Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Serpihan kaca
Terdengar seperti suara ledakan kecil dari kamar. Tangisan Rama begitu melengking hingga menyentuh gendang telinga, saat Galih meninju sebuah cermin di meja rias milik Mita.
Suara cermin pecah yang tajam dan menusuk membuat Mita terkejut. Mita berlari ke arah sumber suara dan melihat cermin besar di meja riasnya yang hancur berantakan di lantai, menyisakan bekas-bekas tajam di meja. Mita mulai merasa tidak nyaman dan takut, ia segera mengangkat Rama dari tempat tidurnya.
Mita sudah menduga bahwa penyebab terjadinya suara ledakan kecil itu tidak lain pasti Galih. Sejak berubahnya sikap Arumni, Galih memang sering tiba-tiba marah, hatinya mudah tersulut api.
Urat lehernya terlihat jelas, rahangnya mengerat, darah yang keluar dari punggung tangan Galih bercucuran di lantai, dalam posisi Galih seperti itu, Mita tidak berani membuka suara, ia segera membawa Rama keluar dari kamarnya.
Rama seolah tahu, suasana hati ibunya yang sedang berantakan membuatnya tidak mau berhenti menangis. Meski Mita sudah berusaha menenangkan, namun tetap tidak bisa membuat Rama terhenti dari tangisnya.
Tubuh Mita mengkidik, saat melihat Galih tiba-tiba berdiri diambang pintu. Galih berjalan mendekati Mita dan Rama, hal itu membuat Mita merasa takut yang teramat sangat. Matanya terpejam, dalam kemarahan Galih bisa saja memukulnya. Namun ternyata Galih hanya ingin menenangkan Rama.
Kasih sayang Galih pada sang anak, membuat batin mereka saling terikat. Rama pun berhenti menangis saat Galih mendekapnya.
Galih terlihat sedikit tenang. Mita pun berlari mencari obat merah dan juga kain kasa untuk menghentikan darah yang keluar dari tangan Galih. Mita begitu tulus dan telaten dalam merawat Galih, meskipun Galih belum sepenuhnya mencintai Mita sebagai seorang istri.
Belum ada kata yang terucap dari bibir mereka, saat Rama kembali terlelap dalam buaian sang ayah, Mita masih mengantupkan bibirnya rapat-rapat, tanpa berani membukanya sedikitpun, Mita pun lebih memilih membenamkan tubuhnya ke dalam selimut.
**
Setelah mengantar Arumni kembali ke rumah pak Arif, Adit pergi ke kedai pak Beni. Kali ini bukan hanya sekedar ingin makan di sana, namun juga memiliki tujuan lain.
Adit memilih waktu dekat dengan tutupnya kedai pak Beni, Agar ia dapat mengorek informasi mengenai Arumni melalui Binar. Adit sengaja menunggu Binar di depan kedai.
"Mas komandan masih di sini?" Tanya Binar saat melihat Adit masih bersandar di mobilnya.
Adit mendekat. "Binar kalau kamu tidak terlalu capek, apa bisa ikut aku sebentar saja?"
Binar memicingkan matanya, ada rasa takut namun penasaran. "Memangnya ada apa, mas?" Tanya Binar ragu.
"Masuklah ke mobil, biar sekalian aku antar kamu pulang!"
"Kira-kira ada apa ya? sepertinya mas komandan serius." bisiknya. Tak ingin mengulur waktu Binar segera masuk kedalam mobil Adit.
Binar memasang sikap waspada, sesuatu mungkin saja bisa terjadi, terlebih ia mengenal Adit hanya sebatas pelayan dan pelanggan pak Beni.
"Ada apa ya, mas komandan?" Binar menampilkan wajah tegangnya.
Adit tersenyum. "Kamu takut?" ucapnya.
Adit seorang inspektur polisi yang cukup berpengalaman, ia memiliki observasi yang tajam, sehingga dapat membaca raut wajah Binar dengan sangat mudah.
"E- enggak kok, mas." jawabnya terbata.
Adit menghela napas, tersenyum menatap Binar. "Apa yang kamu ketahui tentang Arumni?" Pertanyaan itu seketika muncul.
Binar mengedarkan pandangannya, ia merasa sangat takut. "Apa Arumni berbuat salah? apa mas komandan sedang menginterogasi ku? apa kesalahan Arumni?" Berbagai pertanyaan muncul di hati Binar.
"Jangan takut Binar, aku cuma bertanya." ucapnya sambil fokus memandang ke jalan yang ada di depan.
Jarak antara kedai pak Beni dan rumah Binar tidak terlalu jauh, sehingga kebersamaan mereka terlalu singkat, membuat Adit tidak dapat banyak bertanya pada Binar. Lagi pula Binar merasa takut akan memberi kesaksian yang salah.
"Aku tahu kamu takut, padahal aku cuma bertanya, cuma ingin tahu saja." kata Adit saat mobilnya terhenti di depan rumah Binar. "Oke, kalau kamu ngak mau memberi ku informasi tentang Arumni tidak masalah, tapi tolong jawab satu pertanyaan ku saja, Binar."
"Apa itu, mas komandan?" wajahnya semakin pucat.
Meskipun Adit bertanya dengan lembut, namun tetap saja tidak bisa membuat Binar merasa tenang.
"Umumnya seseorang memiliki media sosial, aku cuma ingin tahu, apa nama akun Arumni?"
"Aku tidak ingat, mas" wajahnya tertunduk takut.
"Kamu tetap tidak mau memberi tahu ku? cuma itu aja, Binar. Aku ngak akan tanya yang lain lagi, kalau kamu tidak mau memberi tahu ku!"
Adit harus sedikit memaksa agar Binar mau memberitahu, pintu mobilnya masih akan terkunci rapat, jika Binar belum memberi jawaban.
Tak ada pilihan lain, Binar pun akhirnya memberitahukan akun Arumni pada Adit. "Sebenarnya ini akun milik Arumni sama Galih, mas. Mereka menggunakan satu akun sejak dulu, tapi entah sekarang masih digunakan atau tidak."
"oke, terimakasih Binar!"
Adit cukup puas mendengar jawaban dari Binar, ia segera membuka kunci mobilnya, lalu Binar pun dapat keluar.
**
Bagai angin malam yang menyentuh kulit tanpa janji, ada rahasia yang tak mampu Adit pahami sebelumnya. Manik hitamnya membulat sempurna, kala ia membuka sebuah akun milik Arumni dan Galih.
Adit masih terdiam melongo, seolah tak percaya dengan bukti baru yang ia lihat. Adit terus mengeser ke bawah layar ponselnya, sebuah rahasia yang belum ia ketahui tentang Arumni kini terkuak pada malam itu juga.
"Jadi, ternyata mereka suami istri?" ucapnya seolah tak percaya. "Tapi, kata Arumni waktu di rumah sakit, anak dan istrinya di Jakarta? rahasia apa lagi ini?" Adit berjalan mondar-mandir di rumahnya. ia jadi terus bertanya pada dirinya sendiri.
"Pantas saja Arumni selalu menjaga jarak. Ternyata pak Guru bapak mertuanya Arumni?"
Adit merasa alam semesta sedang melempar canda padanya. Kenapa harus wanita bersuami yang Adit cintai?
Rasa gelisah mewarnai malamnya, mungkin ia tak akan sangup menghadapi dunianya esok!
Beruntung hari minggu Adit libur, jadi tidak masalah jika dia akan begadang sampai pagi, karena memikirkan Arumni.
...****************...
malah seperti nya kau lebih berat dgn Si Mita daripada dengan Arumi