Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 29
Suasana di vila Aurelius sudah tidak sama lagi sejak kelahiran Arka dan Alea. Hari-hari yang dahulu penuh kecemasan, kini berubah menjadi ritme baru yang dipenuhi tangisan bayi, tawa kecil keluarga, dan aroma susu yang khas memenuhi udara.
Setiap sudut rumah kini memiliki ceritanya sendiri. Ruang tamu yang biasanya dipenuhi tamu bisnis Adrian, sekarang lebih sering dipenuhi mainan bayi. Balkon yang dulu tempat mereka berdua merenung, kini menjadi lokasi Anya menimang anak-anak sambil menikmati angin sore.
Namun, di balik semua kebahagiaan itu, Adrian tahu dirinya tidak boleh lengah. Dunia luar mungkin tersenyum melihat keluarga kecil Aurelius, tapi tidak semua senyum itu tulus. Ada mata yang mengintai, ada telinga yang mencari celah, dan ada tangan-tangan yang berusaha kembali merobohkan benteng yang baru saja mereka bangun.
--
Suatu malam, setelah bayi-bayi itu akhirnya tertidur, Anya dan Adrian duduk berdua di ruang keluarga.
Anya bersandar di bahu suaminya, wajahnya tampak lelah, namun matanya berbinar. “Mas… kadang aku masih tidak percaya. Kita benar-benar punya mereka.”
Adrian tersenyum, tangannya mengusap rambut istrinya pelan. “Aku pun begitu. Dulu, aku hanya bisa membayangkan. Tapi sekarang, mereka ada di sini, di pelukan kita.”
Anya terdiam sebentar, lalu menatap dalam ke arah suaminya. “Tapi… aku takut, Mas. Bagaimana kalau aku tidak cukup baik untuk mereka? Bagaimana kalau aku gagal jadi ibu?”
Adrian menoleh, menatap istrinya dengan serius. “Sayang, jangan pernah berpikir begitu. Kau sudah melewati lebih banyak ujian daripada perempuan manapun yang kukenal. Kau kuat, kau penuh cinta. Itu sudah cukup. Arka dan Alea tidak butuh ibu sempurna. Mereka hanya butuh kau, Anya—ibu mereka.”
Air mata Anya menetes, tapi kali ini karena haru. Ia menyandarkan kepala lagi di bahu suaminya, merasakan kehangatan yang selalu membuatnya merasa aman.
---
Hari-hari setelah itu terasa panjang. Bayi kembar tidak pernah memberi jeda. Jika Arka tenang, Alea menangis. Jika Alea tidur, Arka bangun. Anya sering kali terbangun dengan mata bengkak karena kurang tidur.
Andara yang sering berkunjung ke vila mencoba membantu. Ia dengan penuh semangat menggendong salah satu bayi, meski sering kali panik saat bayi itu mulai menangis keras.
“Kak! Dia kenapa?! Aku salah apa?!” teriak Andara sambil menimang Alea dengan panik.
Anya yang sedang menyusui Arka tertawa kecil meski lelah. “Dara, tenang saja. Dia hanya lapar atau ingin digendong dengan posisi berbeda. Bayi tidak bisa bicara, jadi tangis itu cara mereka menyampaikan semuanya.”
Adrian masuk dengan wajah serius, tapi langsung meledak tertawa melihat ekspresi panik adiknya. “Tante Dara, sepertinya kau lebih butuh belajar daripada bayi-bayi ini.”
Mommy Amara hanya menggeleng sambil tersenyum bangga. “Keluarga ini akhirnya lengkap. Lihatlah, bahkan tangisan bayi terdengar seperti musik sekarang.”
---
Meski Dimas sudah di balik jeruji, Adrian tahu permainan belum selesai. Beberapa kali, ia menerima laporan dari tim kepercayaannya bahwa ada investor asing yang mulai mengambil saham perusahaan Aurelius secara diam-diam. Polanya mencurigakan, seolah ada tangan lama yang masih bermain di balik layar.
Suatu malam di ruang kerjanya, Adrian menatap layar laptop dengan dahi berkerut. Dokumen demi dokumen ia buka, grafik saham ia perhatikan.
Daddy masuk, menepuk bahunya. “Kau tidak boleh habiskan semua energi hanya untuk ini, Adrian. Ingat, kau punya dua bayi yang butuh ayahnya dalam keadaan sehat.”
Adrian menghela napas. “Aku tahu, Dad. Tapi aku tidak bisa diam. Jika aku lengah, mereka yang akan kena imbasnya. Aku tidak mau Anya dan anak-anakku kembali jadi sasaran.”
Daddy menatapnya dalam-dalam, lalu mengangguk pelan. “Baiklah. Tapi jangan lupa, Adrian. Keluarga lebih penting daripada angka-angka ini. Jangan sampai ambisi melindungi membuatmu kehilangan momen bersama mereka.”
Adrian menutup laptopnya. Kata-kata ayahnya menancap dalam. Ia berjalan ke kamar, dan saat melihat Anya yang tertidur dengan kedua bayinya di pelukan, ia sadar bahwa semua perjuangannya memang untuk momen sederhana itu.
---
Beberapa minggu kemudian, media sosial kembali gaduh. Kali ini, gosip baru menyebar:
“Benarkah Arka dan Alea bukan anak kandung Anya?”
Sebuah akun anonim mengunggah foto-foto yang katanya berasal dari “orang dalam rumah sakit,” mengklaim bahwa Anya menggunakan ibu pengganti.
Komentar-komentar pedas kembali memenuhi dunia maya.
“Pantas saja langsung kembar.”
“Dasar pencitraan, bahkan anak pun bukan dari rahimnya.”
“Kasihan Adrian, dibohongi istri sendiri.”
Anya yang membaca gosip itu merasa hancur. Ia menangis sejadi-jadinya di kamar, merasa harga dirinya kembali diinjak.
“Mas… mereka bilang aku bukan ibu kandung… padahal aku hampir mati melahirkan mereka…” suaranya patah-patah.
Adrian langsung memeluknya erat. “Sayang, dengarkan aku. Mereka tidak tahu apa-apa. Kau adalah ibu sejati mereka, satu-satunya. Tidak ada gosip yang bisa mengubah itu.”
Namun malam itu, Anya sulit tidur. Ia merasa dunia selalu mencari cara untuk meruntuhkannya.
---
Keesokan harinya, Adrian mengambil keputusan berani. Ia mengadakan konferensi pers. Dengan tenang tapi penuh wibawa, ia berdiri di depan kamera bersama Anya yang menggendong kedua bayinya.
“Ini Arka Adrian Aurelius dan Alea Anindya Aurelius. Mereka lahir dari rahim istri saya, Anya. Kami berdua ada di ruang bersalin, dan semua keluarga kami menyaksikan sendiri. Jadi bagi siapapun yang menyebarkan fitnah, bersiaplah menghadapi konsekuensi hukum.”
Anya sempat ragu muncul di depan publik, tapi tatapan Adrian membuatnya kuat. Saat melihat dukungan publik yang membanjiri mereka setelah konferensi itu, Anya kembali menemukan semangatnya.
---
Meskipun gosip berhasil dipatahkan, Adrian tetap tidak tenang. Investigasi yang dilakukan timnya menunjukkan bahwa ada sindikat media bayaran yang diduga dibiayai oleh rival bisnis lama. Dan nama yang muncul bukan sembarangan: Reynard Kusuma, seorang pengusaha muda yang pernah kalah tender besar dari Aurelius.
Adrian mengepalkan tangan. “Jadi dia orangnya….”
Daddy yang duduk di sampingnya mengangguk. “Aku sudah menduga. Reynard tidak pernah bisa menerima kekalahan.”
Adrian menatap keluar jendela, hatinya membara. “Kalau dia pikir bisa menyentuh keluargaku dengan cara licik, dia salah besar. Aku tidak akan biarkan.”
---
Di tengah semua tekanan, Anya justru menemukan kekuatan baru dalam dirinya. Ia mulai aktif menulis di blog pribadinya tentang pengalaman menjadi ibu, tentang perjuangan melawan gosip, dan tentang cinta.
Tulisannya menyentuh banyak hati. Banyak ibu muda yang merasa terinspirasi dan terhibur. Komunitas online mulai menyebut Anya sebagai “Suara Perempuan Kuat.”
Suatu sore, Adrian membaca salah satu tulisan Anya sambil tersenyum. Ia menoleh ke istrinya yang sedang menidurkan Arka. “Sayang, kau tidak hanya ibu hebat. Kau juga inspirasi bagi banyak orang di luar sana.”
Anya tersenyum, matanya berkaca. “Aku hanya menulis apa yang kurasakan. Jika itu bisa membuat orang lain lebih kuat, aku bahagia.”
Adrian meraih tangannya. “Kau tidak sadar betapa besar pengaruhmu. Dan aku berjanji akan selalu jadi pelindungmu, agar kau bisa terus bersinar tanpa rasa takut.”
---
Malam itu, setelah bayi-bayi tertidur, Anya dan Adrian duduk di balkon seperti kebiasaan mereka.
“Mas,” ujar Anya lirih. “Aku sadar, meski badai datang silih berganti, aku tidak akan pernah takut lagi. Karena aku punya kalian.”
Adrian meraih tangannya erat. “Dan aku punya kau, Sayang. Kita sudah melewati banyak hal. Dan apapun yang menunggu di depan, kita akan hadapi bersama.”
Di dalam kamar, Arka dan Alea tidur dengan tenang. Di luar, dunia mungkin masih bergolak. Tapi di balkon vila Aurelius malam itu, cinta mereka menjadi benteng yang lebih kokoh daripada apapun.
Dan di kejauhan, Reynard Kusuma yang baru saja membaca berita tentang keluarga Aurelius, tersenyum sinis. “Kita lihat… seberapa lama benteng itu bisa bertahan.”
Bersambung…
apalagi dukungan keluarga sangat penting untuk menyelesaikan setiap masalah
di sini aku mendapatkan banyak pelajaran terutama bahwa keluarga merupakan dukungan pertama dan nomor satu untuk melewati setiap rintangan dunia luar..
Terima kasih banyak kak inda