Sebuah karya yang menceritakan perjuangan ibu muda.
Namanya Maya, istri cantik yang anti mainstream
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.Fahlefi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunga Sakura
Bu kades menatap wajah pak kades dengan tatapan tidak percaya.
"Pa.. Papa mau menjarain mama?"
Pak kades mengangguk, "Iya, karena mama sudah mengganggu ketertiban umum, juga sudah menyiksa papa selama ini." Kata Pak kades.
Bu kades pun berteriak, "Tidak!! Kalian semua sungguh kejam!"
"Maya, tolong jangan laporin saya," kali ini bu kades memohon.
"Saya tidak punya pilihan lain bu, ini saya lakukan dengan terpaksa, kecuali..."
"Kecuali apa? Katakan saja May, yang penting aku nggak dipenjara."
"Kecuali bu kades juga mau menanam asparagus." Ucap Maya, "Dan tidak menghasut para petani lagi untuk meninggalkan program andalan ini."
Tanpa berpikir dua kali bu kades langsung mengangguk, "oke oke, sekarang juga akan saya lakukan!" Ucap bu kades, ia langsung pergi kebelakang untuk mengambil cangkul dan peralatan lain.
Orang-orang disana pun tersenyum-senyum lucu melihat bu kades. Orang yang selama ini punya mental baja, cerewet sekarang takluk oleh seorang ibu muda bernama Maya.
Maya tersenyum, tapi tepat saat Bu Kades kembali keluar menuju lahan Maya memanggilnya.
"Bu, nggak sekarang juga, tunggu sampe tanamannya panen saja, kan sayang kalau langsung diganti?"
Bu kades berhenti sejenak, berpikir, "Oh iya, oke! Sesuai perintah mbak Maya saja!" Katanya. Kemudian kembali ke belakang mengembalikan cangkul.
Disaat orang-orang mulai bubar, disaat Maya juga hendak kembali ke rumahnya, pak kades masih berdiri di tempat pijakannya.
"Pak kades? Ada apa?" Tanya Maya dengan nada lembut.
Pak kades tampak pucat, kumisnya pun kaku nggak bergerak.
"Pak kades? Bapak baik-baik saja." Tanya Maya lagi.
Pak kades pun menggerakkan kepalanya ke samping kiri, lalu ke samping kanan dengan gerakan pelan. Seakan sebuah beban beratus ton sedang diangkatnya.
"Hab-is..." Gumam pak kades pelan.
Maya mengangkat alisnya, bingung, "Habis?"
Pak kades menatap Maya dengan mata berkaca, raut wajahnya menunjukkan sesuatu yang besar sedang mengancam nyawanya.
"Hab-is saya, saya tadi udah bilang akan ikut memenjarakan Sumi bukan?" Ucap pak kades.
Maya mengangguk, "Terus?"
Pak kades menghirup udara dalam-dalam, lalu berucap dengan suara gemetar.
"Si Sumi pasti sudah menyiapkan sarung tinjunya di dalam."
Maya membeku, terkejut, dan baru sadar. Selama ini pak kades memang terkenal sekali sekabupaten kalau ia suami yang sangat takut pada istri. Kejadian tadi pasti akan berbuntut panjang di rumahnya. Maya hendak tertawa melihat tingkah lucu tersebut, tapi melihat wajah pak kades yang tegang membuat dirinya merasa kasihan.
"Jadi gimana dong pak? Padahal tadi saya itu cuma menggertak, bapak saja yang ikut-ikutan."
Pak kades menghela nafas, "Ya sudah, nggak apa-apa May, kamu pulang saja, biar saya yang menghadapi cobaan ini."
Maya mengangguk, lalu melangkah pergi. Tapi tepat saat pak kades masuk ke dalam rumahnya, suara panci terbanting langsung terdengar. Membuat Maya berhenti sejenak.
Maya merasa iba, sekaligus kasihan melihat pak kades. Ingin rasanya ia menolong pak kades. Tapi itu tidak mungkin, ia tidak mau mencampuri urusan rumah tangga orang. Apalagi rumah tangga itu adalah rumah tangga orang yang umurnya jauh diatasnya.
Tidak mau berlama-lama melihat penderitaan pak kades, Maya pun segera pulang ke rumah.
Di rumah, kebetulan Sari sedang menonton acara televisi.
"Bu, ibu darimana saja?"
"Dari rumah pak kades, ada apa nak?"
Sari menggenggam remot, berdiri, ada sesuatu yang hendak ia katakan.
"Ada apa Sar? Jangan bilang kau dapat nilai merah di sekolah."
Sari menggeleng, "Nggak bu, bukan itu."
"Terus?"
Sari nampak menahan nafasnya sebelum berucap. Sari memang type anak yang gak banyak meminta, ia lebih banyak menurut pada orang tua. Tapi kali ini, sepertinya Sari punya sesuatu yang sangat ia inginkan.
"Itu..." Tunjuk Sari ke arah televisi.
Mata Maya melihat sebuah siaran televisi yang menyangkan sebuah host yang sedang berjalan-jalan di bawah pohon sakura.
Dahi Maya mengerut, tidak mengerti.
"Iya kenapa? Kenapa dengan siarannya?" Tanya Maya.
"Minggu depan Sari udah nerima raport Bu, Sari ingin pergi liburan kesana." Jawab Sari dengan pelan, nyaris berbisik.
Maya tersenyum, "Iya kita pergi kesana," jawab Maya.
"Ibu serius?"
Maya mengangguk, "Asal Sari belajarnya selalu rajin!"
"Horeeee!!! Makasih bu," ucap Sari senang. Ia memeluk ibunya.
Tapi, tepat saat Maya menceritakan keinginan Sari itu kepada Gilang, bulu kuduk Maya seketika meremang, ia tidak menyangka, terkejut.
"Jadi, yang ada bunga sakuranya itu di Jepang bang?"