Ini salah, ini sudah melewati batas perkerjaan ku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam yang menakutkan
Kerlap kerlip lampu khas tempat hiburan malam menyorot mataku, apakah aku akan betah kerja di tempat seperti ini? Ya, ini tempat yang Freya kirim kepada ku untuk menemui nya. Sorot mataku menyelidik mencari sosok teman ku itu, setelah aku menemukannya di salah satu kursi yang ada, aku langsung menghampirinya.
"Aduh sorry ya Frey, kamu pasti udah nunggu lama."
"Santai aja Amira, kayak sama siapa aja deh." Dia menyuruh aku duduk di kursi yang ada di meja itu. "Ngomong-ngomong kamu udah yakin mau kerja di tempat seperti ini?"
"Aku yakin Frey, tapi hanya sekedar menemani pelanggan untuk minum-minum saja. Aku masih belum bisa untuk hal lebih semacamnya."
"Itu bisa diatur, tapi upahmu tidak akan sebanyak karyawan lainnya yang menemani pelanggan sepanjang malam termasuk untuk urusan ranjang."
"Tidak apa-apa, yang penting aku mempunyai penghasilan untuk membantu ibu."
"Baiklah kalau begitu ikut denganku untuk menemui mommy Gita, dia adalah bos disini."
_____________________________________________
"Malam mom, aku membawa teman ku yang aku ceritakan tadi."
Aku menyapanya dengan senyuman setelah Freya memperkenalkan ku.
"Oh, jadi kamu orangnya. Cantik juga teman mu ini Frey."
"Tentu dong mom, masih segel juga nih."
"Wow bagus dong, siapa tau bisa jadi primadona disini."
"Tapi untuk sekarang dia hanya bisa menemani pelanggan untuk minum-minum saja tidak untuk yang lainnya karena masih takut."
"Oh begitu ya. Tidak apa-apa, mungkin nanti dia akan terbiasa dan ingin mencoba hal lain. Ngomong-ngomong apa alasan kamu ingin berkerja di tempat seperti ini?"
"A-aku ingin membantu ibuku untuk melunasi hutang-hutangnya dan juga untuk menambah-nambah uang jajan ku."
"Baiklah, semoga kamu bisa berkerja dengan baik. Ah ya, kamu bisa mulai berkerja sekarang. Di room 183 ada tamu VIP yang sudah menunggu. Freya kamu bisa mengantarnya."
Freya menuntun ku menuju ke ruangan tersebut, dia juga sesekali memberitahu ku setiap inci bagian-bagian yang ada di gedung ini.
Sampailah kita di depan pintu ruangan yang dimaksud, aku sedikit deg-degan dan ragu untuk melakukannya tapi suara Freya menginterupsi ku. "Tidak apa-apa, kamu hanya menemani mereka minum."
Aku mengetuk ruangan itu dengan pelan dan membukanya sendiri, Freya sudah pergi meninggalkanku tadi. Cahaya di ruangan ini terbatas, hanya pencahayaan dari lampu tidur yang ada dinakas sebagai sumber cahaya satu-satunya dan aku dapat melihat siluet tubuh lelaki yang sedang berdiri menghadap jendela.
"Permisi." Aku mencoba untuk meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Lelaki itu berbalik dan membuat aku terkejut dengan apa yang aku lihat, lelaki itupun sama terkejutnya melihat orang yang cukup dikenalnya memakai pakaian yang minim. Dia adalah Javari Pramuja, ayah dari Geovan Pramuja, kekasihku.
Jantung ku rasanya ingin copot, keringat mulai keluar dari pelipis ku. Aku takut Om Javar akan melaporkannya kepada Geovan tentang ini. Namun, suara lelaki dewasa itu langsung mengalihkan kegugupan dan ketakutan ku.
"Wow, aku tidak menyangka kekasih anakku yang akan menemani ku malam ini."
Aku semakin takut dan gugup mendengar suaranya, tapi aku berusaha tenang dan ingat kepada tujuan awal ku kesini.
"Lupakan tentang itu Om dan tolong jangan ceritakan pada Geovan tentang hal ini, aku mohon," Dengan rasa gugup aku melanjutkan perkataan ku. "Anggap saja aku disini orang yang berbeda dan bukan kekasih dari anakmu."
"Baiklah-baiklah, lagipula aku hanya mencari ketenangan disini dan ingin merasakan kehangatan wanita-wanita malam yang ada disini."
"Tapi, aku hanya sekedar menemanimu minum tidak lebih."
"Jangan sok jual mahal, aku bisa berbicara kepada bos mu dan membuat kau mendesahkan namaku."
Aku berusaha mengusir pikiran ku yang tidak-tidak dan berusaha mengabaikan ucapan Om Javar tadi. Berjalan duduk menuju sofa yang ada disana dan menyiapkan minuman untuk pelanggan ku ini.
Om Javar ikut menyusul ku duduk dan duduk menghimpit diriku. "Layani aku dengan baik, aku sudah membayar mahal untuk ini."
"Tentu Om, aku akan memberikan servis terbaikku untukmu." Walaupun sebenarnya aku mati-matian menahan rasa takut.
Aku memberikan segelas kecil alkohol yang sudah dipesannya dan dia langsung menegak habis dalam sekali tegukkan.
"Ahh.." Ucapnya setelah menegak habis alkohol tadi sambil membuka dasi dan dua kancing kemeja teratas miliknya. Namun, karena dia kesusahan untuk membuka kancing kedua, aku berinisiatif untuk membantu. Toh, ini memang sudah seharusnya aku lakukan asalkan tidak melewati batas.
Mata kami beradu tatap selama beberapa detik, aku terpaku dengan mata tajamnya itu sampai kemudian aku memutuskan tatapan itu secara sepihak. Dia terkekeh, aku dapat mendengarnya. Ya ampun kenapa jantungku sangat berdebar seperti ini.
"Cantik."
"Huh?"
"Kamu cantik Amira, tidak salah anakku menjadikanmu sebagai kekasih."
Pipiku bersemu mendengar perkataan ayah dari kekasihku ini. Ada apa denganku? Tidak seharusnya aku seperti ini. Aku kembali menuangkan alkohol pada gelas yang telah kosong tadi.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, aku bisa menebak jika Om Javar sudah mabuk berat karena menghabiskan satu botol alkohol dengan seorang diri.
"Ahh.. leph-phass.. Om Javhh.." Tanpa aba-aba Om Javar langsung mencumbu leherku dengan kasarnya, membuat aku terkejut dengan perbuatannya.
Tanganku berusaha mendorong bahu tegak Om Javar untuk menjauh dari diriku, ini perbuatan yang salah.
Om Javar menahan kedua tangan ku dan mendorong ku sampai bersandar pada tepi sofa. Ia terus mencumbu leherku dengan rakus.
Cumbuannya merambat sampai ke rahang ku kemudian dia mencium bibirku, ah lebih tepatnya ini sebuah lumatan. Om Javar melumat bibirku dengan lembut dan tanpa aku sadari tangannya sudah mulai berani menjelajahi sekitar dadaku, aku bisa merasakannya.
Dia menurunkan dress bagian dada yang aku pakai sampai payudaraku yang masih dilapisi bra terpampang jelas di depannya. Aku berusaha untuk memberontak tapi tidak berdampak apapun karena kedua tanganku dipegang erat olehnya dan tubuhku yang berada dibawahnya.
"Emhh.. eunghh..." Aku melenguh dalam lumatan karena dada ku diremas olehnya dengan kasar.
Om Javar melepas ciuman kami berdua sehingga benang saliva tergantung diantara kita, nafas ku terengah-engah karena ciuman tadi. Lelaki itu menunduk dan mata kami pun saling bertubrukan, bibirku kelu tidak bisa mengatakan apapun saat ini.
Sedetik kemudian, tanpa aku sadari ayah dari kekasihku ini telah berhasil melepas bra yang aku pakai. Dia menampar ku.
Plak!
"Ahh.. shhh... Omnghh.. berhenhh-ti.." ini salah, ini sudah melewati batas perkerjaan ku.
"Ahh..shhtoppp.. om.. eunghh..."
"Shutt.. panggil namaku cantik."
"Ininghh..gak bener om." Ucapku dengan penuh perjuangan karena payudara ku yang masih diremas dan dilumat kencang oleh Om Javar.
Plak!
"Apanya yang tidak benar? Bukankah ini memang perkerjaan mu? Jangan sok jual mahal."
Aku hanya bisa menangis diselingi oleh rintihan kecil karena rasa sakit di payudara ku karena ulahnya.
_____________________________________
Jangan lupa kasih komentar kalian buat bab ini yaa