Demi menikahi wanita yang dicintainya, Arhan Sanjaya mengorbankan segalanya, bahkan rela berhutang banyak dan memenuhi semua keinginan calon mertuanya. Terbelenggu hutang, Arhan nekat bekerja di negeri seberang. Namun, setelah dua tahun pengorbanan, ia justru dikhianati oleh istri dengan pria yang tak pernah dia sangka.
Kenyataan pahit itu membuat Arhan gelap mata. Amarah yang meledak justru membuatnya mendekam di balik jeruji besi, merenggut kebebasannya dan semua yang ia miliki.
Terperangkap dalam kegelapan, akankah Arhan menjadi pecundang yang hanya bisa menangisi nasib? Atau ia akan bangkit dari keterpurukan, membalaskan rasa sakitnya, dan menunjukkan kepada dunia bahwa orang yang terbuang pun bisa menjadi pemenang?
Karya ini berkolaborasi spesial dengan author Moms TZ.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35. Fadil bebas
.
Fadil mengumpat marah, tidak tahan dengan kehidupan di dalam penjara, kehilangan kebebasannya, dan harus menjalani hari-hari yang terkadang menyebalkan baginya karena dirinya selalu dijadikan pesuruh oleh sesama narapidana.
"Lakukan sesuatu, Bu! Keluarkan aku dari sini. Aku tidak tahan lagi," kata Fadil dengan nada putus asa ketika ibunya menjenguknya.
Bu Wahyuni menatap putranya dengan sedih, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun, sebagai ibu, ia juga tidak bisa diam saja melihat putranya mendekam di balik jeruji besi.
"Ibu juga ingin melakukannya, Nak. Tapi bagaimana caranya?" tanyanya bingung.
Fadil mendengus kasar. "Ya apa, kek. Mikir dong, Bu. Ibu kan masih punya sepetak tanah di Surabaya. Kenapa nggak itu saja dijual? Memangnya Ibu mau aku selamanya berada di sini?” Fadil terus mendesak ibunya.
Bu Wahyuni merasa keberatan wanita itu menggelengkan kepala. “Itu satu-satunya peninggalan ayahmu, Nak. Kalau itu dijual juga, Ibu tidak memiliki apa-apa lagi.”
Tanah yang dimaksud Fadil adalah sama yang ada di kota Surabaya. Di atasnya ada sebuah bangunan yang sederhana yang selama ini disewakan oleh ibunya, sehingga setiap tahunnya ibunya seperti mendapatkan dana pensiun. Jika tanah itu dijual, Bu Wahyuni merasa bingung, akan makan apa mereka kedepannya. Sementara saat ini Fadil juga tak lagi memiliki pekerjaan.
Bu Wahyuni mengambil nafas berat. “Lagian, kamu ini kemarin ngapain sih cari masalah sama Arhan segala?"
Kedua tangan Fadil terkepal, ingin sekali pria itu mengamuk dan memaki ibunya yang menyalahkan dirinya. Namun, pria itu menahannya karena dia tak memiliki siapapun lagi yang bisa diandalkan selain ibunya.
“Aku tidak salah, Bu. Ini semua ulah Arhan. Dia itu dendam karena Nurmala lebih menyukaiku daripada dirinya, lalu dia merekayasa sesuatu seolah-olah aku bersalah dan melaporkan aku ke polisi. Jika bukan karena dia, aku tidak akan ada di sini," kata Fadil mencoba mengelabui ibu.
Bu Wahyuni terkejut dan sedikit tak percaya. Namun, mana mungkin anaknya berbohong? Kini ia ikut merasa geram dan benci pada Arhan.
"Kurang ajar sekali anak itu. Padahal kamu itu kan temannya, kenapa tega sekali melakukan kecurangan seperti itu. Ibu benar-benar tidak percaya Arhan bisa begitu kejam.” Bu Wahyuni menggeram marah. Tanpa sadar tangannya terkepal dan memukul meja.
Fadil menyeringai melihat ibunya termakan oleh kata-katanya. "Karena itu, Ibu harus mengeluarkan aku dari sini. Lagi pula, apa yang Ibu khawatirkan? Toh ada aku yang nantinya bisa menghidupi ibu." Fadil mencoba meyakinkan ibunya
Bu Wahyuni mengangguk, ia tidak bisa menolak permintaan putranya. "Baiklah, ibu akan menjual tanah yang di Surabaya. Semoga saja itu cukup untuk membebaskanmu.” Bu Wahyuni akhirnya setuju meskipun berat hati.
Fadil tersenyum mendengar janji ibunya. “Terima kasih ya Bu. Aku sangat menyayangi Ibu," ucapnya.
Lagi-lagi Bu Wahuni hanya bisa mengambil nafas dalam. "Tapi kamu harus sabar. Karena menjual tanah itu bukan perkara yang gampang. Tidak sama seperti menjual pisang goreng. Pasti butuh waktu yang lama.”
Fadil mengangguk, tersenyum lebar sambil menggenggam tangan ibunya dan menciumnya berkali-kali.
*
Seminggu telah berlalu, dan masih belum ada kabar dari ibunya. Di balik dinginnya tembok penjara, Fadil hanya bisa berkali-kali mengambil nafas frustasi.
Hingga pagi itu ketika para tahanan baru saja selesai menerima penyuluhan, matanya tertuju pada seorang narapidana yang tampak berbeda dari yang lain. Pria itu terlihat tenang, bahkan seperti menikmati waktunya di dalam penjara. Fadil mendekati orang itu karena penasaran.
"Kenapa kau terlihat begitu santai? Sepertinya kau sangat senang tinggal di sini?" tanya Fadil ketika ia sudah duduk di dekat orang itu.
Pria itu tersenyum tipis. “Kenapa tidak santai? Kenapa tidak senang? Hidup ini terlalu singkat, jadi harus dinikmati," jawab orang itu santai.
Pria itu mendekat ke arah Fadil, berbisik di telinganya. "Di sini, aku justru merasa lebih bebas. Uang mengalir deras, dan kekuasaan ada di tanganku."
Fadil terkejut dan menoleh cepat. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan rasa penasaran yang semakin besar.
Pria itu tertawa kecil. "Kau masih terlalu naif, anak muda. Di dunia ini, uang bisa membeli segalanya, termasuk kebebasan di dalam penjara," jawabnya.
Fadil semakin tidak mengerti, sampai akhirnya dirinya terlibat dalam percakapan yang panjang, dan Fadil mengetahui bahwa pria itu adalah seorang bandar narkoba kelas kakap yang memiliki jaringan luas di dalam dan di luar penjara.
"Jika kau mau, aku bisa membebaskanmu dari sini," kata bandar narkoba itu dengan nada menggoda.
Fadil terkejut. "Benarkah? Bagaimana caranya?" tanyanya dengan mata berbinar.
"Aku butuh seseorang yang bisa menjadi kurir di luar sana. Jika kamu mau bekerja untukku, aku bisa membantumu untuk keluar dari sini," jawab bandar narkoba itu dengan nada penuh perhitungan.
“Selain bebas, kau juga akan memiliki banyak uang," lanjutnya. Matanya menatap bola mata Fadil seperti mantra pelembut sukma.
Fadil menelan ludahnya. Menjadi kurir narkoba? Ia tak pernah membayangkan itu sebelumnya. Namun, membayangkan dirinya bebas dari penjara, memiliki banyak uang, tanah ibunya tak perlu dijual, bahkan bisa membalas dendam pada Arhan. Tawaran itu terlalu menggiurkan untuk ditolak.
Tapi,,, "Apa yang harus kulakukan?" tanya Fadil ragu.
"Mudah saja. Kau hanya perlu mengambil barang dariku dan mengantarkannya ke tempat yang sudah ditentukan. Ada orang yang akan mengajarimu. Setelah itu, kau akan mendapatkan bagianmu," jawab bandar narkoba itu dengan santai.
Fadil berpikir sejenak. Ini adalah pekerjaan yang berbahaya. Namun, kebenciannya pada Arhan membutakan akal sehatnya. Ia tidak peduli dengan risiko yang ada di depannya.
"Baiklah, aku setuju. Keluarkan aku dari sini, dan aku akan menjadi kurirmu," kata Fadil dengan nada tegas. Tanpa dia sadari, bahwa dirinya sedang perlahan tergelincir ke dalam jurang yang gelap dan curam.
Bandar narkoba itu tersenyum lebar. "Bagus. Kau tidak akan menyesal telah mengambil keputusan ini. Kita akan bekerja sama dan menjadi kaya raya," ucapnya dengan nada penuh kemenangan.
*
Beberapa minggu kemudian, Fadil benar-benar keluar dari penjara dengan uang jaminan yang diatur oleh orang suruhan si bandar narkoba.
“Jangan mengulang kesalahan agar tak kembali ke sini, Mas!" pesan seorang sipir yang mengantarnya keluar. Namun, Fadil sama sekali tidak menanggapinya.
Pintu gerbang penjara terbuka lebar melepas kepergiannya. Pria itu merentangkan dua tangan menikmati udara bebas.
"Aku akan membuatmu menyesal, Arhan. Aku akan membuatmu menderita seumur hidupmu," gumamnya. Mata menyala karena dendam.
.
Bu Wahyuni terkejut melihat kedatangan anaknya. “Kamu benar-benar bebas, Nak?" Wanita itu memeluknya sambil berurai air mata.
Fadil mengusap punggung ibunya. "Aku sudah bilang kalau aku tidak bersalah, Bu. Tapi aku tidak akan diam saja. Aku akan membuat Arhan menyesal sudah berbuat jahat padaku," kata Fadil dengan nada yang dingin.
.
Arhan terus berusaha untuk membangun kembali warung "Bara Api". Ia membuat berbagai macam promosi dan inovasi menu baru untuk menarik perhatian pelanggan. Rina yang memang kuliah di bidang management bisnis juga ikut membantu dengan memberikan ide-ide kreatif dan strategi pemasaran yang efektif.
"Kita harus bisa bangkit kembali. Kita tidak boleh menyerah pada keadaan," kata Arhan dengan nada penuh semangat.
"Setuju, Mas. Dan aku sama Ibu akan tetap ada di sini untuk membantu Mas Arhan,” ucap Rina tak kalah semangat.
"Kamu harus tetap berhati, Han. Laras bilang ia mendapat kabar dari temannya kalau Fadil sudah keluar dari penjara. Fadil itu orang yang licik. Dia pasti akan mencari cara untuk terus mengganggumu," kata Budi dengan nada khawatir.
Arhan mengangguk, ia juga tahu bahwa Fadil tidak akan berhenti sebelum melihatnya hancur. "Entah dendam apa yang sebenarnya ia miliki padaku. Tapi aku siap. Apa pun itu, aku tak kan mundur," jawab Arhan tegas.
"Lagipula, kita sudah menyewa petugas keamanan untuk menjaga warung kita. Semoga saja itu bisa mencegah Fadil untuk melakukan hal yang nekat," lanjutnya.
.