Mengisahkan seorang crazy rich, Ditya Halim Hadinata yang memperjuangakan cinta seorang gadis dari keluarga biasa, Frolline Gunawan yang tidak lain adalah kekasih keponakannya sendiri, Firstan Samudra.
Ikuti terus ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26 : Aku merindukanmu, Fro
“Aku serius. Menikahlah denganku, Fro. Aku berjanji akan membahagiakanmu dan kedua orangtuamu,” ucap Ditya penuh dengan keyakinan.
Frolline membeku, dengan bibir tertutup rapat. Raut keterkejutan terlihat jelas dari wajahnya. Perasaannya terombang ambing. Bukan karena dia tidak cinta, tetapi lebih kepada tidak enak hati. Seringkali dia menolak Ditya, dari cara kasar sampaai terhalus. Tetapi, lelaki itu tetap pantang menyerah. Bahkan tetap menolongnya tanpa berpikiran penolakan kasar yang sudah dilakukannya.
Bahkan saat ini bisa dikatakan nyawa papanya ada di tangan Ditya. Entah apa yang harus dijawabnya. Menolak lagikah seperti yang sudah-sudah. Atau menerima dengan terpaksa. Seperti buah simalakama.
Sebagai manusia biasa, tentu ada kesungkanan ketika mengobrak-abrik perasaan seorang lelaki yang terlihat tulus dan dilakukan berulang kali. Setidaknya kalau tidak bisa mencintai dengan hati, masih bisa mencintai dengan akal budi. Entahlah dia bisa melakukannya atau tidak.
Ditya yang masih sabar menunggu jawaban meskipun dia tahu kemungkinan untuk diterima sangatlah kecil. Pasti akan berakhir dengan penolakan lagi. Faktanya sampai saat ini, gadis polos di hadapannya ini begitu mengagungkan satu kata yang dianggapnya cinta. Dia bukannya tidak tahu bagaimana perasaan Frolline padanya. Sampai sejauh ini, Frolline bukan hanya tidak cinta, malah tidak mau dekat dengannya.
“Aku.. aku...”
Suara penuh keraguan yang terbata itu akhirnya keluar juga dari bibir mungil Frolline. Tangannya berkeringat dingin,dalam gengaman erat tangan Ditya.
Menghela nafas, berdoa dalam hati. Semoga jawabannya kali ini adalah jawaban terbaik untuk semua orang.
Sebuah ketukan di pintu mengecilkan keberanian Frolline, suara Matt yang memanggil nama majikannya berulang kali membuat nyali gadis itu menciut sekaligus bernafas lega.
Ditya tersenyum, masih tidak mau melepas tangan Frolline, membawa gadis itu berjalan ke pintu. Saat pintu kamar terbuka, terlihat senyum manis sang asisten.
“Bos, mama Frolline sudah ada disini,” ucapnya tersenyum, menatap kedua orang di depannya silih berganti.
Matt tidak menduga sama sekali akan mendapatkan kejutan seluar biasa ini. Majikannya sedang berduaan dengan gadis impiannya di dalam kamar. Tidak sampai disitu saja, genggaman erat tangan Ditya menandakan ada kemajuan dalam hubungan keduanya.
Berita yang disampaikan Matt membuat senyum Frolline terkembang dan merekah. “Mama sudah datang?” tanyanya memastikan.
Sebuah anggukan, tapi kalimat Matt selanjutnya sanggup senyum Ditya berubah.
“Ada Angella dan Firstan ikut bersama Nyonya Gunawan.
Mendengar itu, Frolline langsung menghempas kasar tangan Ditya, bergegas menemui ketiganya.
“Ma..!” pekiknya langsung memeluk mama dan kakaknya bergantian. Terlihat Firstan hanya memandang tanpa menyapa sama sekali. Sakit hatinya masih belum sembuh, melihat dengan mata kepalanya sendiri, kala Frolline berbagi tempat tidur dengan Om-nya sendiri.
“Tante..”
Ditya yang mengekor, ikut menyapa. Menyalami Angella dan tentunya Firstan untuk berbasa basi.
Frolline yang sejak tadi duduk disamping mamanya terlihat jauh lebih ceria. Kedatangan keluarganya disini membuat perasaan gadis itu jauh lebih membaik, dibandingkan saat tinggal berdua dengan Ditya.
Setengah jam mengobrol dan bergabung dengan keluarga Frolline, Ditya pun bangkit dari duduknya. Undur diri dan berpamitan kembali ke Indonesia.
“Fro, aku pamit,” ucapnya pelan, dia sengaja berpindah duduk tepat disebelah Frolline. Setidaknya lebih leluasa berbincang. Mata elangnya terlihat beberapa kali mencuri pandang pada Firstan.
“Kalau terjadi sesuatu, segera hubungi aku. Aku usahakan secepatnya terbang kesini menemuimu,” lanjut Ditya, tersenyum.
Terlihat lelaki itu mengigit bibir bawahnya. Kalau menuruti hatinya, saat ini dia sangat ingin mencium kening Frolline. Tetapi masih ada keraguan, karena sampai detik ini, gadis itu belum memberinya jawaban dan kepastian.
Kedatangan Firstan yang di luar rencana, sedikit banyak membuat perasaannya tidak tenang. Kalau bukan tuntutan pekerjaan, dia tidak akan meninggalkan Frolline dekat dengan keponakan pecundangnya.
“Iya, terimakasih sudah membantuku selama ini,” bisik Frolline tersenyum.
***
Kepergian Ditya yang hanya meninggalkan seorang Matt untuk membantunya terbilang bisa membuat Frolline bernafas lega. Setidaknya dia tidak perlu merasa sungkan dan tidak enak hati setiap saat.
Apalagi sekarang ada mama dan Angella yang di trimester awal kehamilannya mulai menggendut di bagian pipinya. Tetapi tidak untuk perutnya.
Akan tetapi, ada sisi menghilang dari kepingan hati yang hancur, setiap melihat Firstan. Ada rasa sakit yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Meski pada kenyataannya, tidak ada lagi yang tertinggal dari hubungan mereka.
Kata putus dari Firstan bukan hanya menghancurkan masa pacaran mereka, tetapi semua kenangan mereka sejak kecil pun tidak bersisa.
Hari ini adalah hari ketiga kepulangan Ditya ke tanah air. Seperti biasa, Frolline berbagi jadwal dengan mama dan Angella untuk mengunjungi papanya di rumah sakit. Kebetulan mama dan Angella sejak pagi sudah keluar, tertinggal dirinya dan Firstan yang sejak semalam tidak keluar dari kamarnya.
Matt terlihat sibuk dengan ponselnya sejak tadi. Entah apa yang dikerjakan asisten itu. Sesekali melirik ke arah Frolline. Sejak ditinggal bosnya pulang ke Indonesia, Matt beralih tugas. Kalau sebelumnya mengekor dimana saja Ditya berada, sekarang tugasnya menjaga kemana saja Frolline pergi.
“Gadismu sedang melamun menatap ponselnya, Bos!”
Sebuah pesan singkat yang dikirim Matt pada majikannya, berikut foto curian yang diambil saat Frolline sedang tidak menyadarinya.
Hampir lima belas menit menunggu, akhirnya Matt mendapat pesan balasan yang membuatnya melotot.
“*Pastikan semuanya baik-baik saja sampai aku tiba disana. Bujuk dia agar mau menikah denganku.” *
“*Saat aku tiba disana, aku mau dia mengatakan Yes, I do!” *
Pesan lanjutan dari Ditya yang membuat Matt pusing tujuh keliling. Melirik kembali ke arah Frolline, ternyata gadis itu sudah menghilang dari tempat duduknya semula. Terlalu sibuk memaknai pesan mengerikan dari majikannya sampai dia kehilangan jejak gadis bosnya.
“Fro!” panggil Matt pelan, berhenti sejenak berharap terdengar sahutan merdu seperti biasanya.
“Fro!” teriakan kedua pun meluncur manis. Tetapi tetap hening.
Bibir Matt akan membuka kembali, saat salah satu pintu kamar membuka. Muncul Frolline dengan wajah paniknya. Entah sejak kapan gadis itu masuk ke sana, tetapi yang jadi pertanyaan untuk apa dia masuk ke sana. Bukankah itu kamar Firstan.
“Matt, tolong aku!” pekik Frolline, berlari masuk memeluk baskom berisi air hangat yang dibawanya dari dapur.
“Ada apa?” tanya Matt bertambah heran.
“First sakit,” bisik Frolline hampir menangis.
“Badannya panas,” lanjut gadis itu lagi. Duduk disisi ranjang sembari mengompres kening yang panas dengan wajah memerah.
“First, kamu baik-baik saja? Kenapa Kak Angell meninggalkaanmu sendirian disini,” bisiknya lagi, sembari mengganti kompresan yang baru.
Sejak tadi dia sudah merasa aneh dengan kamar Firstan yang tertutup rapat. Entah angin apa yang membuatnya nekat mengintip isi di dalamnya. Tetapi, itu yang membuatnya mengetahui sakitnya sang mantan kekasih.
“First, aku buatkan bubur dulu untukmu,” bisik Frolline. Berlari keluar, buru-buru menuju ke dapur. Matt yang senak tadi dipaksa menonton adegan adik ipar yang mengurus kakak iparnya dibuat kaget. Apalagi dia bisa melihat sendiri, aura panikmdi wajah Frolline yang tidak dibuat-buat.
***
Frolline masih berada di kamar Firstan sore itu. Membantu lelaki itu menghabiskan obatnya, setelah menikmati semangkok bubur.
“Kalau kamu butuh sesuatu, aku di luar,” ucap Frolline berbisik canggung.
“Fro, terimakasih,” ucap Firstan, pelan. Rasa yang berusaha ditekannya selama ini, perlahan muncul kembali ke permukaan. Terus terang, perhatian Frolline yang masih ada untuknya, membuat perasaannya menghangat. Gairah hidup yang sempat musnah, sesaat setelah dia melontarkan kata putus sekarang muncul kembali.
“Fro, maafkan aku,” bisik Firstan. Meraih tangan Frolline, dan mengengamnya dengan hangat.
“Aku sudah melupakannya. Tidak perlu dipikirkan,” sahut Frolline, tersenyum seperti biasanya.
“Mau aku panggilkan Kak Angell?” tawar Frolline lagi.
Sebuah gelengan disertai senyuman dipersembahkan Firstan. “Aku sudah baik-baik saja. Biarkan saja, aku tidak mau membebani Angell, dia sedang hamil,” ucap Firstan.
“Baiklah, aku keluar dulu kalau begitu,” pamit Frolline.
Tepat saat gadis itu meraih gagang pintu dan berjalan keluar dari kamar kakak iparnya. Masih dengan tangan memegang mangkok keramik bekas bubur. Tetapi ada seseorang yang kehadirannya cukup mengejutkan Frolline.
“Ditya?”
“Kapan kamu datang?” bisik Frolline pelan.
Lelaki yang sedang duduk itu menatap tajam ke arahnya. “Aku merindukanmu, Fro,” ucapnya pelan, dengan ekspresi kakunya.
***
T b c
Love You all
Terima kasih.
ngulang baca lagi