Shana bersedia menjadi pengganti bibi-nya untuk bertemu pria yang akan di jodohkan dengan beliau. Namun siapa yang menyangka kalau pria itu adalah guru matematika yang killer.
Bagaimana cara Shana bersembunyi dari kejaran guru itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29 Kerja paruh waktu
.......
.......
Malam hari di cafe dengan taman di tengah yang bisa untuk pesta outdoor.
Bola mata Mia memandang takjub ketika melihat sebuah acara pertunangan yang menurutnya itu mewah.
"Dekornya keren. Padahal cuma lamaran aja," ujar Mia takjub. Shana mengangguk setuju dengan pilihan tim dekor. "Aku juga kalau sudah dapat jodoh, maunya pesta tunangan seperti ini." Mia langsung punya ide untuk acara tunangannya.
Selain sebagai anggota voli, Shana juga di sibukkan dengan pekerjaan paruh waktu. Tanpa memberitahu bibinya, kadang Shana menjalani dua kehidupan. Pertama sebagai pelajar, kedua sebagai pekerja. Shana di terima baik oleh manajer cafe. Dia bekerja hanya ketika ada acara tertentu di cafe saja.
Seperti sekarang, ada acara spesial di cafe yang sudah populer di media sosial beberapa tahun ini. Sepasang kekasih mem-booking seluruh tempat ini sebagai lokasi pertunangan mereka.
Jika biasanya Shana sendiri berkutat dengan pekerjaan paruh waktunya, kali ini dia mengajak Mia. Manajer cafe setuju untuk menambah pekerja lepas di hari spesial ini. Mumpung belum pertandingan, Shana langsung mengiyakan tawaran kerja ini.
"O ...," respon Shana dengan keinginan Mia.
"Kamu enggak berpikir kalau dekorasinya buruk kan? Atau kamu berpikir berlebihan untuk sekedar tunangan?" selidik Mia karena dia tahu respon dari temannya ini.
"Dekorasinya bagus, tapi aku enggak ada bayangan untuk soal pertunangan ku nanti. Menurutku, aku masih terlalu kecil untuk memikirkan hal dewasa seperti itu. Jadi sori responku biasa aja," ujar Shana menanggapi tidak terlalu serius.
"Jadi ini aku yang mikirnya terlalu tua, ya?" Mia jadi merasa lebih tua dari Shana.
"Kamu merasa tua, enggak? Kalau aku sih enggak," canda Shana lalu tergelak. Mia menyikut lengan Shana.
Mereka jadi petugas penjaga makanan dengan metode prasmanan. Tidak melayani sepenuhnya karena tamu bisa bebas mengambil sendiri. Hanya mengawasi dan kalau di perlukan bantuan, mereka bisa ikut melayani.
Acara berjalan dengan lancar sejak dua jam yang lalu.
"Mia, aku ke toilet bentar ya," pamit Shana. AC cafe terasa dingin sekali. Ini membuat tubuhnya ingin ke toilet terus.
Mia mengangguk. "Jangan lama-lama Shan." Mia yang tidak terbiasa kerja sampingan begini sedikit cemas jika di tinggal temannya. Namun tidak mungkin ia melarang Shana untuk ke toilet. Jadi dengan tidak ikhlas, dia merelakan Shana ke toilet.
"Enggaaak ... Emang butuh berapa jam sih, buat ke toilet?" Shana tergelak melihat kecemasan Mia. Lalu ia pergi segera.
...***...
Tangan Shana mengelus perut lega ketika selesai dengan urusan toiletnya. Memang pakar kesehatan berkata, tidak boleh menunda buang air kecil karena bisa menyebabkan infeksi saluran kemih, batu ginjal, nyeri pinggang, dan bahkan kerusakan pada kandung kemih. Meski dia bukan tergolong siswi berprestasi dalam akademik, Shana masih gemar membaca.
Kakinya pun melangkah menjauh dari toilet menuju ke keramaian pesta tunangan. Acara inti sudah selesai sejak tadi, tapi masih banyak orang-orang yang menikmati makanan dan minuman di tempat.
Mungkin tanggung jika tidak menyelesaikan pesta hingga tuntas. Lagipula pihak yang punya acara booking tempat ini satu hari penuh sesuai dengan jam buka cafe. Jadi tidak salah kalau masih banyak yang belum pulang.
Duk!
Seseorang tak sengaja menabraknya. Shana tahu itu, tapi dia yang langsung membungkuk meminta maaf. "Maaf." Karena ia sedang bekerja, jadi pengunjung adalah tamu istimewa untuknya. Itu peraturannya.
Seorang perempuan menoleh, lalu menatapnya agak lama. Awalnya biasa saja, lama kelamaan menjadi sebuah ekspresi masam.
Shana tidak mengerti dengan perubahan ekspresi itu. Namun dia tetap berusaha ramah. "Ada yang bisa saya bantu?"
"Tidak," sahutnya ketus lalu pergi.
"Apa-apaan itu?" gumam Shana heran. Dia berjalan hendak menuju ke pos tempat ia tadi berada bersama Mia.
"Shan, minta tolong ke belakang dulu untuk mengambil makanan yang mulai berkurang," pinta Joko.
"Oke." Dia urung menuju ke tempat Mia. Meski sedikit cemas, ia terpaksa meninggalkan Mia karena ada tugas.
Di area depan dapur sudah ada seseorang. Sepertinya dia juga pekerja paruh waktu seperti dirinya, jika melihat seragam yang dia pakai. Sepertinya manajer cafe menerima kerja paruh waktu lebih banyak daripada biasanya.
"Kak, aku datang," ucap Shana seraya menundukkan kepalanya menyapa orang yang ada di area dapur. Cowok di sebelah Shana menoleh karena suaranya.
"Shana?"
Di sebut namanya dengan akrab, Shana menoleh. "Kamu?" Shana tidak percaya bahwa ia harus bertemu dengan cowok ini di tempat yang jauh dari hal yang berhubungan dengan sekolah. Tidak. Bahkan aku bisa bertemu dengan pak Regas di cafe ini juga.
"Kamu kerja paruh waktu di sini juga rupanya," ujar Vino merasa senang. Namun berbeda dengan Shana yang merasa teritorialnya sudah terusik. Gadis ini merasa tidak nyaman. Apalagi ini Vino, orang yang ingin dia jauhi.
"Ya," sahut Shana berusaha mungkin untuk menghilangkan raut wajah kesal. Kenapa aku tidak melihatnya ketika briefing?
"Ini untuk kalian berdua. Silahkan bekerja." Orang dapur mengeluarkan beberapa makanan untuk tamu. Lalu Shana membawa wadah dari bahan stainless berbentuk persegi panjang dengan pegangan di kedua sisi.
Dia lupa dimana tepatnya makanan yang ia bawa habis. Akhirnya kakinya berhenti.
"Itu di letakkan di mejaku." Vino yang berjalan di belakangnya memberi petunjuk. Ya, Shana mengabaikannya tadi. Ternyata dia punya informasi. Setelah menunggu Vino berjalan lebih dulu di depannya, kaki Shana kemudian mengikutinya. "Sebelah sana letak makanan itu." Vino memberi tahu Shana untuk peletakan makanan yang dia bawa.
"Aku mau kembali ke mejaku." Meskipun tidak ada kewajiban Shana untuk pamit, tapi cowok ini harus tahu. Ini dimaksudkan agar dia tahu bahwa pekerjaan yang ditugaskan untuknya sudah terselesaikan.
"Ya. Terima kasih Shana," ujar Vino. Dia masih memandang punggung Shana ketika kakinya melangkah menjauh dari tempat ia berdiri tadi.
Shana merasa lega telah menyelesaikannya. Dia ingin segera menuju ke tempat Mia tadi.
"Kamu bekerja di sini kan?" tegur seorang perempuan ketika Shana bermaksud berjalan menuju ke mejanya tadi.
Langkah Shana terhenti. "Ya." Senyum terlukis di bibir Shana sebagai ungkapan hormat pada tamu.
"Bisa ambilkan minuman untuk orang-orang yang ada di sofa itu?" tunjuknya ke arah sofa di pojok. Shana melihat ada beberapa orang dengan pakaian yang lumayan mencolok karena begitu wah.
"Ah, ya. Saya akan bawakan." Shana siap membantu. Ia pun membawa beberapa minuman untuk di berikan pada tamu. Dengan nampan kayu, ia membawa minuman itu pada sofa yang di tunjuk tadi. Di temani oleh perempuan tadi, ia menuju sofa.
Ketika tiba di depan sofa, tiba-tiba kakinya tersandung sesuatu dan ...
Pyar!!!
Gelas yang ada di nampan tidak bisa di selamatkan. Gelas berisi sirup berwarna merah itu terjun bebas ke lantai dan pecah berserakan juga membuat orang yang duduk di sofa terkena cairannya.
Semua mata di sofa itu melebar melihat salah satu baju teman mereka basah. Apalagi melihat raut wajah perempuan yang bajunya basah itu memerah, karena marah. Bahkan orang-orang yang ada di tempat duduk yang lain ikut menoleh karena suaranya lumayan keras.
Vino dan Mia di tempatnya juga menoleh ke asal suara. Jantung mereka berdetak kencang.
"Hei! Bisa enggak sih kerja yang bener?!" teriak perempuan itu kasar. Shana ingat dia adalah perempuan yang menatapnya dengan ekspresi aneh.
.
.
Ig @lady_ve.01
keep fighting 💪