NovelToon NovelToon
Bound To The CEO

Bound To The CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Priska

⚠️Mature Content (Harap bijak memilih bacaan)

“Dia hanya bosku… sampai aku terbangun di pelukannya."

Aku mencintainya apapun yang mereka katakan, seburuk apapun masa lalunya. Bahkan saat dia mengatakan tidak menginginkan ku lagi, aku masih percaya bahwa dia mencintaiku.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Priska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Malam di Tempat Rahasia

Sudah hampir dua minggu Jonathan menjauh dari kantor, mengatur semua urusan dari lokasi yang hanya diketahui sedikit orang. Ancaman dari Lucas Van der Meer masih menggantung, membuatnya harus membatasi interaksi langsung. Namun, pagi itu, sesuatu membuatnya menekan nomor Anna.

Telepon berdering di meja kerja Anna di lantai 25.

“Anna,” suara Jonathan terdengar di ujung sana—tenang, namun sedikit lebih lembut dari biasanya. “Hari ini aku perlu bantuanmu secara langsung.”

Anna duduk tegak. “Apa ada masalah mendesak, Mr. Jonathan?”

“Ada beberapa dokumen yang tidak bisa kukirim lewat jalur biasa. Dan…” jeda tipis terdengar sebelum ia melanjutkan, “…aku rasa kita perlu membicarakannya tanpa gangguan.”

Anna ragu sejenak. “Baik. Di mana saya harus menemui Anda?”

“Aku akan menjemputmu. Turun ke lobi dalam lima belas menit.”

Sebuah SUV hitam berhenti di depan gedung. Jonathan duduk di kursi pengemudi, tidak mengenakan jas seperti biasanya—hanya kemeja biru gelap dan jaket kulit. Penampilannya santai, tapi tatapannya tetap fokus.

“Masuk,” katanya singkat.

Anna duduk di kursi penumpang. “Kita akan ke mana?”

“Keluar kota. Ada tempat aman yang jarang kukunjungi. Aku ingin kau melihat dokumen-dokumen ini di sana.”

Anna mengangguk, meski rasa penasaran mulai tumbuh.

Perjalanan memakan waktu hampir dua jam. Mobil meninggalkan keramaian Amsterdam, melintasi jalan pedesaan yang sepi, hingga masuk ke jalur tanah di tengah hutan pinus.

“Tempat ini milik keluargaku,” jelas Jonathan ketika mobil mulai melambat. “Ayah membangunnya untuk beristirahat dari bisnis. Tak banyak yang tahu keberadaannya—dan itu membuatnya aman.” Tandas Jonathan

Mereka tiba di depan rumah kayu berwarna cokelat tua. Dari teras, terlihat laut membentang luas, berkilau diterpa cahaya sore.

Anna turun, menghirup udara asin dari laut. “Tenang sekali…”

“Itu sebabnya aku ke sini,” ujar Jonathan sambil membuka pintu. “Kadang, kita perlu keluar dari medan untuk bisa berpikir jernih.”

Di dalam, suasana hangat menyambut. Perapian besar di ruang tengah, aroma kayu, dan jendela besar menghadap ke laut. Jonathan meletakkan tas kerja di meja.

“Kita akan menginap malam ini,” katanya tanpa basa-basi. “Perjalanan pulang terlalu berisiko jika larut.”

Anna menatapnya, sedikit kaget, tapi mengangguk. “Baik.”

Mereka menghabiskan sore di teras belakang, membahas berkas yang Jonathan bawa. Angin laut mulai menusuk, membuat Anna merapatkan sweaternya. Jonathan memperhatikan lalu berdiri.

“Tunggu di sini.” Ia kembali dengan selimut tebal, lalu menyampirkannya di bahu Anna. “Kau akan kedinginan.”

Anna tersenyum tipis. “Terima kasih.”

Mereka duduk cukup dekat, berbicara dari topik pekerjaan hingga hal-hal ringan. Sesekali, tatapan mereka bertemu terlalu lama, membuat Anna cepat-cepat memandang ke laut.

Malam akhirnya tiba. Jonathan menyalakan lampu gantung dan menaruh dua gelas anggur di meja.

“Untuk malam yang tenang,” katanya, mengangkat gelasnya sedikit.

Meskipun Anna bukan seorang peminum ia tidak menolak ajakan Jonathan padanya.

Anggur membuat percakapan mereka mengalir lebih santai. Mereka tertawa pada hal-hal kecil—tentang kebiasaan Anna yang mengetuk pena saat berpikir, atau cara Jonathan yang selalu mengoreksi tata bahasa di email.

Setelah beberapa gelas, Anna mulai merasa hangat dan ringan. Ia menyandarkan tubuh ke sofa, menatap api di perapian.

“Kau jarang tertawa seperti ini di kantor,” komentar Jonathan.

Anna tersenyum. “Karena di kantor, Anda jarang memberi saya alasan untuk tertawa.”

Jonathan terkekeh pelan, lalu meraih selimut yang tergeletak di sandaran sofa. Ia duduk di sebelah Anna, menyelimuti mereka berdua. Lengan kanannya melingkari bahu Anna, menariknya lebih dekat.

Anna terdiam, tapi tidak menolak. Anggur membuatnya nyaman, dan pelukan itu… entah kenapa, terasa aman.

Obrolan mereka melambat, berganti dengan hening yang tidak canggung. Angin laut terdengar samar lewat celah jendela, api perapian berderak lembut.

“Anna,” suara Jonathan rendah, hampir seperti bisikan, “Kau satu-satunya orang di kantor yang bisa membuatku merasa tenang di tengah kekacauan.”

Anna tidak menjawab. Ia hanya membiarkan kepalanya bersandar di dada Jonathan, mendengar detak jantungnya yang stabil.

Entah siapa yang tertidur lebih dulu, tapi malam itu mereka tetap dalam posisi yang sama—saling memeluk di sofa, dengan selimut yang membungkus hangat.

Pagi hari, sinar matahari menembus jendela besar di rumah kayu itu. Anna membuka mata perlahan, menyadari ia masih berada di pelukan Jonathan. Lengan pria itu melingkar di pinggangnya, napasnya teratur.

Anna mencoba bangkit pelan, tapi Jonathan bergerak lebih dulu. Matanya terbuka, menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

“Pagi,” ucapnya, suaranya serak karena baru bangun.

“Pagi, Mr. Jonathan,” Jawab Anna cepat, menunduk menutupi rasa malu nya.

Jonathan hanya tersenyum samar. “Sarapan, lalu kita kembali. Hari ini akan panjang.” Jonathan berbicara seolah tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dan Anna.

Anna mengangguk, tapi di dalam hatinya, ia tahu malam itu akan sulit ia lupakan—bukan karena anggurnya, tapi karena kehangatan yang ia rasakan… yang seharusnya tidak pernah ada di antara mereka.

1
HAI ❤️
Hai para readers jangan lupa like dan bintang ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!