NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen Killer

Menikah Dengan Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: santi puspita

Naya, gadis kaya raya yang terkenal dengan sikap bar-bar dan pembangkangnya, selalu berhasil membuat para dosen di kampus kewalahan. Hidupnya nyaris sempurna—dikelilingi kemewahan, teman-teman yang mendukung, dan kebebasan yang nyaris tak terbatas. Namun segalanya berubah ketika satu nama baru muncul di daftar dosennya: Alvan Pratama, M.Pd—dosen killer yang dikenal dingin, perfeksionis, dan anti kompromi.

Alvan baru beberapa minggu mengajar di kampus, namun reputasinya langsung menjulang: tidak bisa disogok nilai, galak, dan terkenal dengan prinsip ketat. Sayangnya, bagi Naya, Alvan lebih dari sekadar dosen killer. Ia adalah pria yang tiba-tiba dijodohkan dengannya oleh orang tua mereka karna sebuah kesepakatan masa lalu yang dibuat oleh kedua orang tua mereka.

Naya menolak. Alvan pun tak sudi. Tapi demi menjaga nama baik keluarga dan hutang budi masa lalu, keduanya dipaksa menikah dalam diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Esok pagi nya, Naya bangun tapi dirinya merasakan pusing dan sakit diarea kewanitaan nya perlahan ia mengangkat selimut dan terkejut mendapati dirinya tak memakai sehelai pakaian.

Perlahan Naya bangun dan menutupi tubuhnya dengan selimut dan mengambil baju didalam koper nya.

Alvan baru saja keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah, mengenakan kaos putih dan celana santai. Senyum kecil menghiasi wajahnya saat melihat Naya yang sudah bangun.

"Selamat pagi," ucapnya ringan. "Kamu tidur cukup nyenyak—"

PLAAKK!!

Tamparan keras dari Naya mendarat tepat di pipi kanan Alvan. Suara tamparan itu bergema di dalam kamar, mengalahkan suara ombak dari luar jendela hotel yang terbuka sedikit.

Alvan terdiam. Wajahnya menoleh ke samping karena kerasnya tamparan itu. Perlahan, ia kembali memandang Naya—mata gadis itu merah, penuh amarah, dan… luka.

"Kau pikir aku tidak sadar dengan apa yang terjadi semalam?!" suara Naya gemetar, bukan karena takut, tapi karena menahan amarah dan rasa terhina.

Alvan mengernyit. "Naya, aku pikir kamu..."

"BERPIKIR APA?! Bahwa karena aku istrimu, kau bisa seenaknya menyentuh aku saat aku bahkan tidak sadar apa yang terjadi?!"

Naya menarik napas panjang, kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

"Aku gak tahu siapa yang kasih aku obat, tapi aku tahu satu hal—aku gak pernah kasih izin siapapun untuk menyentuh aku seperti itu!"

"Jangan kan disentuh..." Suaranya melemah sedikit, tapi lalu menguat lagi—seperti menghunus pisau ke dada Alvan.

"Menikah denganmu saja bukan karena aku mau, tapi karena terpaksa."

Alvan terdiam. Urat di pelipisnya menegang, sorot matanya berubah gelap, tapi bukan karena marah melainkan karena kecewa yang dalam.

“Aku tahu pernikahan ini gak dimulai dengan cinta, Naya,” ujarnya pelan, nyaris seperti gumaman. “Tapi aku gak pernah sekalipun berniat menyakitimu.”

Naya menyeringai getir. “Terlambat. Kamu gak sadar, ya, aku bangun dalam keadaan tubuhku lemas, pusing, dan... dan—” Suaranya tercekat, ia memeluk tubuhnya sendiri, menahan getar di dadanya. “Apa kamu tahu rasa jijik yang aku rasakan saat buka mata dan sadar aku gak pakai apa-apa?”

Alvan melangkah maju, tapi Naya mundur

“Jadi karena kita melakukan itu, kamu sekarang merasa jijik karena aku menyentuhmu?” suara Alvan naik satu oktaf, tak lagi bisa menahan amarah dan luka yang menumpuk. “Lalu bagaimana jika sahabatmu itu yang menyentuhmu semalam? Kamu bahkan ingin menci*m-nya, Naya.”

Plakk!

Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Alvan—lebih keras dari yang sebelumnya. Ruangan seketika sunyi, hanya napas Naya yang memburu, matanya berkaca-kaca menahan amarah dan rasa malu.

“Jangan katakan itu!” serunya penuh tekanan, tubuhnya sedikit gemetar.

Alvan menatap Naya dengan rahang mengeras, tetapi tidak membalas. Ia tetap berdiri di tempatnya.

“Karena Arya… tidak akan pernah melakukan hal bejat seperti kamu!” lanjut Naya dengan mata yang nyaris memerah karena marah dan kecewa.

“Naya…” suara Alvan kini lebih tenang, tapi getir. “Aku suamimu. Kita sudah menikah. Dan semalam aku menyentuhmu itu keinginan mu sendiri. Kamu yang memaksa. Tapi aku bukan pria seperti yang kamu katakan. Dan kita juga tidak berdosa melakukan itu lain lagi kalau kamu melakukan nya dengan Arya".

Naya menatapnya tajam, wajahnya merah karena emosi, tangan mengepal di sisi tubuh.

“Jangan membawa bawa dosa , Alvan! Apa pun kondisiku semalam, itu bukan alasan untuk menyentuhku tanpa kesadaranku!”

Alvan menggeleng. “Aku tidak memaksa. Bahkan saat kamu terus menginginkan nya, aku tetap berusaha menahan diri. Aku tahu kamu tidak sedang dalam keadaan sadar penuh. Dan aku tidak akan memanfaatkan itu. Tapi kamu harus tahu satu hal, Naya…”

Alvan menarik napas panjang, menahan gejolak di dadanya.

“Kalau orang yang kamu pikirkan semalam itu Arya, dan bukan aku... lalu kamu akan tetap menyalahkanku karena aku yang berada di sisi kamu?”

Naya terdiam. Sorot matanya bergetar.

“Berhenti membawa-bawa Arya!” bentaknya.

“Tapi itu kenyataan, Naya!” suara Alvan meninggi. “Kamu tidur bersama suamimu, tapi hatimu di tempat lain. Dan sekarang kamu muak karena yang bersamamu bukan dia?”

“Brengsek!” teriak Naya, matanya basah, tubuhnya gemetar karena emosi. “Kamu gak punya hak menuduh aku seperti itu!”

Alvan diam. Nafasnya berat.

“Maaf… kalau aku terdengar menyalahkan. Tapi aku juga manusia, Naya. Aku berusaha menghormatimu, menjaga jarak… tapi kamu terus menarik garis, lalu menyalahkanku saat aku berdiri terlalu dekat.”

Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Meskipun mentari Bali bersinar seperti biasa, hawa di dalam kamar terasa muram dan sesak. Naya duduk sendiri di ujung ranjang, matanya sembab, rambutnya masih berantakan. pakaian yang ia pakai tampak kusut. Tak ada suara. Hanya detik jam dinding dan debur ombak dari kejauhan.

Tiba-tiba terdengar bunyi koper ditarik.

Ia menoleh. Alvan berdiri di ambang pintu kamar, mengenakan kemeja gelap dan celana panjang. Di tangannya, sebuah koper hitam tergenggam kuat. Wajahnya datar, terlalu tenang untuk seseorang yang semalam sempat diteriaki dan ditampar.

"Aku akan kembali ke Jakarta pagi ini," ucap Alvan pelan, tapi mantap. Tidak ada nada marah, tidak ada nada menyalahkan.

Naya terdiam. Ia ingin bertanya kenapa... tapi hatinya terlalu penuh untuk berkata apa pun. Yang keluar hanya satu gumaman pelan, “Pergi?”

Alvan mengangguk.

“Aku butuh waktu. Dan... kurasa kamu juga. Liburan ini bukan penyembuh, malah luka tambahan. Kita butuh jarak, Naya.”

Naya menggigit bibir bawahnya. Tangannya mengepal di atas selimut.

“Kamu menyerah?” tanyanya akhirnya.

Alvan menatapnya beberapa detik. Lalu menjawab, pelan. “Bukan menyerah. Tapi kalau aku terus di sini, kita hanya akan saling menyakiti.”

Ia berbalik perlahan, membuka pintu.

Sebelum melangkah keluar, Alvan sempat menoleh sekali lagi. Matanya sendu, tapi tak menggantungkan harap.

“Oh ya. Bilang ke Sarah dan Arya, mereka bebas lanjut liburan kalau mau. Tiket hotel masih berjalan sampai lusa. Tiket pesawat untuk kamu juga sudah aku siapkan—terserah kamu mau pulang kapan.”

Dan dengan itu, ia pergi.

Naya hanya duduk membatu, seperti kehilangan daya. Tangannya meremas ujung selimut, tubuhnya menggigil padahal tak ada angin. Air mata menetes pelan di pipinya. Bukan karena kepergian Alvan... mungkin juga bukan karena pernikahan mereka yang hancur. Tapi karena untuk pertama kalinya, ia merasa kehilangan seseorang yang... diam-diam mulai mengisi ruang hatinya yang kosong.

🍒🍒🍒

Hai semuanya semoga terhibur dan jangan lupa tinggalkan jejak ya terima kasih ❤️

1
Reni Anjarwani
bagus bgt ceritanya doubel up thor
sanpus: heheh iya
total 1 replies
Reni Anjarwani
buat naya jatuh cinta pak dosen dan buat dia bahagia
sanpus: copy 😀
total 1 replies
Reni Anjarwani
lanjut thor
sanpus: siap🙏😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!