Benci jadi cinta, atau cinta jadi benci?
Kisah mereka salah sejak awal. Sebuah pertemuan yang didasarkan ketidaksengajaan membuat Oktavia harus berurusan dengan Vano, seorang idol terkenal yang digandrungi banyak kalangan.
Pertemuan itu merubah hidupnya. Semuanya berubah dan perubahan itu membawa mereka ke dalam sebuah rasa. Cinta atau benci?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Suci Aulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kiara
Pagi hari tepat pukul 09.30 Vano dan Okta tiba disebuah tempat khusus praktek Dokter Gisel, dokter kandungan kenalan Vano. Gisel ini merupakan dokter muda, umurnya masih 27 tahun. Dulu dia dan Vano satu kampus tapi beda fakultas. Mereka sering bertemu di kantin kampus untuk sekedar ngobrol ataupun sharing pengalaman karena mereka mempunyai kesukaan yang sama, yaitu kopi.
Mengenal Vano sejak dulu, tentu Gisel juga tau tentang Kiara. Perempuan yang menjadi cinta mentoknya Vano. Dulu mereka bagaikan uban dan ketombe. Nempel kemanapun seolah tidak bisa dipisahkan. Desas-desus putusnya mereka tentu menjadi berita yang mengejutkan bagi Gisel, lebih mengejutkan lagi saat tau kalau Vano menikah dengan perempuan lain dan akan mempunyai anak.
"Hai Van, lama gak ketemu!" Gisel menyapa Vano saat dua orang itu sudah sampai di tempat prakteknya. Vano menyambut uluran tangan itu diiringi senyuman. Sebelah tangannya menarik pinggang Okta untuk lebih dekat. Berlagak sok romantis di depan orang.
"Iya ya, udah lama banget. 3 tahunan kayaknya" Vano membalas.
Dia ingat betul, terakhir kali bertemu dengan Gisel saat mereka mendatangi sebuah event yang kebetulan menghadirkan The Boys sebagai bintang tamu.
"Oh ya, kenalin ini istri gue. Namanya Okta"
Okta menarik sudut bibirnya keatas saat Vano memperkenalkannya. Dia mengulurkan tangan yang dibalas Gisel dengan senang hati.
"Okta"
"Gisel"
Setelah basa-basi singkat, mereka langsung menuju ruang pemeriksaan. Melakukan rangkaian check-up sesuai anjuran medis dan USG untuk melihat kondisi si bayi. Vano melihat monitor itu, tepat kearah gumpalan yang mengambang di kegelapan. Rasanya jantungnya berdetak kencang, melihat embrio yang merupakan darah dagingnya sedang tumbuh berkembang. Rasanya ini seperti mimpi.
Setelah rentetan prosedur medis dilakukan, mereka duduk bertiga di sofa yang juga ada di ruangan itu. Membicarakan beberapa hal terkait perkembangan kandungan Okta dan hal-hal yang harus dihindari.
"Kandungannya bagus, janinnya juga sehat. Jangan stress ya Okta, perbanyak makan sayur sama minum air putih. Jangan terlalu capek juga. Kalo Vano minta jatah jangan dikasih dulu, tunggu sampai usia kandungan minimal 3 bulan"
Mendengar itu Okta jadi malu. Otaknya spontan membayangkan sesuatu yang terlalu jorok untuk dibayangkan. Dia menggeleng beberapa kali, mencoba mengembalikan kewarasannya yang beberapa menit yang lalu sempat hilang.
"Gak usah mulai deh Sel!" Vano berseru diiringi kekehan, membuat Gisel ikut tersenyum.
"Gue nggak nyangka kalo lo ternyata nakal juga" dokter muda itu masih gencar menggodanya, Vano sontak menggaruk leher belakangnya karena canggung. Andai Gisel tau apa yang sebenarnya terjadi.
"Namanya juga manusia, banyak khilafnya"
.
.
.
.
Check-up kandungan hanya butuh waktu satu setengah jam beserta basa-basinya. Sekarang Vano dan Okta sudah berada dalam mobil, menuju perjalanan pulang dengan membawa oleh-oleh beberapa kantong tablet vitamin. Pukul 11.00 jalanan masih agak senggang karena ini masih jam kerja, lain lagi kalau sudah masuk jam makan siang. Untuk bisa sampai cepat di tempat tujuan rasanya mustahil.
"Mau beli sesuatu dulu nggak?" Vano menawari saat mereka berhenti di lampu merah. Barangkali Okta menginginkan sesuatu. Karena selama hamil, Okta termasuk orang yang jarang ngidam hal yang neko-neko. Vano bersyukur akan hal itu.
"Pengen asinan tempat langganan gue di Sentul" melihat ada kesempatan, Okta tentu tidak menyia-nyiakan waktu. Dia langsung gercep mengutarakan hal yang dia mau sejak kemarin. Sebenarnya mau beli sendiri, tapi dia masih takut kalau harus bertemu orang banyak apalagi wartawan.
"Yaudah kita beli dulu, mumpung masih ada waktu"
Vano langsung saja menuruti, toh jam 1 siang masih lama. Dia tidak harus terburu-buru. Cowok itu pun melajukan mobilnya ke daerah Sentul untuk mencari asinan yang Okta mau. Penjual asinan kaki lima yang katanya langganan Okta sejak zaman kuliah dulu. Beruntung orang itu tidak pindah lapak, jadi mereka tidak terlalu susah mencari.
Saat tiba di tempat tujuan, Vano langsung menyuruh Adi-supirnya untuk membeli. Tidak butuh waktu lama, dua kotak asinan sudah ada di tangan Okta. Perempuan itu tersenyum senang, sudah lama dia tidak makan asinan orang yang biasa dia panggil 'Mamang' itu. Mungkin terakhir satu tahun yang lalu.
"Mau beli apalagi?" tanya Vano.
"Nggak ada, mau pulang aja. Udah capek" Ojta menjawab. Dia ingin cepat sampai rumah dan memakan asinannya. Pasti sangat enak.
Mobil melaju ke kediaman Vano yang berada di area Jakarta Pusat. Rumah megah dengan cat abu-abu yang terdapat di sebuah perumahan elite yang dilengkapi penjagaan ketat itu seakan menjadi istana dunia bagi Okta.
Mobil Vano berhenti di garasi. Pak Adi membukakan pintu mobil untuk Okta dan Vano. Dua orang itu masuk ke dalam rumah. Okta melangkah cepat kearah ruang makan. Mengambil piring lengkap dengan sendok garpu dan segelas air putih. Vano sampai geleng-geleng kepala melihatnya.
"Yakin bisa makan sendiri?" dia memberikan seruan, membuat aktifitas Okta yang sedang menuangkan asinan jadi terhenti.
"Yakinn, kemarin pad gak ada lo gue bisa kok makan sendiri. Udah gak mual-mual lagi" perempuan itu tersenyum lebar. "Udah jam dua belas tuh, lo gak berangkat sekarang?. Katanya ada pemotretan"
Oh iya, Vano hampir lupa kalau Okta taunya dia ada jadwal pemotretan. Cowok itu menoleh kearah jam dinding, ternyata sudah jam 12.05.
"Gapapa gue tinggal?"
"Gapapa lah, biasanya juga lo sering pergi pergi"
Vano menaikkan kedua alis. Menghampiri Okta yang sedang makan untuk berpamitan dan mengecup keningnya sejenak. "Yaudah, gue berangkat. Baik-baik di rumah"
Ingin rasanya Okta meneriaki Vano yang sudah dengan lancangnya membuat jantungnya dugem. Bahkan seakan gak punya dosa, cowok itu berjalan santai keluar rumah tanpa menyadari kalau tindakannya tadi benar-benar membuat Okta nyaris pingsan.
Perempuan itu memegang keningnya sendiri dengan muka linglung. Sesaat kemudian dia jingkrang-jingkrang seperti orang gila sambil berteriak tanpa suara.
"Nih jidat gak bakal gue cuci seminggu!!!"
************
Jalanan siang ini cukup macet, mungkin karena sudah tiba waktu jam makan siang. Para pekerja sedang berkeliaran di jalanan untuk mencari makan ataupun sekedar mencari udara segar setelah setengah hari dihabiskan untuk berkutat dengan pekerjaan masing-masing.
Vano menyetir sendiri kali ini, menyuruh Adi untuk tetap tinggal di rumah barang kali Okta membutuhkan bantuannya. Cowok itu menghentikan laju mobilnya di sebuah toko bunga untuk mengambil pesanan bunga lily yang dia pesan lewat Gerry kemarin. Bunga itu adalah bunga kesukaan Kiara.
Hadiah sudah, bunga sudah, penampilan oke sudah. Vano siap menjalankan mobilnya ke Bandara untuk menjemput seseorang yang dia rindukan satu tahun ini. Cowok itu melihat arlojinya sejenak, sudah pukul 12.45 masih lama dari jadwal landing Kiara yang pukul 14.00. Tapi tidak apa-apa, dia akan menunggu di lobby.
Mobil Vano berhenti di area parkir Bandara Soekarno-Hatta. Cowok itu mengecek penampilannya lagi, masih oke atau tidak. Tidak lupa menyemprotkan parfum supaya makin wangi. Tidak semua barang dia bawa masuk, cuma bunga. Untuk hadiah akan dua berikan saat di mobil nanti.
Vano menunggu di Lobby Bandara dengan perasaan tidak tenang. Jantungnya berdegup tidak menentu. Diam-diam Vano tersenyum, sudah lama dia tidak merasakan debaran ini setelah Kiara pergi. Dan sekarang dia kembali merasakannya, masih untuk orang yang sama.
Saat melihat jam dinding, rasanya jarum jam itu berjalan dengan sangat lambat. Atau Vano yang memang sudah tidak sabaran. Cowok itu berulang kali menghela nafas sambil sesekali membenarkan maskernya yang melorot. Jangan sampai netizen tah ada dia disini.
Cukup lama dia menunggu, hingga saat-saat yang dia tunggu tiba. Di seberang sana, sosok perempuan yang begitu berarti sedang melambaikan tangan kearahnya sambil memasang senyum cantik yang tidak pernah bosan untuk Vano lihat. Perempuan itu berjalan cepat menghampirinya sembari menyeret koper besar yang dia bawa.
Kiara masih cantik, bahkan bertambah dari saat Vano terakhir melihatnya satu tahun yang lalu. Tanpa menunggu persetujuan, Kiara melepas pegangannya pada koper dan langsung memeluk Vano erat. Vano pun membalas pelukan itu tidak kalah erat. Rasanya dia sangat ingin berteriak dan mengutarakan seberapa rindunya dia pada perempuan ini. Sosok orang yang selalu menemaninya sejak dulu, menjadi cinta pertama Vano dan selalu menjadi orang pertama yang menjadi tempatnya bercerita. Rasanya dia sangat ingin memutar waktu, kembali ke masa dimana semuanya tidak serumit ini.
"I miss you" Kiara berbisik di telinganya, membuat senyuman Vano semakin melebar. Cowok itu mengeratkan pelukannya, seakan tidak mau lepas dari Kiara.
"I miss you more"
Setelah berpelukan cukup lama, Kiara melepaskan pelukannya. Dia memandang Vano dari bawah sampai atas dengan mata memicing,"Kamu kurusan ya sekarang" celetuknya.
"Soalnya udah gak ada kamu yang selalu ngingetin makan"
Kiara tertawa hingga matanya menyipit, sangat manis. Vano tidak bisa mengalihkan tatapannya dari sana.
"For you" Vano memberikan sebuket bunga lily kesukaan Kiara, yang tentu diterima oleh perempuan itu dengan senang hati.
"Kamu masih inget?" tanya Kiara sembari menatap penuh kagum kearah bunga yang dia pegang.
"Masih lah, apapun tentang kamu aku gak akan pernah lupa Ki"
Senyum Kiara masih mengembang. Tangannya bergerak menyelipkan anak rambut yang jatuh ke belakang telinga. "Aku laper" ucapnya dengan manja.
"Mau makan dimana?"
"Dimana aja, yang penting kamu kasih aku makan"
Tingkah Kiara selalu berhasil membuat Vano tersenyum. Dia merangkul bahu Kiara dengan sebelah tangannya yang membawakan koper perempuan itu.
"Ayo kita cari makan!"
Dari kejauhan, tanpa sadar ada Rina disana. Kebetulan dia ada jadwal take off hari ini. Perempuan itu mengucek matanya berulang kali, guna memastikan yang dia lihat benar atau salah.
"Itu tadi Vano bukan sih?. Tapi kok sama cewek lain" perempuan itu menggumam, merasa tidak yakin dengan penglihatannya. Takut kalau jadi berita bohong.
"Vano beneran apa bukan ya.... Akhhh tau deh, entar aja pas udah landing gue tanyain ke Okta"
Mencoba untuk acuh, Rina berjalan menuju area landasan pacu untuk menjalanlan tugasnya. Jangan sampai gajinya dipotong cuma karena kebanyakan ikut campur urusan orang.
Kiara
Vano
(**untung luuu ganteng😤)
Okta**
...****************...
VANNN INGETTT WOYYY, LO UDAH PUNYA BINIII!!👊
bener itu amp hamidun🤔
kasian tuh sana sini musti pinter nyari jln