."
"Oh bagus kalau begitu." Talita menipiskan bibirnya. "Semakin banyak orang dekat Zian yang tau, semakin baik," lanjutnya santai.
Yumna menatap datar wanita cantik di depannya. Terlihat santai dan tenang. Tapi, percayalah ada gejolak dalam dada yang ia tekan kuat hingga seakan membuat sesak.
"Terima kasih sudah memberitahukan hal penting ini pada saya."
"Yumna, kau percaya Zian ngelakuin hal itu?" Dira mencengkram lengan Yumna.
"Kau percaya dia seburuk itu?"
Yumna menggeleng.
"Berharap aku percaya dengan hal ini. Mimpi saja." Yumna tersenyum sinis.
"Bagiku, ini hanya lakon cerita yang sudah booming. Terlalu biasa. Tak bisa dipercaya." Yumna menambahkan dengan nada pedas tanpa meninggalkan tatapan yang tajam.
"Oh." Talita sejenak kaget dengan reaksi Yumna, tapi kemudian ia tersenyum.
"Ini bukti kalau aku hamil." Talita meraih tespack di depannya dengan tenang.
"Tespack memang bisa menjadi bukti kalau, Mbak Talita hamil. Tapi tespack tak bisa menjadi bukti kalau itu anak Zian," tandas Yumna dengan senyum meremehkan.
"Terserah kau mau percaya atau tidak, Yumna. Tujuanku kesini tidak untuk memintamu percaya. Tapi, aku ingin menawarkan kerja sama denganmu."
"Apa?" tanya Yumna singkat.
"Aku ingin kau bicara pada Zian--"
"Apa maksudnya, pak Zian tidak bersedia untuk bertanggung jawab?" Yumna segera memangkas ucapan Talita dengan pertanyaanya. Dan kali ini tertawa sumbang.
"Tidak. Bukan begitu." Talita mengibaskan tangan dengan cepat.
"Zian sudah tahu perihal kehamilan ini, dan dia tampak bahagia sekali."
Yumna mendengkus samar. Sedang Dira langsung membanting pandangan keluar dengan menyebik. Ketaksukaannya sama sekali tak bisa disembunyikan.
Talita tidak peduli dengan ekspresi beragam dari dua orang di depannya. Ia melanjutkan ucapan
"Tapi, dia tak mau kami menikah dalam waktu dekat. Karena saat ini dia sedang fokus dengan persiapan naik jabatan."
Memang benar. Karena kinerjanya yang dinilai cukup luar biasa, Zian dipromosikan untuk menjadi General Manager menggantikan pak Handoko--ayah Talita. Tentu saja saat ini manager pemasaran itu tak ingin ada stigma buruk tentang dirinya yang akan berimbas pada promosi kenaikan jabatan tersebut.
"Tapi aku tau, hal apa sebenarnya yang membuat Zian menunda pernikahan kami," kata Angela kemudian.
Yumna memang tak bertanya, tapi tatapannya jelas menuntut jawaban dari ucapan Talita.
"Izin dari istrinya."
Yumna menautkan kedua alisnya.
"Maksudnya, pak Zian sudah punya istri begitu?"
Dira pun nampak memberikan ekspresi yang sama.
"kau sangat pandai menyembunyikan hal yang sebenarnya." Talita mengangkat sudut bibirnya samar.
Yumna berdecak.
"Pembicaraan ini terlalu berbelit-belit. Aku tak paham tujuannya kemana."
"Kamu." Talita menghela napas berat. "Yumna Elshanum, adalah istri Zian."
"Apa?!" Lengkingan suara Yumna mencelos begitu saja, seakan dapat dorongan benda tak kasat mata. Dira juga tampak menahan napas dengan ekspresi yang tak terbaca.
"Kaget?" Talita tersenyum mencibir.
"Heran ya, kenapa aku bisa tahu kalau kalian itu sebenarnya adalah pasangan suami istri."
"Lelucon dari mana ini," sungut Yumna. Namun, nampak jelas tatapannya mulai gelisah.
"Sungguh, acting kalian sangat luar biasa. Kami semua sampai terkecoh." Talita tertawa ringan.
"Siapa pun yang memberimu informasi tak bermutu ini, yang jelas dia sedang bersorak karena berhasil memperdayai." Yumna menatap dalam, begitu meyakinkan.
Talita tersenyum dan mencondongkan tubuhnya ke depan. "Kau begitu bersikeras menutupi semuanya. Hmmm.. ya, aku tahu, semua karena peraturan perusahaan yang tak memperbolehkan pasangan bekerja di tempat yang sama. Kalau ketahuan, kalian bisa kena sanksi, dan paling parahnya, akan dikeluarkan." Talita mengedikkan bahunya dengan memasang mimik sedih. Dan bagi Yumna itu terlihat menyebalkan.
"Tapi, tenang saja! Rahasiamu ini aman kok, di tanganku."
Talita kembali pada posisi semula dan memberikan senyuman remeh pada Yumna. "Tentu saja dengan satu syarat," lanjutnya.
Yumna melenguhkan napas, ia sudah tahu akhirnya akan begini. Alih-alih menyembunyikan rahasia, Talita minta pengecualian yang tentunya tak akan mudah.
"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."
*****