Di dunia Bintang Biru, setiap manusia akan melalui ritual kebangkitan bakat. Mulai dari peringkat terendah Rank F hingga yang tertinggi Rank SSS, bakat inilah yang menentukan jalan hidup seseorang—apakah menjadi manusia biasa atau pahlawan yang mampu mengguncang alam semesta. Sejak lahir, Ye Chen dianggap tak memiliki masa depan. Bakatnya hanyalah elemen kayu dan aura rubah biasa. Namun, tak seorang pun tahu bahwa rubah di dalam dirinya adalah Rubah Ekor Sepuluh, eksistensi mitos yang melampaui seluruh makhluk sihir. Saat upacara kebangkitan dimulai, seluruh langit bergetar. Ye Chen justru memecahkan batas manusia dan memperoleh bakat misterius: Saitama—Fisik Tak Terbatas, kekuatan tubuh yang berkembang tanpa ujung hingga melampaui segala logika. Namun perjalanan Ye Chen tak sendiri. Kekasih masa kecilnya, seorang gadis berbakat yang selalu berada di sisinya, membangkitkan garis keturunan kuno Uchiha sejak kecil, lengkap dengan mata yang menyala bak api takdir. Tidak hanya itu, dia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daud Nikolas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14 misi pertama
Lalu mereka berdua mulai bergerak menuju Pegunungan Angin Gelap. Pegunungan ini membentang sejauh ribuan mil, dipenuhi oleh berbagai jenis monster buas. Konon, di tempat ini pernah muncul seekor elang bersayap empat berelemen api dengan tingkat bahaya level S. Tingginya mencapai ratusan meter dan pernah membantai satu kota dalam semalam, menjadikannya penguasa mutlak di pegunungan tersebut.
Ye Chen dan Lan Shuang turun di pinggiran hutan. Mereka mulai berburu monster dengan tingkat bahaya level A ke atas. Mata Lan Shuang mulai berputar, menampakkan Sharingan abadi milik Sasuke—meski tanpa kekuatan Rinnegan. Di sisi lain, Ye Chen mengaktifkan mode Kurama, namun belum menggunakan kekuatan senjutsu.
Mereka menyusuri hutan yang gelap dan lembap, sesekali terdengar raungan monster dari kejauhan. Ketika seekor monster menampakkan diri, Lan Shuang hanya mengangkat tangan. Dalam sekejap, ledakan besar terjadi, menyapu habis makhluk itu hingga tak bersisa.
Ye Chen menatap adiknya yang berjalan santai di tengah reruntuhan pohon.
“Kenapa kau tidak takut sedikit pun, Lan Shuang?” tanyanya dengan nada datar.
Lan Shuang menoleh sekilas, matanya merah menyala. “Takut? Mereka hanyalah binatang liar. Aku hanya membersihkan jalan.”
Ia terus melangkah tanpa ekspresi. Susanoo berwarna ungu setengah badan melingkupi dirinya, tinggi sekitar dua puluh meter, memegang busur besar yang dipenuhi api hitam Amaterasu. Setiap anak panah yang ditembakkan membakar langit dan tanah, membuat monster-monster berlarian ketakutan.
Ye Chen hanya diam, namun dalam hatinya bergejolak. Sisi dingin Lan Shuang selalu muncul saat menghadapi musuh... seperti es yang tak bisa mencair.
Ia pun mengepalkan tangan. “Kalau begitu, aku juga tidak akan kalah.”
Keduanya melanjutkan perburuan. Dalam waktu singkat, mereka meratakan area seluas sepuluh mil. Raungan monster berganti menjadi keheningan mencekam. Tak ada lagi yang berani mendekat. Poin mereka terus bertambah hingga mencapai seribu poin—jumlah yang luar biasa untuk satu hari berburu.
Sementara itu, di puncak gunung berapi yang menjulang ribuan meter di dalam Pegunungan Angin Gelap, suhu mencapai puluhan ribu derajat Celsius. Di tengah magma yang bergolak, seekor elang raksasa bersayap empat berbaring dengan tenang. Tubuhnya diliputi api merah menyala, seolah ia terlahir dari inti bumi itu sendiri.
Tiba-tiba, seekor burung api berukuran sepuluh meter terbang mendekat dengan sayap mengepak cepat. Ia berhenti di depan elang raksasa itu dan menundukkan kepala dalam-dalam.
“Lapor, Raja,” suaranya bergetar. “Terjadi anomali di pinggiran hutan. Semua pasukan monster kita... telah dibantai oleh dua anak manusia.”
Suara dentuman magma terdengar berat, lalu dua bola api besar terbuka seperti mata.
“Elang” itu perlahan bangkit, menyebarkan tekanan panas yang membuat udara bergetar hebat.
“Dua anak manusia... berani mengusik wilayahku?” gumamnya pelan, namun nadanya membawa amarah yang seolah membakar seluruh gunung.
Elang besar itu tiba-tiba mengecil, tubuhnya berubah menjadi wujud manusia setengah monster. Empat sayap api membentang di punggungnya, aura panas dan tekanan membara mengisi udara di sekitar. Tubuhnya setinggi dua meter dengan mata merah menyala seperti bara neraka. Dialah sang penguasa Pegunungan Angin Gelap — Feng Xu.
“Kalau begitu,” ucap Feng Xu dengan suara berat yang bergema di dalam gua magma, “kirim para penjaga tingkat jenderal. Aku tidak ingin dua manusia itu masih hidup saat matahari terbit.”
“Baik, Raja,” jawab burung api kecil itu gemetar, lalu segera terbang keluar dari kawah, meninggalkan percikan api di udara.
---
Beberapa jam kemudian, Lan Shuang dan Ye Chen berkemah di tepi sebuah danau berdiameter lima puluh meter. Airnya jernih berkilau memantulkan cahaya bulan, dan udara di sekitar terasa sejuk. Hutan di sekitar begitu tenang, hanya terdengar suara serangga malam dan gemericik air.
“Shuang, kamu dapat berapa poin sekarang?” tanya Ye Chen sambil duduk di samping api unggun.
“Baru seribu seratus, Kak,” jawab Lan Shuang sambil menatap hologram kartu pemburunya yang memancarkan cahaya biru lembut.
Ye Chen mengangguk pelan. “Kakak baru seribu dua ratus... masih sedikit,” katanya dengan nada datar.
Tiba-tiba, kedua kartu mereka bergetar dan mengeluarkan suara peringatan.
Bip... bip...
Teks hologram muncul di udara:
> “Terjadi bahaya di radius 50 mil dari lokasi Anda. Beberapa pemburu Rank B mengalami kesulitan menghadapi monster dengan tingkat bahaya Level A.”
Lan Shuang dan Ye Chen saling berpandangan.
“Pemburu Rank B?” Ye Chen mengerutkan kening. “Berani sekali mereka masuk sejauh itu tanpa kekuatan minimal level A.”
Lan Shuang berdiri, matanya bersinar merah. “Kita lihat saja siapa yang nekat itu.”
Tanpa banyak bicara, keduanya melesat ke langit, meninggalkan jejak cahaya di siang hari.
---
Lima puluh mil dari tempat mereka berkemah, di tengah hutan yang gelap dan lembap, lima remaja berusia sekitar enam belas tahun sedang bertarung mati-matian. Mereka adalah Xiao Lin, Ling Ge, Ling Li, Yu Zhong, dan Lou Yu — semua berasal dari keluarga terkemuka di Kota Sun.
Namun saat ini, tubuh mereka berlumuran darah dan napas mereka tersengal. Di hadapan mereka berdiri seekor goblin raksasa setinggi sepuluh meter, tubuhnya dilapisi baja hitam, kedua tangannya sebesar batang pohon, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar. Monster itu memiliki tingkat bahaya Level A.
Ling Ge menatap para pria di depannya dengan marah. “Aku sudah bilang jangan masuk ke hutan dalam, tapi kalian malah keras kepala!” wajah cantiknya gemetar karena marah dan takut.
Lou Yu menunduk malu, sementara Xiao Lin dan Yu Zhong hanya bisa terdiam. Mereka memang ingin memamerkan kekuatan di depan dua gadis keluarga Ling, tapi hasilnya berakhir tragis.
“Apa gunanya saling menyalahkan sekarang?” kata Xiao Lin dengan wajah penuh debu. “Kita pikirkan cara untuk bertahan hidup dulu!”
Belum sempat mereka bergerak, goblin itu meraung dan mengayunkan tinjunya.
BOOM!
Tanah bergetar keras, debu dan batu beterbangan. Mereka berlima terpental, sebagian tubuh terbakar karena panas dari energi monster itu.
“Argh!” Yu Zhong menjerit kesakitan, sementara Lou Yu bangkit dan mulai berlari ketakutan. “Aku tidak mau mati di sini!”
“Bajingan! Kau mau kabur?” teriak Xiao Lin dengan marah. “Dasar pengecut!”
Lou Yu tidak menoleh lagi, ia terus berlari menjauh meninggalkan rekan-rekannya. Xiao Lin menggertakkan gigi, amarah dan rasa kecewa bercampur di matanya.
“Dia benar-benar menjijikkan,” gumam Yu Zhong lemah.
Xiao Lin menatap Ling Ge dan Ling Li. Tubuh mereka gemetar dan luka-luka, nyaris tak bisa berdiri. Tanpa ragu, Xiao Lin dan Yu Zhong mengeluarkan dua pil dari kantongnya dan melemparkan ke arah mereka.
“Cepat! Gunakan obat penyembuh itu dan pergi dari sini!”
“Tapi kalian—”
“Cepat pergi!” potong Xiao Lin dengan tegas.
Ling Ge dan Ling Li menatap mereka dengan mata berkaca-kaca. “Terima kasih...” ucap Ling Li pelan sambil menggenggam tangan kakaknya. Mereka berdua berlari tertatih keluar dari area pertempuran.
Xiao Lin dan Yu Zhong menatap punggung kedua gadis itu, lalu saling menatap satu sama lain. Senyum pahit muncul di wajah mereka.
“Sudah berakhir,” ucap Yu Zhong dengan napas berat.
Xiao Lin menatap sahabatnya itu dalam diam. “Saudara Yu, kau benar-benar teman sejati. Hari ini... aku bersumpah, kau akan jadi saudara hidup dan mati-ku.”
Keduanya berdiri berdampingan menghadapi goblin raksasa yang mengangkat tinjunya sekali lagi. Api membara di sekeliling, dan udara bergetar oleh kekuatan dahsyat yang siap menghancurkan segalanya.