Naya, gadis kaya raya yang terkenal dengan sikap bar-bar dan pembangkangnya, selalu berhasil membuat para dosen di kampus kewalahan. Hidupnya nyaris sempurna—dikelilingi kemewahan, teman-teman yang mendukung, dan kebebasan yang nyaris tak terbatas. Namun segalanya berubah ketika satu nama baru muncul di daftar dosennya: Alvan Pratama, M.Pd—dosen killer yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti kompromi.
Alvan baru beberapa minggu mengajar di kampus, namun reputasinya langsung menjulang: tidak bisa disogok nilai, galak, dan terkenal dengan prinsip ketat. Sayangnya, bagi Naya, Alvan lebih dari sekadar dosen killer. Ia adalah pria yang tiba-tiba dijodohkan dengannya oleh orang tua mereka karna sebuah kesepakatan masa lalu yang dibuat oleh kedua orang tua mereka.
Naya menolak. Alvan pun tak sudi. Tapi demi menjaga nama baik keluarga dan hutang budi masa lalu, keduanya dipaksa menikah dalam diam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Dirumah pak firman, firman dan mita sedang ngopi diruang tengah.
"Ehem , sayang kamu tidak lupa kan Minggu depan anak aku bakal pulang dan aku mau kita jemput dibandara ya"kata bu Mita sambil menyesap kopinya.
Sementara pak firman tidak menggubris nya.
"Mas kamu tu kenapa sii kok sekarang cuek banget sama aku?"tanya mita kesal
"Hahh mita aku sedang memikirkan anak ku dan kamu hanya memikirkan anak mu saja sementara naya dia sedang ada masalah dengan sekarang bahkan dia belum keluar kamar juga dari tadi sore"celoteh pak firman.
Mita langsung berdiri dengan tangan mengepal.
"Aku tau mas tapi kamu juga jangan egois bagaimana pun anak aku juga anak kamu sebagai mana aku menganggap Naya seperti anakku"
Saat firman ingin membalas kata kata mita suara alvan langsung menghampiri.
"Pahh"
"Alvan"firman langsung menyambut kedatangan menantu nya dan memeluknya begitu pun dengan Alvan.
"Saya mau ketemu Naya, apa boleh?"tanya Alvan tanpa basa-basi.
"Tentu saja kamu naik saja ke atas"jawab firman, alvan hanya mengangguk dan berjalan menaiki tangga tanpa menggubris Mita yang dari tadi sudah tersenyum ramah padanya.
Langkah Alvan terdengar berat saat menyusuri tangga menuju lantai atas. Di tangannya, ia masih menggenggam kunci mobil, tapi pikirannya jauh lebih sibuk dari sekadar perjalanan pulang.
Di ruang tengah, Bu Mita masih berdiri dengan ekspresi muram. Senyum ramah yang tadi dipaksakan untuk menyambut Alvan lenyap seketika begitu menantunya itu lewat tanpa sepatah sapaan pun.
“Menantu kurang ajar,” desisnya lirih, matanya menyipit penuh kekesalan.
Pak Firman menghela napas, lalu menatap istrinya tajam. “Kalau kamu benar-benar anggap Naya anakmu, kamu tidak akan mengucapkan itu.”
Mita mendengus, lalu kembali duduk. Tapi ada api kecil yang kini membara dalam tatapannya.
Di lantai atas, Alvan kini berdiri di depan pintu kamar Naya. Ia menatap pintu itu beberapa detik, mencoba menenangkan napasnya. Ada banyak yang ingin ia katakan, tapi tak satu pun kalimat terasa tepat.
Ia mengetuk perlahan.
Tok... tok...
“Nay… ini aku. Boleh aku bicara?”
Tak ada jawaban.
Alvan mengetuk lagi, kali ini sedikit lebih keras.
“Naya. Aku tahu aku salah. Tapi tolong, kasih aku kesempatan bicara. Lima menit saja.”
Masih tak ada sahutan dari dalam kamar.
Tepat saat Alvan ingin menyerah dan berbalik pergi, suara kunci pintu terdengar dari balik gagang. Daun pintu terbuka perlahan, memperlihatkan Naya yang berdiri di baliknya—wajahnya masih sembap, mata bengkak, rambut sedikit berantakan.
Alvan terpaku beberapa detik melihatnya. Tapi Naya hanya bersuara dingin.
“Masuk. Tapi bicara cepat. Aku gak punya banyak energi buat drama hari ini.”
Alvan masuk perlahan, dan pintu tertutup kembali.
Di dalam kamar yang sepi, dua hati yang pernah saling bersilang kini duduk di batas ranjang yang sama tapi jarak di antara mereka terasa seperti dunia yang terbelah dua.
"Maaf"ucap alvan pelan.
"Seharusnya aku tidak mengikuti nafsuku mungkin itu tidak akan terjadi,"
"Tapi itu sudah terjadi bukan bahkan anda sendiri....."Naya berhenti nafas nya sesak.
"Maaf"kata Alvan lagi, matanya memerah karena menahan air mata nya.
"Sudahlah sebaiknya anda pulang sekarang"
"Tidak aku kesini bukan hanya ingin bicara tapi menjemput kamu pulang "ucap alvan
Naya menatap alvan penuh amarah tapi Alvan tak gentar.
"Aku tidak mau ikut dengan mu dan jangan memaksa"ucap naya penuh penekanan.
"Kalau aku memaksa kamu mau apa?"tanya Alvan seolah menantang.
"Aku akan meminta papa mengusir mu dari sini dan satu hal lagi aku mau kita cerai"
Alvan tertegun mendengar ucapan naya rahang mengeras dan tangan nya mengepal kuat.
"Bercerai katamu"
"Iya"jawab Naya cepat.
Alvan menyeringai.
"Sayangnya aku tidak mau melepaskan mu, apalagi setelah kita melakukan hal itu dan aku yakin kamu pasti akan hamil setelahnya"
"Jangan bodoh kita baru melakukan nya sekali dan itu tidak memastikan aku akan hamil, walaupun hamil aku tidak akan mau mengandung benih dari mu"sarkas Naya.
"Baiklah kalau begitu agar kamu benar-benar hamil kita lakukan lagi,lagi bahkan berkali-kali "Alvan mendorong Naya hingga jatuh ke ranjang king size milik Naya.
"Brengsek.. Lepaskan"teriak naya tapi Alvan langsung membungkam mulut naya dengan bibirnya emosi yang sedari tadi ia tahan kini seperti meluap hingga melampiaskan sekarang ini sementara naya masih berusaha untuk menghentikan aksi gila alvan tapi tenaga nya tidak sebanding dengan Alvan kedua tangannya terkunci dan itu membuat Alvan semakin brutal.
"Anda benar-benar gila"gerutu Naya menatap alvan dengan tatapan tidak suka tapi Alvan tidak menghiraukan ucapan Naya bibirnya kembali bermain di leher Naya membuat Naya sempat mend3sah.
"Lepaskan....ahhhh..."
"Nikmati saja anggap kita adalah pasangan yang romantis"mendengar ucapan Alvan Naya menutar bola matanya.
"Kemaren malam kamu tidak dalam keadaan sadar tapi malam ini kamu dalam keadaan sadar dan normal" Naya hendak memukul lengan alvan tapi langsung ditangkap oleh alvan dan kembali mengunci pergerakan Naya, matanya kini tertuju pada sesuatu yang tertutup oleh baju yang dipakai Naya.
Tanpa aba-aba alvan langsung membuka satu Persatu kancing baju Naya menampakkan pemandangan yang indah dimata nya jakunnya naik turun karena menelan ludah nya sendiri.
"Ahhhh"suara desahan keluar begitu saja dimulut Naya saat merasakan hisapan pada buah d*danya.
Malam itu kembali terjadi,naya tidak bisa melawan karena sudah kehabisan tenaga, alvan tidak memberikan sedikit cela untuk nya bisa kabur bahkan sekarang dirinya sudah terperangkap ke dalam kukungan alvan yang hanya menutupi tubuh mereka dengan selimut.
"Tidur sayang, jangan sampai mata mu bengkak karena tidak tidur atau kamu mau nambah ronde lagi"Alvan tersenyum smirk sementara Naya hanya mendengus kesal.
"Mendengar mu memanggil nama ku rasanya aku ingin muntah apa lagi dengan kata sayang"sarkas Naya tapi Alvan hanya menanggapi dengan senyuman.
"Setidaknya aku sudah membuktikan sesuatu dan siap siap menjadi ibu dari anak-anak yang aku tanam disini" Naya meremang badannya merinding mendapati telapak tangan alvan yang meraba raba perutnya tanpa alas sehelai benang pun dengan cepat tangan alvan ditepis nya dengan kasar.
"sudahlah ayo tidur, jangan sampai papa dan mama tiri mu tau "
🍒🍒🍒🍒