Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 27
Arka, yang terperangkap dalam tubuh Anya, merasakan jantungnya berdebar kencang. Telapak tangannya berkeringat, napasnya tercekat.
Gosip tentang kedekatannya dengan Anya telah memicu amarah para penggemar fanatiknya. Bisik-bisik sinis dan tatapan menusuk sudah menjadi makanan sehari-hari.
Mereka tidak suka jika Arka berhubungan dengan wanita lain, apalagi Anya. Arka tahu, keluar dari rumah sakit ini adalah misi berbahaya. Ia menelan ludah, berusaha menenangkan diri.
Dengan hati-hati, ia menyelinap keluar melalui pintu belakang. Ia menarik jaket tebal hingga menutupi sebagian wajahnya, topi menutupi rambut panjang Anya yang biasanya tergerai indah. Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, suara teriakan histeris memecah keheningan. Ia tersentak, bahunya menegang.
"Itu dia! Itu Anya!"
Sekelompok penggemar fanatik berlarian ke arahnya. Wajah mereka dipenuhi amarah dan kebencian.
Mata mereka memancarkan kilatan benci. Arka tahu, mereka tidak akan segan-segan menyakitinya. Ia menggigit bibir bawahnya.
"Awas kau, Anya! Jauhi Arka!" teriak seorang gadis dengan mata melotot, jari telunjuknya menuding ke arah Arka.
Arka berlari secepat mungkin, kakinya terasa lemas. Namun mereka semakin mendekat, suara langkah kaki mereka menggema di belakangnya.
Tiba-tiba di depannya sudah ada beberapa fans berdiri seperti benteng, tangan mereka mengepal erat.
Ia merasa terpojok, tidak ada jalan keluar. Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencari celah untuk melarikan diri.
"Arka milik kami! Kau tidak pantas untuknya!" teriak yang lain, sambil melemparkan botol air mineral ke arah Arka.
Botol itu melesat melewati kepalanya, nyaris mengenai wajahnya.
Arka berhasil menghindar, namun ia tahu ini hanya permulaan. Ia merasakan hawa permusuhan yang semakin menguar di sekitarnya.
Mereka semakin beringas, mendorong dan menariknya dengan kasar. Jaketnya tertarik, topinya hampir lepas. Arka merasa ketakutan dan tidak berdaya.
Ia tak mungkin melawan karena mereka kebanyakan seorang wanita remaja.
Arka hanya bisa pasrah saat mereka mengeroyok dirinya. Ia memejamkan mata, menunggu pukulan datang.
Tiba-tiba, sebuah suara menggelegar membelah kerumunan. Suara itu begitu kuat hingga membuat semua orang terdiam.
"Hentikan! Apa yang kalian lakukan?!"
Semua mata tertuju pada sosok yang berdiri dengan gagah di hadapan mereka. Dada bidangnya membusung, bahunya tegap.
Anya, dalam tubuh Arka, memasang wajah marah dan kecewa. Rahangnya mengeras, alisnya bertautan.
"Kalian mengaku sebagai penggemar Arka? Tapi kenapa kalian malah menyakiti orang yang dekat dengannya?" tanya Anya dengan nada geram. Suaranya bergetar menahan amarah.
Para penggemar terdiam, merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Anya. Mata mereka menunduk, menghindari tatapan penuh amarah itu.
"Kalian marah karena aku dekat dengan Anya? Kalian pikir Anya merebut aku dari kalian? Kalian salah besar!" lanjut Anya dengan suara lantang. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya.
"Aku dan Arka gak ada hubungan apa-apa. Kami hanya sebatas partner kerja. Jangan percaya dengan gosip murahan yang beredar di internet. Aku berhak berteman dengan siapa saja. Kalian tidak punya hak untuk mengatur hidupku!"
Anya menarik napas dalam-dalam, berusaha meredakan emosinya. Dadanya naik turun dengan cepat.
"Aku tahu kalian sayang padaku. Tapi cinta tidak berarti harus memiliki. Cinta sejati adalah ketika kita bisa merelakan orang yang kita cintai bahagia, meskipun bukan dengan kita."
Anya menatap satu per satu wajah para penggemar.
Matanya melembut, namun tetap menyimpan kekecewaan. "Anya juga seorang manusia biasa. Dia punya perasaan, dia punya hak untuk bahagia. Jangan sakiti dia hanya karena kalian cemburu. Tolong hargai privasinya. Tolong beri dia ruang untuk bernapas."
Keheningan menyelimuti kerumunan. Para penggemar mulai tersadar akan kesalahan mereka.
Beberapa dari mereka bahkan menangis, air mata meleleh di pipi mereka, menyesali perbuatan mereka. Mereka mulai berbisik-bisik, meminta maaf atas tindakan mereka.
Arka, dengan tubuh yang terasa sakit dan memar, menatap nanar ke arah Anya. Ia tak menyangka Anya bisa mengatakan hal yang sangat menyentuh seperti itu.
Matanya berkaca-kaca, terharu dengan ketulusan Anya.
Anya, dalam tubuh Arka, mendekati Arka yang masih terhuyung-huyung dalam tubuh Anya. Wajahnya penuh kekhawatiran dan simpati.
Ia mengulurkan tangannya, telapak tangannya terbuka, menawarkan bantuan. "Ayo, kita pergi dari sini," ucapnya lembut, berusaha menenangkan Arka.
Dengan perlahan, mereka berdua berjalan melewati kerumunan yang mulai membuka jalan. Kepala mereka tertunduk, menghindari tatapan mata orang-orang.
Para penggemar hanya bisa menatap mereka dengan tatapan penuh penyesalan dan rasa malu. Beberapa dari mereka menyeka air mata yang masih membasahi pipi.
Suasana yang semula kondusif tiba-tiba menjadi mencekam setelah seorang dari kerumunan menerjang ke arah Anya dan Arka. Wajahnya merah padam, matanya liar.
Dia berlari sambil membawa sebotol cairan aneh. Tiba-tiba ia menyiramkan ke arah mereka berdua. Namun, karena kesigapan Arka, refleksnya cepat, ia menangkisnya dengan tas yang ia pegang dan botol itu terjatuh dan pecah.
Cairan itu tumpah dan mengeluarkan asap seperti terbakar. Bau menyengat langsung menusuk hidung.
Akkhhh!
Seketika semua berteriak histeris, menutup hidung dan mulut mereka karena tak menyangka akan terjadi hal seperti itu.
Lelaki yang hendak menyiramkan cairan keras itu berusaha kabur. Tapi Arka segera mengejar dan melepar sepatunya tepat ke arah kepala hingga lelaki itu terhuyung dan terjatuh.
Lelaki itu meringis kesakitan, memegangi kepalanya.
Polisi dan Julian yang datang tepat waktu segera meringkusnya. Mereka menarik tangannya ke belakang, memborgolnya dengan kasar.
"Sial! Lepaskan aku," ucap lelaki itu dengan nada marah dan frustrasi.
Julian segera memiting tangannya dan membuatnya berlutut. Wajahnya meringis kesakitan, namun matanya tetap memancarkan kebencian.
Arka yang geram, dengan mata menyala-nyala, langsung menampar wajah lelaki itu.
Tamparan itu begitu keras hingga membuat kepala lelaki itu tersentak ke samping. "Kau selalu melakukan ini dan gak pernah ketangkap kan selama ini. Emangnya salah apa Arka sampai kau terus berusaha menyakitinya?"
"Cih ... dasar manusia bermuka dua. Kalian semua harus tau, dia ini gak sebaik yang kalian kira. Dia itu manusia munafik, bermuka dua!" teriaknya lantang, meludah ke arah Arka.
Anya panik. Jantungnya berdegup kencang. Ia takut perkataan lelaki itu mempengaruhi citra Arka.
"Julian cepat bawa dia pergi. Bawa dia ke kantor polisi," seru Anya dengan nada cemas.
Julian menariknya kasar. Ia berusaha melawan, meronta-ronta, namun Julian memegangnya kuat.
"Lepas! kau kira ini sudah berakhir, ini belum berakhir. Dia gak akan biarin kau hidup tenang," serunya lantang, matanya tertuju pada Arka.
'Dia siapa sih maksudnya. Punya dendam apa mereka pada Arka. Kenapa aku selama ini gak tau apa-apa?' batin Anya penuh tanya. Wajahnya pucat, tangannya gemetar.