NovelToon NovelToon
Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Gadis Kecil Milik Sang Juragan

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / Selingkuh / Obsesi / Beda Usia / Romansa
Popularitas:11.3k
Nilai: 5
Nama Author: PenulisGaje

Armand bukanlah tipe pria pemilih. Namun di umurnya yang sudah menginjak 40 tahun, Armand yang berstatus duda tak ingin lagi gegabah dalam memilih pasangan hidup. Tidak ingin kembali gagal dalam mengarungi bahtera rumah tangga untuk yang kedua kalinya, Armand hingga kini masih betah menjomblo.

Kriteria Armand dalam memilih pasangan tidaklah muluk-muluk. Perempuan berpenampilan seksi dan sangat cantik sekali pun tak lagi menarik di matanya. Bahkan tidak seperti salah seorang temannya yang kerap kali memamerkan bisa menaklukkan berbagai jenis wanita, Armand tetap tak bergeming dengan kesendiriannya.

Lalu, apakah Armand tetap menyandang status duda usai perceraiannya 6 tahun silam? Ataukah Armand akhirnya bisa menemukan pelabuhan terakhir, yang bisa mencintai Armand sepenuh hati serta mengobati trauma masa lalu akibat perceraiannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenulisGaje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. Gangguan di Hari Bahagia

"Saya terima nikah dan kawinnya... "

Kalimat tersebut mengalun merdu. Terucap indah serta tanpa keraguan. Membuat siapapun yang mendengarnya seakan terhipnotis dan hanya memaku pandangan pada sepasang sejoli yang sedang duduk di hadapan seorang pria paruh baya yang mengenakan kopiah.

Hingga jabatan tangan tersebut dihentak pelan, kemudian kata sah mulai menggema bagaikan melodi yang bisa melegakan hati, tak hanya pasangan yang baru saja mengikatkan diri dalam sebuah ikatan pernikahan itu saja yang akhirnya bisa menghembuskan napas lega. Nyatanya yang di berada di belakang juga turut melakukan hal yang sama.

Si mempelai pria, Armand, yang hari ini begitu gagah mengenakan baju pengantin berwarna serba putih itu memandang gadis mungilnya yang kini sedang mencium punggung tangannya dengan takzim.

Armand masih tak menyangka bahwa di usia yang tak lagi muda, ternyata dirinya masih diberikan kesempatan lagi untuk merasakan hatinya berdebar tak terkendali seperti ini.

Saking tak terkendalinya, begitu Nissa mendongak setelah mencium punggung tangannya, Armand menangkup wajah bulat, kecil nan menggemaskan itu, memandanginya penuh cinta, kemudian menipiskan jarak dan mencium kening sang gadis yang telah sah menjadi miliknya itu.

Tak hanya sampai di situ, karena rasa bahagia yang membuncah dalam hati, Armand yang tak dapat mengendalikan dirinya malah semakin menunduk dan setelahnya...

Cup...

Kecupan lembut dan hanya terjadi selama sedetik itu mendarat tepat di bibir yang hari ini diberi polesan lipstik. Tak mencolok, karena bibir gadis mungilnya itu sudah tampak merah alami. Membikin Armand tak tahan dan akhirnya kembali...

Cup... cup...

Kali ini kecupan itu mendarat sebanyak dua kali. Hingga menciptakan suara riuh serta adanya suitan dari si tukang usil Fandy.

"Woyyy, Man, yang sabar dikit napa. Kasian di sini banyak yang jomblo. Kasian itu pak Penghulu, cuma bisa senyum-senyum sendiri begitu."

Armand menggeram kesal. Terpaksa dilepaskan wajah mungil yang sepasang matanya yang bulat itu masih mengerjap-ngerjap, masih diliputi oleh kebingungan akan akan yang baru saja Armand lakukan.

Melihat betapa menggemaskannya gadis mungilnya itu saat ini, Armand rasanya ingin mencium bibirnya lagi.

Namun...

"Aelahhh... nunggu di kamar napa sih, Man. Pas udah di kamar, puas-puasin dah tuh genjot4nnya, sampai rubuh itu ranjang juga nggak pa-pa."

Armand berdecak kesal. Ia menoleh ke arah Fandy, yang duduk satu baris dengan Daffa dan juga Faris, dimana si mulut ember itu malah tersenyum tanpa dosa.

Ya, kedua sahabat Armand yang lain juga turut datang untuk menghadiri acara sakralnya hari ini. Jika si songong satu itu tak bisa diam sejak tadi, maka dua sahabatnya yang lain hanya bisa tersenyum dengan pancaran mata yang sama menatapnya haru.

Sementara itu, jika Armand sedang mengarahkan tatapan kesal kepada salah seorang sahabatnya yang ingin sekali disumpalinya mulutnya itu, maka Nissa lain lagi.

Gadis remaja itu hanya bisa tertunduk malu. Rona merah tidak hanya menghiasi pipi tapi juga sudah menjalar ke telinganya. Ditambah lagi suara tawa geli yang terdengar, maka gadis yang telah menyandang status sebagai istri dari pria yang berusia lebih tua darinya itu tak berani untuk mengangkat kepalanya.

Ingin sekali Nissa menggali lubang dan menguburkan dirinya di sana. Rasa malunya akibat dicium di hadapan banyak orang membuatnya yakin jika dirinya pasti akan menjadi buah bibir.

Jangan salahkan dirinya jika ia bersikap berlebihan seperti ini.

Seumur hidupnya, yang baru dilewatinya selama 17 tahun, jangankan dicium di bibir, berdekatan dengan lawan jenisnya saja tidak pernah Nissa lakukan.

Kini, pria yang telah sah menjadi suaminya itu malah dengan santainya menciumnya di sini, di depan banyaknya pasang mata yang menatap serta pak Penghulu yang sudah menikahkan mereka.

"Liat tuh, Man, Nissa sampai nggak malu buat ngangkat kepalanya." Fandy kembali menyeletuk dengan santainya. Tak peduli jika kedua mata Armand sudah melotot garang sekarang, Fandy malah kembali berkata, "Nggak kebayang gimana kewalahannya Nissa nanti ngadapin suami macam kau ini. Udah 6 taon loh itu, torpedomu nggak kau gunakan. Masih bisa ngecen6 atau nggak tuh?"

"Fandy!" Armand menggeram marah. Jika saja tak mengingat jika mereka masih duduk di hadapan Penghulu, mungkin Armand tidak akan bisa menahan untuk mencomot dan kemudian memelintir bibir sahabatnya itu.

"Udah, Fan, jangan digoda terus sih Armand." si sabar Faris akhirnya menengahi. "Ini hari bahagianya dia, jangan dirusak dengan omonganmu yang nggak ada rem-nya itu."

"Betul." timpal Daffa tak ingin ketinggalan. "Lagian kasian Nissa. Dia pasti belum terbiasa dengan omonganmu yang nggak pernah difilter."

Suasana yang tadinya terasa sedikit memanas akibat ucapan Fandy yang suka sekali mengikis kesabaran kini berangsur tenang.

Pak Penghulu yang tadinya bingung bagaimana harus bersikap akhirnya bisa menghembuskan napas lega. Dan sebelum keadaan mungkin saja akan kembali memanas, pria berkopiah hitam itu pamit undur diri setelah sebelumnya memberikan sedikit wejangan kepada pengantin baru yang terpaut usia yang jauh itu. Yang mana karena perbedaan usia itu pula, Penghulu tersebut sempat menanyakan kesungguhan si pengantin wanita beberapa kali sebelum acara ijabnya dimulai.

Setelah Penghulu-nya pamit dan tak lagi tampak di pandangan, acara kemudian dilanjutkan dengan pesta resepsi yang digelar dengan sangat sederhana.

Pasangan pengantin baru itu dibimbing menuju pelaminan untuk menyalami satu persatu tetangga yang datang.

Aura kebahagiaan jelas tak bisa ditutupi.

Senyum sumringah di bibir Armand, sikap malu-malu Nissa, dan tak lupa tangis haru ibu Nur, semua itu jelas tak bisa disembunyikan.

Sampai kemudian, suasana bahagia itu diusik dengan suara berisik dari luar halaman, yang pagar kayu bagian depannya sengaja dibuka demi memudahkan tamu yang datang.

Suara-suara teriakkan yang mengusik kebahagiaan itu pun membuat Armand menghembuskan napas kasar, marah kepada orang yang sudah mencoba membuat masalah di hari bahagianya.

Tidak hanya Armand dan istri mungilnya saja yang mulai melangkah menuju sumber keributan, namun para sahabat, Lala, dan juga keluarga dari pihak ibunya juga melakukan hal yang sama.

Mereka ingin melihat, siapa orang yang sudah membuat keributan di tengah kebahagiaan yang sedang menyelimuti mereka?

*****

Si pembuat keributan tersebut adalah Lilis. Yang datang tanpa diundang dan sengaja membanting beberapa kursi plastik yang disusun di pinggir jalan demi membuat seluruh perhatian terarah padanya.

Keinginannya tersebut langsung terpenuhi. Karena saat ini, semua mata kini menatap ke arahnya.

Ada yang menatapnya layaknya seperti menatap orang gila.

Ada yang menatapnya dengan tatapan meremehkan.

Ada pula yang menatapnya dengan tatapan menghina.

Lilis tak peduli. Seperti apapun orang menatapnya saat ini, Lilis tak akan menggubris. Tujuannya sudah jelas, ingin membuat orang-orang yang menari bahagia di atas penderitanya itu tak akan bisa merayakan kebahagiaan mereka dengan tenang.

Istri siri juragan tanah dari desa sebelah itu masih mengamuk. Penampilannya yang berantakan, rambut dibiarkan tergerai semrawut, bahkan terdapat luka di sudut bibirnya, membuatnya benar-benar layak disebut orang tak waras.

Yang lebih menyedihkannya lagi dari penampilan wanita itu, terdapat memar di pipi sebelah kirinya.

"Udah, Lis, ayo pulang." Ika yang sedari tadi memperhatikan dengan raut takut akhirnya memberanikan diri mendekat. Ibu dua anak itu merasa kasihan melihat mantan teman gosipnya itu terlihat bagaikan orang yang telah kehilangan akal. "Ayo ke rumah aku dulu. Abis itu aku antar kamu pulang ke rumah suamimu." imbuhnya dengan nada membujuk.

Namun yang dikatakan Ika rupanya salah. Perkataannya itu tidak hanya tak berhasil membujuk wanita yang sedang mengamuk itu, malahan wanita dengan penampilan yang tampak menyedihkan itu menatap ke arah Ika dengan tatapan tajam menusuk.

"Semua ini salahnya mbak Ika." fokus Lilis kini terarah kepada wanita yang dulu selalu menjadi sekutunya dalam memuluskan semua rencananya itu. "Kalau aja mbak Ika nggak beg0, aku nggak mungkin berakhir kayak gini."

"Apa kamu bilang?" Ika tak terima disalahkan.

"Iya, mbak Ika tuh BEG0." sengaja Lilis menekankan kata di akhir. "Mbak itu bod0h, ngasih perintah semudah itu aja bisa salah. Kalau bukan karena kebod0han mbak itu, yang duduk di sampingnya Armand sekarang itu aku dan bukannya anak pelac*r itu."

"Kamu yang nggak perintah nggak jelas." dada Ika turun naik dengan cepat. Tak peduli jika kesalahan yang pernah dilakukannya terbongkar, Ika tak terima disalahkan begitu aja. "Ingat nggak kamu, gimana kamu ngasih instruksi? Bukannya kamu bilang nyuruh langsung nyergap begitu ngeliat ada perempuan nongol di sana. Kamu nggak bilang siapa yang mesti disergap. Nama juga nggak disebut. Kamu begitu yakin kalau Nissa bakalan sendirian datang ke sana. Lalu sekarang, kenapa aku yang kamu salahkan? Bukannya yang jauh lebih beg0 itu kamu, yang datang ke sana buat nyerahin diri."

Lilis seketika terdiam. Perkataan Ika membuatnya mencoba mengingat akan isi perintah yang ia berikan.

Kedua mata wanita dengan rambut acak-acakkan itu membuka lebar kala bisa mengingat seluruh isi percakapan mereka.

Kesalahan itu memang terletak padanya. Terlalu yakin jika rencananya akan berhasil, membuat Lilis tak memberikan perintah dengan lebih terperinci.

Namun, meski sudah menyadari hal tersebut, Lilis menolak untuk disalahkan. Apa lagi begitu pandangan Lilis tanpa sengaja mengarah pada pria yang hari ini terlihat semakin gagah mengenakan pakaian pengantin, Lilis jadi semakin tak terima akan nasib mengenaskan yang diterimanya.

Semua rasa marah, tak terima, sedih dan kecewa itu, semakin diperparah kala melihat tangan kokoh milik pria idamannya itu menggenggam tangan seseorang yang berdiri di sisi sebelah kanannya.

Lilis tak rela. Wanita yang tak lagi memikirkan rasa malu itu merangsek maju hendak melepaskan genggaman yang menyakitkan mata saat ia melihatnya.

Akan tetapi, niat Lilis tersebut tak berjalan sesuai yang diinginkannya.

Tepat sebelum Lilis bahkan berhasil berdiri di hadapan pria idamannya, di hadapannya telah berdiri dua orang pria yang menghalanginya.

"Pulang lah, Lis, jangan membuat masalah di sini." ujar Armand tak ingin memperpanjang masalah. "Jangan mempermalukan dirimu lebih dari ini." imbuhnya dengan disertai helaan napas berat.

Lilis terkekeh. Pengusiran yang diterimanya terasa jauh lebih menyakitkan daripada siksa4n yang dirasakannya selama kurang lebih seminggu terakhir ini.

"Aku kayak gini karena kamu, Mas. Karena perempuan pembawa si4l itu. Dan karena kalian semua." ucap Lilis di tengah kekehannya. "Kalau aja mas Armand lebih milih aku dan bukannya dia," jari telunjuk Lilis mengarah ke perempuan yang sangat dibencinya itu, "Aku pasti nggak akan mengacau begini. Aku cinta sama kamu, mas. Kenapa kamu nggak ngerti juga?"

"Tapi aku tidak mencintaimu!" telak Armand membalas. Pria yang semakin erat menggenggam tangan istri mungilnya itu tak merasa perlu untuk memperhalus perkataannya. "Lagi pula, cintamu itu bukanlah cinta yang sebenarnya. Kamu hanya tertarik dengan fisik dan uang saya saja."

Lilis tak berkutik. Kedua matanya membeliak lebar, bibirnya tak mampu berkata-kata, dan tubuhnya menjadi kaku usai mendengar apa yang dikatakan oleh pria yang dipujanya itu.

Bahkan setelah pria yang dipujanya itu berbalik dan membawa serta gadis yang dibencinya itu bersamanya, Lilis masih berdiam di tempat. Menjadi tontonan orang yang lewat dan tak sanggup melangkah.

Sampai kemudian, saat merasakan tubuhnya ditarik dan dipaksa berjalan, Lilis hanya bisa menatap nanar halaman yang telah didekor dengan sangat indah tersebut.

1
Lisa
Sama² Kak
Yomita Hervina
ceritanya daan gaya bahasanya bagus,keren
PenulisGaje: makasih udah mau mampir buat baca 🤗🤗
total 1 replies
Yomita Hervina
bagus ceritanya..semangat thor👍
PenulisGaje: makasih 🤗
total 1 replies
Lisa
Aq mampir Kak
PenulisGaje: Makasih udah mau mampir 🤗🤗
total 1 replies
Ana Umi N
lanjut kak
y0urdr3amb0y
Wuih, penulisnya hebat banget dalam menggambarkan emosi.
Alucard
love your story, thor! Keep it up ❤️
PenulisGaje: makasih udah mau mampir dan baca cerita saya 🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!