Lily, seorang mahasiswi berusia dua puluh tahun, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis hanya karena satu malam yang penuh jebakan. Ia dijebak oleh temannya sendiri hingga membuatnya terpaksa menikah dengan David Angkasa Bagaskara- seorang CEO muda, tampan, namun terkenal dingin dan arogan.
Bagi David, pernikahan itu hanyalah bentuk tanggung jawab dan penebusan atas nama keluarga. Bagi Lily, pernikahan itu adalah mimpi buruk yang tak pernah ia minta. Setiap hari, ia harus berhadapan dengan pria yang menatapnya seolah dirinya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, di balik sikap angkuh dan tatapan tajam David, Lily mulai menemukan sisi lain dari pria itu.
Apakah Lily mampu bertahan dalam rumah tangga tanpa cinta itu?
Ataukah perasaan mereka justru akan tumbuh seiring kebersamaan atau justru kandas karena ego masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diandra_Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Plin Plan
"Aku senang akhirnya bisa bertemu denganmu," ucap David seraya memeluk erat wanita yang dirindukannya itu.
"Aku juga. Maaf karena aku terus menerus menghindar. Aku juga tidak leluasa untuk berdekatan denganmu, Dav. Dan kau tahu, perlu effort tinggi untukku datang kemari. Bahkan aku rela berjalan lewat pintu belakang," ucap Veronica, artis cantik dengan pakaian yang begitu ketat hingga menampakkan lekuk tubuhnya yang begitu seksi.
"Disini aman. Tidak akan ada wartawan ataupun orang lain karena ini hari libur. Tidak ada yang bisa mengganggu kita, Honey." David mendekatkan wajahnya lalu mendaratkan ciuman pada bibir seksi kekasihnya. Ia benar-benar tidak menyangka jika hari ini akan dipertemukan dan bisa melepas rindu dengan Veronica.
Keduanya saling berpagutan bibir. Ciuman pelan dan berakhir begitu buas penuh dengan gejolak nafsu.
"Boy yang menyarankan aku bertemu denganmu di tempat ini. Sebenarnya aku lebih nyaman di hotel, namun itu akan sangat beresiko mengingat kau sudah menjadi suami orang," ujar Veronica setelah ia melepaskan pagutan bibirnya.
"Kau cemburu?" tanya David. Sebelah tangannya membelai wajah kekasihnya. Sementara sebelah lagi masih mencengkeram erat pinggang wanita itu.
Wanita cantik dan seksi dengan make-up bold yang begitu glamor itu tersenyum getir. Ia membalas tatapan David dengan menantang.
"Jika aku tidak cemburu, tandanya aku tidak mencintaimu. Tentu aku cemburu, Dav. Kecerobohanmu membuat hubungan kita berantakan. Apakah tubuhku saja tidak cukup untukmu? Mengapa seleramu jadi rendahan dengan menggauli bocah itu?!"
Veronica meluapkan amarahnya. Sekuat tenaga menahan emosi, tetap saja ia tak mampu mengingat pria dalam rengkuhannya ini telah menjadi suami orang lain. Angan-angan untuk bisa hidup bersama dan menikah dengan CEO itu harus kandas sementara.
"Aku sudah jelaskan sebelumnya padamu, Honey. Aku dan dia terpaksa menikah dan soal malam itu, dia datang sendiri. Ada orang lain yang menjebaknya dengan memberi obat perangsang." David berusaha untuk menjelaskan sejujur-jujurnya. Ia tak mau jika Veronica terus menerus salah paham. Meksipun kejujuran ini pasti akan menyakitkan untuk wanita itu.
"Dan kau menjadi dewa penolong dengan menyetubuhinya. Ckk... Itu sungguh menjijikan. Aku pikir hanya diriku yang ada di hatimu, Dav."
Veronica merajuk. Dia melepaskan pelukan David dan berjalan menjauh. Wanita itu berdiri di depan jendela besar yang menghadap ke luar dan menatap pemandangan gedung-gedung pencakar langit dari dalam kaca tersebut.
David menghela nafasnya. Ia sedikit kesal, mengapa Veronica terus saja membahas hal itu?
"Ve, sudahlah... Aku ingin kita lupakan itu. Aku sangat mencintaimu. Sungguh, hanya kamu yang ada di hatiku. Soal malam itu, aku benar-benar khilaf." David kembali melingkarkan tangannya. Memeluk Veronica dari belakang.
"Kau khilaf tapi menikmatinya. Aku berani taruhan jika kau sudah melakukannya lagi dengan bocah itu!" sindirnya seraya melipat kedua tangannya di dada. Bibir merah merona nya mengerucut. Dia sangat kesal setiap mengingat sosok wanita yang menurutnya masih kecil itu. Wajah wanita itu memang cantik, namun bagi Veronica dia tidaklah selevel dengannya.
"Tidak, Honey. Aku tidak pernah melakukannya lagi. Pernikahan ini hanya di atas kertas dan aku tidak sudi menyentuhnya," ujarnya berdusta. David membalikkan tubuh Veronica, menatap manik kebiruan itu dengan tatapan dalam.
"Benarkah itu? Kau tidak menyukainya?" tanyanya. " kau juga tidak menyentuhnya?"
David menggelengkan kepalanya. Namun hatinya kini merasa bersalah. Ada rasa aneh dan berat saat ia mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai istri kecilnya itu. Apalagi ketika melihat perjuangan Lily yang berusaha melayaninya dengan baik seperti semalam.
"Apa kau akan segera menceraikannya?" tanya Veronica menatapnya tajam.
"Ya, kami akan bercerai. Aku harap kamu bersabar sampai kontrak pernikahanku habis. Papi memintaku untuk bertahan dengannya sampai 1 tahun agar skandal ini bisa terlupakan oleh publik."
"Ckkk... Si kumis itu memang menyebalkan. Lama sekali satu tahun. Apa kita harus terus kucing-kucingan selama itu?"
Veronica sangat kesal. Si kumis adalah julukan untuk Tuan Handoko. Tak ada sopan-sopannya wanita itu pada ayah kandung David. Itu karena baik Tuan Handoko maupun Nyonya Amanda tidak pernah merestui hubungan mereka. Orang tua David menganggap jika Veronica bukanlah wanita yang baik-baik mengingat banyaknya film dewasa yang ia perankan.
"Kamu tahu sendiri seperti apa dia? Sabarlah sayang. Untuk sementara kita sembunyi-sembunyi dulu. Setelah semuanya selesai, aku janji akan menikahimu."
Veronica tersenyum lebar. Meski yang sebenarnya Ia pun tidak menginginkan pernikahan itu terjadi dalam waktu yang dekat. Tentu saja ia tidak mau banyak tuntutan dari David. Ia masih ingin berkarir dan melejitkan namanya di dunia entertainment.
"Aku akan pegang janjimu, Dav. Kau harus jadi milikku!" tegasnya yang dibalas anggukan kesungguhan dari CEO tampan berhati labil itu. Ia memang sangat menginginkan Veronica, namun entah mengapa saat ini pikirannya tertuju pada Lily.
'Lily, maafkan aku,' batinnya saat pria itu direngkuh oleh wanita yang saat ini begitu agresif melampiaskan kerinduan dalam buaian kenikmatan dunia .
Keduanya saling berpacu dalam gelora asmara yang terpendam sebulan lebih karena skandal itu. Mereka merasa disini aman untuk saling memadu kasih. Tanpa mereka sadari, sepasang mata sejak tadi memperhatikan dengan derai yang terus berjatuhan membasahi pipi.
Adegan menjijikan dan obrolan sebelumnya pun sudah ia dengar. Tak kuasa hatinya untuk tetap berada di tempat ini. Niatnya ingin memberikan kejutan, namun malah dirinya yang diberi kejutan oleh suaminya sendiri.
Lily berlari dengan kencang. Matanya memerah dengan tetes demi tetes air bening yang tak terbendung. Ia ingin berlari sejauh mungkin, bahkan tempat makan berisi bekal untuk David pun sampai ketinggalan di ambang pintu ruang CEO yang sedikit terbuka itu.
"Nona mau kemana? Dan kenapa Nona menangis?" tanya security yang menjaga pintu utama kantor tersebut.
"Sa–saya hanya sakit perut, Pak. Saya pamit dulu. Permisi..."
"Tunggu. Nona! Nona Lily..."
Lily tak mengindahkan panggilan dari penjaga pintu itu. Ia berlari dan segera masuk ke dalam mobil milik keluarga Bagaskara yang mengantarnya kemari.
"Jalan, Pak!" titahnya dengan suara bergetar.
Pak Seno segera melajukan mobilnya tanpa banyak bicara. Ia tak mau ikut campur dengan urusan majikannya. Nona Lily memang baik, bahkan sangat merakyat. Namun tidak dengan Tuan David yang tidak akan pernah suka jika pelayan ataupun sopir di rumahnya berbicara dengan majikannya jika bukan hal yang penting.
Tanpa bertanya, Pak Seno mengemudikan mobil itu menuju kediaman Bagaskara. Ia tak mau mengganggu majikannya yang saat ini tengah menangis terisak-isak. Wajah Lily ditutupi oleh kedua telapak tangan. Pak Seno menduga-duga, apa yang terjadi dengan majikannya itu? Apa dia bertengkar dengan Tuan Dav?
BRAK.
Dengan kencang, ia membanting pintu mobil tersebut lalu berlari masuk ke dalam. Para pelayan yang melihat sikap Lily dibuat terkejut. Kini Lily menunjukkan sikap aslinya yang manja dan mudah merajuk.
Sambil terus menangis, ia berlari menaiki tangga. Karena tidak lihat-lihat, dirinya tak sengaja menabrak seseorang ketika sampai di lantai 2.
BRUK.
"Awww...." Lily mengasuh saat tulang ekornya menyentuh lantai dengan kencang. Ia terjatuh tersungkur setelah bertabrakan dengan seseorang.
"Ya ampun, Lily. Kamu gak apa-apa?"
Seorang pria berjongkok lalu membantu Lily untuk bangkit. Siapa lagi kalau bukan Ricardo. Pria itu terlihat khawatir melihat Lily yang kesakitan.
Lily mengangkat wajahnya sehingga Ricardo bisa melihat jelas wajah wanita cantik itu yang kini nampak berantakan dan menyedihkan.
"Kamu menangis? Maafkan aku. Aku gak sengaja. Sakit sekali ya?" tanyanya cemas.
Lily hanya diam dengan sisa isak tangisnya. Ia yang tadinya selalu kesal setiap kali bertemu dengan Ricardo, kini malah diam di tempat, Memperhatikan wajah pria yang tak kalah tampan dengan kakaknya itu. Namun meskipun Ricardo tampan dan kaya, tetap saja Lily tak punya perasaan apa-apa pada pria itu.
"Lily, kamu kenapa?" tanyanya lembut. Ricardo membantu Lily untuk bangun.
"Jangan menangis. Air matamu terlalu berharga, Lily. Apapun masalahmu, aku yakin kamu adalah wanita yang kuat."
Lily bergeming. Kata-kata dari pria menyebalkan itu membuatnya terenyuh. Sejak kapan Ricardo yang sikapnya seperti preman dan suka seenaknya itu bisa berbicara sangat lembut dan manis?
Ia terpana hingga tak menyadari kini tangan hangat itu mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Dihapusnya jejak air mata di wajahnya. Tatapannya begitu tulus. Andaikan David bisa bersikap seperti ini? Batinnya.
***
Bersambung...