NovelToon NovelToon
Pemain Terahir DiGame Sampah Mendapatkan Class Dewa!

Pemain Terahir DiGame Sampah Mendapatkan Class Dewa!

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Nocturnalz

Di dunia yang dipenuhi oleh para gamer kompetitif, Kenji adalah sebuah anomali. Ia memiliki satu prinsip mutlak: setiap game yang ia mulai, harus ia selesaikan, tidak peduli seberapa "ampas" game tersebut. Prinsip inilah yang membuatnya menjadi satu-satunya pemain aktif di "Realms of Oblivion", sebuah MMORPG yang telah lama ditinggalkan oleh semua orang karena bug, ketidakseimbangan, dan konten yang monoton. Selama lima tahun, ia mendedikasikan dirinya untuk menaklukkan dunia digital yang gagal itu, mempelajari setiap glitch, setiap rahasia tersembunyi, dan setiap kelemahan musuh yang ada.
Pada sebuah malam di tahun 2027, di dalam apartemennya di kota metropolitan Zenith yang gemerlap, Kenji akhirnya berhasil mengalahkan bos terakhir. Namun, alih-alih layar ending credit yang ia harapkan, s

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturnalz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33: Katedral Senja dan Pelajaran Pertama Sang Naga

Stasiun pemadam kebakaran kami telah bertransformasi dari sekadar benteng menjadi sarang yang hidup. Pagi hari tidak lagi dimulai dengan ketakutan, melainkan dengan rutinitas yang terfokus. Di garasi utama, Ryo, yang kini menjadi Master Artificer sejati, tidak hanya memperbaiki gerbang kami yang hancur tetapi juga sedang menempa sebuah perisai baru dari sisa-sisa [Scrap Golem]. Alih-alih menggunakan palu biasa, ia kini menggunakan palu perang dan perisainya, menggunakan skill [Pukulan Resonan] dalam interval yang terkontrol untuk membentuk dan memperkuat logam dengan gelombang sonik. Itu adalah pemandangan yang memukau.

Di atap, Anya berlatih. Ia tidak lagi hanya menembakkan panah. Ia kini menari di antara bayangan-bayangan pagi. Ia akan berdiri di satu sisi taman, lalu dalam sekejap, ia lenyap dan muncul kembali di sisi lain menggunakan [Tarian Hantu], melepaskan tiga anak panah ke target-target yang telah ia siapkan sebelum menghilang lagi. Ia telah menjadi hantu, seorang pemburu yang tak terlihat.

Di tengah-tengah itu semua, Elara dan Nephie menjadi pemandangan yang kontras. Elara, dengan ketenangannya yang anggun, menyanyikan himne-himne kecil yang membuat tanaman [Herba Suria] kami tumbuh lebih cepat dan lebih subur. Nephie, di sisi lain, adalah bola energi yang penuh rasa ingin tahu. Naga kecil berwujud manusia itu mencoba "membantu" Ryo dengan menawarkan diri untuk memanaskan logam, mulutnya mulai bersinar dengan kekuatan kosmik yang membuat Ryo berteriak panik dan aku harus segera turun tangan.

"Tidak, Nephie," kataku tegas namun lembut, menghentikannya sebelum ia melepaskan [Napas Nebula] di dalam bengkel kami. "Api milik Ryo sudah cukup. Kekuatanmu... untuk di luar."

Dia cemberut, tanduk kecilnya berkedut kecewa, tapi dia menurut. Pelatihan anggota party terkuatku ternyata adalah tantangan terbesarku. Dia adalah seorang anak kecil yang memegang sebuah granat nuklir, dan aku harus mengajarinya kapan harus menarik pelatuknya.

Saat istirahat siang, aku mengumpulkan mereka. "Perburuan kita hari ini memiliki dua tujuan," aku mengumumkan. "Pertama, dan yang terpenting, membawa Elara ke Level 20. Dia adalah satu-satunya dari tim inti kita yang belum mencapai capstone pertama. Kedua, ini adalah pelajaran lapangan pertama untuk Nephie."

Aku membentangkan peta Zenith-ku. "Kita tidak bisa hanya berburu monster acak. Kita butuh tempat dengan konsentrasi musuh yang tinggi, dan yang terpenting, musuh yang tepat."

[Ingatan Sempurna]-ku menyajikan sebuah lokasi yang ideal. "Di distrik lama kota, ada sebuah tempat yang disebut Katedral Senja. Dulu, itu adalah gereja terbesar di Zenith. Saat 'Sinkronisasi Besar' terjadi, sebuah rift bayangan kecil terbuka di bawah ruang bawah tanahnya, merusak seluruh tempat itu."

Aku menatap Elara. "Tempat itu kini dipenuhi oleh [Roh Terluka] dan [Hantu Pendendam]. Makhluk-makhluk mayat hidup yang sangat rentan terhadap kerusakan suci." Aku menepuk gagang Astrafang. "Dan kebetulan, kita punya ini."

Elara mengangguk, matanya yang tenang menunjukkan pemahaman. "Sebuah pembersihan. Itu adalah tugas yang mulia."

"Bagi kita, itu adalah ladang EXP," kataku. "Dan bagi Nephie... ini adalah tempat yang sempurna untuk latihan menembak."

Perjalanan menuju Katedral Senja menunjukkan betapa menakutkannya party kami sekarang. Elara merapalkan [Lagu Kelincahan] pada kami semua, dan Anya, yang kini menyatu dengan bayangan, berlari jauh di depan kami, benar-benar tak terlihat. Dia adalah pengintai yang sempurna, membersihkan jalan dan menandai bahaya sebelum kami bahkan melihatnya. Ryo, dengan perisai menaranya yang baru ditempa, berjalan di sisiku, langkah kakinya berat dan mantap. Sebuah benteng berjalan yang melindungi Elara dan Nephie.

Kami tiba di depan katedral itu. Bangunan itu dulunya pasti megah, dengan arsitektur gotik dan jendela-jendela kaca patri yang tinggi. Kini, bangunan itu tampak seperti gigi yang membusuk. Tanaman merambat berduri menutupi dindingnya, dan aura kegelapan yang pekat menguar dari pintu depannya yang hancur.

"Baiklah," kataku pelan. "Anya, di atap. Cari target bernilai tinggi. Ryo, Elara, Nephie, kalian tetap bersamaku. Kita masuk lewat pintu depan."

Kami melangkah masuk ke dalam aula utama. Bagian dalamnya gelap dan dingin. Bangku-bangku gereja terbalik, dan di altar yang hancur, cahaya ungu yang sakit-sakitan berdenyut—rift bayangan itu. Puluhan sosok transparan melayang-layang tanpa tujuan. [Roh Terluka - Level 17].

"Sempurna," bisikku. "Target yang terlalu banyak untuk dilawan satu per satu."

Aku berjongkok di sebelah Nephie, yang mencengkeram tanganku erat-erat, matanya yang emas menatap sosok-sosok hantu itu dengan waspada.

"Nephie, ingat pelajaran kita?" kataku lembut. "Api besar... hanya untuk di luar. Lihat roh yang paling besar di tengah itu? Yang dekat altar?"

Dia mengangguk, fokus.

"Aku ingin kau membuatnya 'hilang'. Gunakan sihir bintangmu. Hanya satu. Tepat di dia."

Nephie memejamkan matanya sejenak. Aku bisa merasakan mana dalam jumlah besar mulai terkumpul di sekelilingnya. Dia mengangkat tangan mungilnya, menunjuk ke targetnya, dan berbisik satu kata yang baru ia pelajari. "Jatuh."

Di atas kami, di dalam langit-langit katedral yang tinggi, sebuah retakan kecil di realitas terbuka. Sesaat kemudian, seberkas cahaya bintang—terang, murni, dan seukuran mobil—jatuh menembus atap yang sudah rusak.

[Jatuhan Bintang].

Tidak ada ledakan yang memekakkan telinga. Hanya suara 'FWOOM' yang dalam dan teredam saat meteor itu menghantam targetnya. Roh Level 17 itu dan selusin roh lain di sekitarnya lenyap seketika, terdisintegrasi oleh kekuatan kosmik murni. Lantai batu di tempat mereka berada kini menjadi kawah kecil yang meleleh.

Keheningan total menyelimuti katedral. Ryo dan Elara menatap pemandangan itu dengan mulut ternganga. Di atap, aku bisa mendengar Anya terbatuk kaget.

Nephie menoleh padaku, matanya berbinar bangga. "Aku... berhasil?"

Aku menelan ludah, mencoba menekan rasa ngeri dan takjubku sendiri. "...Bagus. Bagus sekali, Nephie."

Setelah pukulan pembuka yang dahsyat itu, roh-roh yang tersisa menjadi panik dan menyerang kami. Di sinilah sinergi kami yang sesungguhnya diuji.

"Ryo, hadang mereka!"

Ryo menghantamkan perisainya ke tanah, menggunakan [Pukulan Resonan]. Gelombang sonik itu tidak hanya menghentikan para roh, tetapi juga membuat tubuh etereal mereka bergetar, membuat mereka lebih rentan terhadap kerusakan fisik.

"Elara, [Nyanyian Ketenangan]! Jangan biarkan mereka menggunakan [Jeritan Ngeri]!"

Nyanyian Elara menyebar, menetralkan debuff ketakutan yang coba dirapalkan oleh para roh.

"Anya, habisi yang di sayap!"

Anak panah perak menghujani dari atas, menjatuhkan roh-roh yang mencoba mengapit kami.

Dan aku... aku adalah sang pemurni. Dengan Astrafang di tangan, aku melangkah maju. Setiap tebasan pedang legendarisku melepaskan cahaya suci, membakar para hantu itu dan mengubah mereka menjadi abu.

Kami membersihkan seluruh aula utama dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Notifikasi EXP mengalir deras. Anya mencapai Level 19. Ryo mencapai Level 12. Dan Elara... dia hanya butuh sedikit lagi.

"Bosnya pasti ada di ruang bawah tanah," kataku, menunjuk ke tangga di dekat altar.

Kami menuruni tangga yang gelap, memasuki ruang bawah tanah yang sesak. Rift bayangan yang sebenarnya ada di sini, sebuah robekan ungu-hitam di udara yang berdenyut-denyut. Dan di depannya, melayang sesosok tubuh.

Dia dulunya pasti seorang pendeta, masih mengenakan jubah uskup yang kini robek dan menghitam. Matanya bersinar dengan kebencian murni, dan tangannya mencengkeram sebuah tongkat yang terbuat dari tulang.

[Pendeta Terkutuk, Malakias - Level 22]

HP: 4000/4000

Skill: [Jerat Bayangan], [Siphon Jiwa], [Zona Hening]

Saat melihat kami, ia mengangkat tongkatnya. "Kalian mengganggu kedamaian kegelapan kami!"

"Nephie," kataku cepat. "Hantam dia dengan—"

"[Zona Hening]," desis si Pendeta. Sebuah kubah bayangan transparan menyebar dari tongkatnya, menyelimuti seluruh ruangan.

Sebuah notifikasi muncul di hadapan kami semua: [Semua Skill Aktif Magis telah disegel!]

Skill-ku, sihir Elara, dan yang paling penting, sihir kosmik Nephie... semuanya mati. Kami tidak bisa menggunakan sihir apa pun.

Nephie menatap tangannya dengan panik, mencoba memanggil sihirnya, tetapi tidak ada yang terjadi. Si Pendeta tertawa, suara tawanya kering seperti daun mati. "Kekuatan kalian tidak berguna di hadapan sang juru kunci!"

Dia mengangkat tongkatnya lagi. "[Jerat Bayangan]!"

Tentakel-tentakel bayangan melesat dari tanah, mengincar Elara.

"Ryo!" teriakku.

Ryo bergerak seperti benteng baja, menempatkan dirinya di depan Elara. Jerat-jerat itu menghantam perisainya dengan sia-sia.

"Dia mungkin bisa menghentikan sihir kita," kataku sambil menghunus Astrafang. "Tapi dia tidak bisa menghentikan ini."

"Anya!"

Anya melompat turun dari langit-langit, belati peraknya bersinar. Tanpa sihir, ini menjadi pertarungan fisik murni.

Si Pendeta terkejut melihat kami tidak mundur. Ia merapal [Siphon Jiwa], sebuah pancaran energi gelap, ke arah Ryo. Ryo hanya mendengus, menahan serangan itu dengan perisainya.

"Giliranku!" teriakku.

Aku menerjang maju, Astrafang bernyanyi. Cahaya suci pasif dari pedang itu tidak dianggap sebagai skill aktif. Setiap tebasanku membakar jubah dan daging si Pendeta, membuatnya menjerit kesakitan.

Anya adalah bayangan di sisinya. Setiap kali si Pendeta mencoba fokus padaku, Anya menyerang dari belakang dengan [Moonfang Dagger]-nya, gerakannya begitu cepat hingga nyaris tak terlihat.

Pertarungan itu berlangsung brutal. Kami tidak punya penyembuhan. Kami tidak punya buff. Ini murni soal ketahanan dan skill tempur mentah. Ryo menahan setiap serangan sihir yang dilemparkan, zirahnya berasap di bawah serangan kegelapan, tapi dia tidak pernah goyah.

Setelah lima menit yang menegangkan, si Pendeta itu terhuyung-huyung, tubuhnya penuh luka bakar suci dari pedangku dan tusukan dari belati Anya.

"Ini... tidak mungkin..." bisiknya.

Dengan satu tebasan terakhir yang terkoordinasi, aku dan Anya mengakhiri penderitaannya.

Saat si Pendeta larut menjadi debu, [Zona Hening] di sekitar kami pecah. Dan gelombang EXP terakhir—dan terbesar—menyapu kami.

Sebuah cahaya keemasan yang indah menyelimuti Elara. Dia telah mencapainya. Level 20.

Saat cahaya itu mereda, Elara membuka matanya. Ada pemahaman baru di sana. "Aku... bisa mendengarnya," bisiknya. "Nyanyian yang baru."

Dia mengangkat tangannya, dan sebuah melodi yang kompleks dan kuat mulai mengalun. Ini bukan buff individu. Ini adalah sebuah simfoni.

[Elara telah mempelajari Skill Capstone Level 20: Simfoni Perlindungan!]

Efek: Memberikan perisai mana yang kuat kepada seluruh anggota party dalam radius 30 meter.

Kami telah berhasil. Setiap anggota inti party kami kini telah mencapai tonggak sejarah pertama mereka. Kami adalah kekuatan yang harus diperhitungkan.

Aku melihat ke rift bayangan yang masih berdenyut. "Ayo," kataku. "Pekerjaan kita di sini belum selesai."

Aku mengangkat Astrafang. Sudah waktunya untuk menutup luka di dunia ini.

1
Babymouse M
Uppppp🔥
Mamimi Samejima
Gak pernah kepikiran plot twist-nya seunik ini! 🤯
Shishio Makoto
Cepat update, jangan biarkan kami menunggu terlalu lama!
Nocturnalz: terimakasih dukungannya, saya usahakan untuk update secepatnya
🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!