NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Dosen Killer

Istri Rahasia Dosen Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda / Hamil di luar nikah / Nikah Kontrak
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

bercerita tentang seorang gadis buruk rupa bernama Nadia, ia seorang mahasiswi semester 4 berusia 20 tahun yang terlibat cinta satu malam dengan dosennya sendiri bernama Jonathan adhitama yang merupakan kekasih dari sang sahabat, karna kejadian itu Nadia dan Jonathan pun terpaksa melakukan pernikahan rahasia di karenakan Nadia yang tengah berbadan dua, bagaimana kelanjutan hidup Nadia, apakah ia akan berbahagia dengan pernikahan rahasia itu atau justru hidupnya akan semakin menderita,,??? jangan lupa membaca 🥰

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29

Langit mendung masih menggantung ketika Nadia kembali ke rumah pemberian Jonathan. Setibanya di sana, ia membuka pintu perlahan, seolah berharap dunia di baliknya bisa menawarkan kehangatan yang tak ia dapatkan di rumah keluarga Aditama. Tapi tidak. Yang ada hanya kesunyian. Kesepian yang menunggu di balik dinding, siap menelannya bulat-bulat.

Langkah kakinya terdengar berat saat ia menyusuri ruang tamu. Nafasnya terengah, tidak karena lelah, tapi karena luka di dadanya terlalu dalam untuk dibungkam. Ia masuk ke kamar, menutup pintu, lalu menjatuhkan dirinya ke atas ranjang. Tak ada tenaga untuk berpura-pura kuat lagi.

Isaknya pecah.

Tangis itu keluar seperti air bah, mengguncang bahunya. Nadia menangis, sejadi-jadinya. Tubuhnya membungkuk, memeluk perutnya yang membuncit, seolah hanya anak dalam kandungannya yang bisa mengerti sakit yang ia rasakan.

“Kenapa, … kenapa kau diam saja…” bisiknya parau di antara isak tangis.

Ia mengingat kembali saat Lidya menghina wajahnya, tubuhnya, martabatnya. Ia mengingat bagaimana wanita itu mengucapkan kata-kata tajam seperti pisau yang merobek harga dirinya. Dan Jonathan… hanya duduk di sana. Diam. Seolah bisu. Seolah ia tidak lebih dari orang asing yang membawa masalah ke dalam rumah mereka.

Nadia meremas seprei ranjang dengan kedua tangannya, seakan ingin melampiaskan kemarahan yang sudah tak bisa ditahan lagi.

“Kau janji akan bertanggung jawab… Tapi bahkan satu kata pun… satu kata saja untuk membelaku… kau tidak sanggup mengucapkannya.”

Air matanya terus mengalir. Pandangannya buram. Sesak di dadanya tak kunjung reda. Ia menoleh ke meja kecil di samping ranjang, tempat ia menyimpan kontrak pernikahan mereka. Lembar-lembar kertas itu masih tersimpan rapi di dalam map berwarna cokelat. Simbol dari semua yang palsu, semua yang dipaksakan.

Ia bangkit perlahan, mengambil map itu, dan memeluknya seperti seseorang yang sedang memeluk sisa-sisa harapan yang sudah hancur.

“Aku tahu… kau tak mencintaiku. Aku tahu… pernikahan ini hanya karena anak ini,” bisiknya lirih.

“Tapi setidaknya… aku pikir… kau akan berdiri di sampingku.”

Tangisnya kembali pecah. Tangis perempuan yang dihancurkan bukan hanya oleh dunia, tapi oleh laki-laki yang seharusnya menjadi pelindungnya. Seorang suami, meski hanya di atas kertas. Seorang pria yang dulu berjanji akan bertanggung jawab, tapi nyatanya… memilih diam saat ia diseret ke dalam penghinaan.

Lama ia menangis, hingga tak ada lagi suara yang bisa keluar. Hanya napas berat yang terputus-putus, dan tubuh yang menggigil dalam kelelahan.

Ketika malam turun, Nadia tetap tak bisa memejamkan mata. Ia berbaring di ranjang dengan mata terbuka, memandangi langit-langit kamar yang tak memberikan jawaban apa pun. Di dalam hatinya, hanya ada satu tekad yang mulai tumbuh perlahan, walau masih dibungkus air mata:

Jika Jonathan tak bisa melindunginya, maka ia harus bisa melindungi dirinya sendiri. Dan lebih dari itu… melindungi anak yang sedang tumbuh dalam rahimnya. Bagaimanapun caranya.

...

Beberapa hari telah berlalu sejak penghinaan itu terjadi, dan meskipun luka di hati Nadia belum sepenuhnya sembuh, ia tahu ia tak bisa terus-terusan larut dalam keterpurukan. Pagi itu, matahari tampak ragu-ragu menembus tirai jendela kamarnya. namun cukup memberi cahaya untuk membangunkan Nadia dari tidurnya yang gelisah.

Ia duduk di tepi ranjang, memandangi ponselnya yang sunyi tanpa pesan dari Jonathan. Hatinya mencubit, tapi ia segera menarik napas dalam-dalam, lalu bangkit. Hari ini, ia akan kembali ke kampus. Menjalani hidup seperti biasa. Seolah semuanya normal. Seolah ia tidak hancur di dalam.

Di depan cermin, Nadia menatap wajahnya sendiri. Ada bekas bengkak di bawah mata, sisa dari malam-malam yang dilalui dengan tangis. Tapi ia tidak ingin terlihat lemah lagi. Ia mengambil concealer, dengan tangan gemetar menutupi lingkaran gelap di bawah matanya. Lalu ia mulai merias wajahnya perlahan. Tipis saja, sekadar mengembalikan warna pada pipinya yang pucat.

Jerawat-jerawat kecil yang meradang ia olesi obat, meski ia tahu butuh waktu untuk sembuh. Tapi setidaknya, ia sedang berusaha.

“Satu langkah kecil untuk jadi lebih baik,” bisiknya sendiri sambil tersenyum tipis di depan cermin.

Setelah selesai, ia menuju dapur kecil di pojok ruangan. Menyalakan kompor, merebus air, lalu memanggang dua potong roti. Ia makan perlahan, sendiri, tanpa suara, tapi dengan tekad baru yang mulai tumbuh dari reruntuhan hatinya.

Setibanya di kampus, udara pagi menyapa lembut. Nadia menundukkan kepala, berharap tak banyak perhatian yang tertuju padanya. Namun langkahnya terhenti ketika seseorang menghampirinya di pelataran gedung fakultas.

“Nadia!”

Ia menoleh dan mendapati sosok Kevin berjalan cepat ke arahnya, senyumnya lebar dan hangat seperti biasa. Wajahnya yang cerah menjadi kontras dengan suasana hati Nadia, namun entah kenapa, kehadiran pria itu sedikit melegakan.

“Kak Kevin,” sapa Nadia lirih, tersenyum kecil.

Kevin menatapnya lekat-lekat, matanya menyapu wajahnya yang masih sedikit sembab.

“Kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya penuh perhatian.

“Aku dengar… ya, maksudku, kamu menghilang beberapa hari.”

“Aku… hanya butuh waktu sendiri,” jawab Nadia pelan.

“Tapi sekarang aku lebih baik.”

Mereka mulai berjalan berdampingan di lorong kampus, langkah mereka seirama. Tidak banyak percakapan, hanya keheningan yang terasa ringan. Namun kebersamaan itu segera dipecah oleh kehadiran seseorang.

Jonathan.

Ia berdiri di ujung lorong, tubuh tegapnya membeku seketika saat matanya bertemu dengan Nadia dan Kevin. Sorot matanya tajam, menusuk. Bukan karena terkejut. Tapi karena marah. Tak suka. Ada bara api yang menyala dalam tatapannya saat melihat adiknya sendiri berjalan beriringan dengan wanita yang secara hukum masih menjadi istrinya.

Nadia menatapnya hanya sekilas. Dingin. Kosong. Lalu ia membuang muka tanpa ragu, melanjutkan langkahnya tanpa memperlambat sedikit pun. Ia tidak peduli. Ia sudah lelah berharap pada seseorang yang tak sanggup melindunginya.

Jonathan mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Tapi ia tetap diam. Seperti biasa.

Di sebelah Nadia, Kevin melirik sang kakak dan tersenyum. Senyum kecil, nyaris tak kentara, tapi menyimpan banyak arti. Ada kepuasan dalam matanya. Ada kemenangan kecil yang tak terucap. Dalam hatinya, ia tahu: ia menyukai Nadia, sejak lama. Jauh sebelum pernikahan kontrak itu terjadi. Dan ia tidak peduli meski wanita itu kini adalah istri kakaknya sendiri.

Baginya, Jonathan tidak layak untuk Nadia. Pria itu hanya bisa berdiri membisu saat orang-orang menghina wanita yang sedang mengandung anaknya. Sementara dirinya? Ia akan menjadi lebih. Ia akan merebut Nadia. dengan caranya sendiri.

Dan langkah mereka pun terus menjauh, meninggalkan Jonathan sendirian di lorong itu. Terdiam dalam amarah, dan mungkin… rasa kehilangan yang terlambat.

...

Suasana kelas siang itu terasa hening, hanya suara Jonathan yang terdengar saat ia menjelaskan materi. Ia berdiri di depan papan tulis, mengenakan kemeja biru muda dan jas abu yang rapi seperti biasa. Tangan kirinya sesekali mencoret di whiteboard, menjelaskan konsep dengan nada tenang tapi tegas.

Namun pikirannya tak sepenuhnya pada materi.

Sesekali, matanya melirik ke sudut kanan kelas, tempat Nadia duduk. Gadis itu hanya diam, menatap buku catatannya. Tak sekali pun menoleh ke arahnya. Bahkan saat ia menyebutkan hal-hal yang biasanya akan membuat mahasiswa mengangkat kepala atau tersenyum, Nadia tetap mematung. Seolah suaranya hanya desiran angin yang tak layak didengar.

Jonathan berdeham.

“Jadi, seperti yang saya jelaskan tadi, prinsip dasar dalam…! Nadia.”

Ia menyebut nama itu, sengaja. Kelas terdiam. Beberapa mahasiswa menoleh ke arah Nadia. Gadis itu terkejut, tapi cepat menutupinya.

“Ya, Pak?” jawab Nadia pelan, masih menunduk.

“Kamu perhatikan, tidak, apa yang saya terangkan dari tadi?”

Nadia terdiam sejenak. Sorot mata semua orang mengarah padanya, tapi ia tetap tak menatap Jonathan. Ia hanya berkata tenang, “Saya dengar, Pak.”

Jonathan menghela napas, menatap tajam. “Mendengar itu berbeda dengan memperhatikan, Nadia. Saya tidak mengajar untuk diabaikan.”

Nadia mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya datar, tapi ada luka yang mengambang di dalamnya.

“Maaf, Pak. Saya hanya berusaha menyimak,..."

Jonathan menahan napas. Ia tahu ia harus tetap profesional. Tapi ucapannya tadi keluar karena dorongan emosi. Karena melihat Nadia begitu… jauh. Dingin. Seakan dirinya tak pernah berarti.

“Nadia, kalau kamu memang tidak sanggup mengikuti pelajaran saya secara objektif, kamu bisa keluar kelas,” katanya pelan, tapi tajam.

1
partini
nad seberapa kuat kamu pura pura kuat dan di dingin sama suamimu
dede imel
dewi??
mungkinn
partini
enak bener kamu
partini
lah malah bundir,,kasih karma dulu tu si Jo Thor biar dah nyesel tapi dia salah
Ma Em
Benarkan itu perbuatan Dewi yg akan balas dendam pada Jonathan , semoga Nadia dan kandungannya baik2 saja serta bisa diselamatkan oleh Jonathan
sutiasih kasih
masa lalumu mmbuat hidup nadia hncur jo....
partini
wow
sutiasih kasih
smoga km segera mnyadari musuhmu adalah wanita pujaanmu jo...
jgn bodoh trlalu lm jo.... kekuasaan jga hrtamu slm ini tk mmpu mngendus jejak musuhmu yg trnyata org trsayangmu🙄🙄
partini
hai Jo be smart,itu tlfn dari papa ngapain pergi ga terima tlfn di depan kamu ga lucu kan ,,come on Jo do something lah
sutiasih kasih
sepndapat..... sprtinya dewi dalang dri smua ini... dan nadia yg tak tau apa" hrus mnjadi korbannya....
sutiasih kasih
nadia ungsikn di tmpat lain dlu.... biar aman...
sutiasih kasih
awas y jonatan.... klo kelak km mnjilat ludahmu sndiri..... km taunya Nadia itu jelek... dekil... hitam...
klo nnti nadia bnyak uang.... bkalan balik lgi tuh wujud asli nadia....
krna sejatinya nadia dlunya cantik... hnya krna keadaan yg mmbuat dia tak mungkin merawat dirinya....
jdi kurang"i mncaci & merendhkn ibu dri ankmu....
Ma Em
Semoga Nadia selalu terlindungi dari niat orang2 yg akan mencelakakan Nadia, serta segera tertangkap orang yg sering teror Jonathan maupun Nadia .
Ma Em
Dewi mungkin yg dendam pada Jonathan , kalau bkn Dewi siapa lagi masa Nadia saja selalu diteror sedangkan Dewi calon istri Jonathan aman2 saja .
Ma Em
Berarti benar Dewi adiknya Sintia kalau dipikir lagi masa kekasih tercinta Jonathan aman2 saja malah Nadia yg diancam kalau bkn Dewi siapa lagi .
Ma Em
Semangat ga siapapun penjahatnya bisa segera ditemukan serta Nadia dan kandungannya baik2 saja , apa mungkin Dewi yg dendam pada Jonathan mungkin Wanita masa lalu Jonathan adalah saudaranya Dewi .
Ma Em
Jangan sampai Nadia celaka Thor , semoga Jonathan bisa melindungi Nadia dari marabahaya .
Ma Em
Jonathan benar2 bertanggung jawab dan takut kehilangan anak yg dikandung Nadia makanya Jonathan melakukan dan turuti semua permintaan Nadia .
Ma Em
Seru Thor aku suka karakter Nadia meskipun dari kampung tapi Nadia berani melawan ketidak Adilan berani melawan Jonatan yg sombong yg selalu menghinanya 👍💪😘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!