Aliza Azzahra harus menikah dengan laki-laki yang menjebaknya. Aliza di grebek warga bersama Dhafian, seorang pria yang sengaja mengatur rencana agar bisa menikahi dirinya untuk tujuan pembalasan dendam.
Dhafian hanya ingin membalaskan dendam atas kematian ayahnya yang berkaitan dengan Paman Aliza. Orang yang selama ini tinggal bersama Aliza saat kedua orangnya meninggal dalam kecelakaan.
Meski Aliza mengetahui pernikahan itu untuk dendam. Tetapi tidak satupun rahasia suaminya yang tidak dia ketahui. Dhafian kerap kali berterus terang kepadanya.
Bagaimana Aliza menjalani pernikahannya dengan pria yang dipenuhi dengan dendam.
Apakah kemuliaan hatinya mampu menaklukkan seorang Dhafian?
Lalu bagaimana perjalanan pernikahan mereka berdua yang penuh dengan lika-liku, air mata dan diwarnai dengan keromantisan tipis-tipis.
Mari para pembaca untuk mengikuti ceritanya dari bab 1 sampai akhir, jangan boom like dan jangan suka nabung Bab.
Ig. ainunharahap12.
Ig. ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 8 Marah
Aliza yang berada di dalam kamarnya yang memasukkan barang-barangnya ke dalam koper. Bagaimanapun Aliza sudah menjadi istri dari Lucky dan Aliza harus ikut suaminya sesuai dengan permintaan Dhafian.
Keluarga Aliza tidak bisa melarang karena Dhafian adalah suami dari keponakan mereka dan Dhafian juga tidak akan menceraikan Aliza.
Aliza tiba-tiba saja mengingat bagaimana protes dan kemarahan dari Arum ketika mengetahui dia menikah dengan Dhafian.
"Aku sebaiknya bicara dengan Arum, aku tidak ingin dia salah paham dengan apa yang terjadi," batin Aliza yang meres koper tersebut dan kemudian meninggalkan kamarnya.
Aliza membuka pintu kamar Arum dan Arum yang duduk di pinggir ranjang terlihat jelas baru saja selesai menangis yang mengusap air matanya.
"Untuk apa kamu masuk?" tanya Arum berdiri dari tempat duduknya yang kelihatan jelas bahwa dia sangat marah.
"Kamu sudah puas hah! Kamu puas, kamu pengkhianat!" tegas Arum yang mengutuk temannya itu dengan penuh kemarahan.
"Arum kamu salah paham," ucap Aliza.
"Aliza aku selama ini mengalah banyak kepada kamu, aku berbagi kasih sayang dari orang tuaku kepada kamu dari kecil. Apa yang aku miliki juga kamu miliki karena orang tuaku tidak ingin membeda-bedakan kita berdua. Tetapi bukan berarti apa yang aku sukai juga harus menjadi milik kamu!" tegas Arum yang terlihat begitu sangat kecewa.
"Kamu dengarkan aku dulu. Aku bisa menjelaskan semuanya," ucap Aliza mendekati Arum yang berusaha untuk menyentuh tangan wanita itu dan langsung ditepis oleh Arum.
"Apa yang ingin kamu jelaskan lagi hah! Kamu sudah menikahi laki-laki yang aku suka. Kamu benar-benar serakah Aliza. Aku mengalah dan membiarkan Ardito menikah dengan kamu, mungkin bukan aku yang disukai Ardito. Tetapi kamu semakin serakah yang menginginkan semua yang aku miliki!" tegas Arum.
Aliza geleng-geleng kepala yang berusaha untuk menjelaskan kepada sepupunya itu.
"Aku tidak tahu bagaimana terjadinya hubungan kalian. Kamu bisa-bisanya merebutnya dariku yang padahal selama ini aku selalu memberikan semua yang kamu mau, tetapi tidak semua Aliza harus aku miliki juga harus menjadi milik kamu!" tegas Arum.
"Kamu salah paham. Aku tidak mengetahui jika kamu mengenal dia. Aku tidak tahu jika laki-laki yang kamu ceritakan kepadaku adalah dia dan aku juga tidak mengenalnya, aku...."
"Cukup!" bentak Arum dengan suara menggelegar yang tidak ingin dengar penjelasan sekecil apapun.
"Aku sangat muak dengan wanita sepertimu, kau wanita yang jahat yang diberikan hati dan meminta jantung, wanita yang tidak tahu berterima kasih yang merebut segalanya dariku, kau tidak bisa membalas kebaikan kau!" tegas Arum.
"Sekarang kau keluar dari kamarku dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi. Aku benar-benar membencimu Aliza. Kau merebut semua kebahagiaanku!" teriaknya yang semakin tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Arum, kamu harus percaya padaku, apa yang kamu pikirkan tidak sesuai kenyataan, aku tidak mengkhianati kamu!" Aliza masih berusaha untuk menjelaskan semuanya yang memegang lengan Arum, walau mendapat pemberontakan dari sepupunya yang penuh dengan kekecewaan itu.
Plakkkk
Arum ternyata tidak bisa mengendalikan diri yang langsung melayangkan tamparan ke pipi Aliza yang memang tidak menggunakan cadarnya karena berada di rumah.
Aliza cukup kaget mendapatkan tambahan panas itu yang memegang pipinya dengan wajahnya miring yang tertutupi oleh rambut
"Dasar munafik, jahat, wanita tidak tahu diri!" Arum memaki sepupunya itu. Air mata Aliza jatuh yang pasti merasa sangat sakit hati.
Ternyata Dhafian masih berada di rumah itu yang memang menunggu Aliza untuk menyiapkan pakaiannya, karena istrinya sangat lama yang membuatnya menyusul dan siapa sangka dia melihat apa yang dilakukan Arum yang menyalahkan Aliza dan bahkan memberi tamparan.
Ekspresi wajah Dhafian terlihat datar yang tidak terbaca sebenarnya bagaimana perasaannya apakah dia merasa bersalah karena menjebak Aliza untuk kepentingannya sendiri atau justru dia tidak peduli.
***
Mau tidak mau Aliza akhirnya meninggalkan rumah itu, meski Lucky sangat berat hati membiarkan keponakannya pergi bersama pria yang sepertinya ada sesuatu diantara mereka. Tetapi apa yang bisa di lakukan Lucky, keponakannya itu sudah menjadi istri Dhafian dan perpisahan itu juga terasa sedikit menyedihkan.
Tidak ada Arum di sana yang sudah sangat kecewa kepada Aliza dan merasa dikhianati sebagai sepupu yang membuatnya tidak mengantar kepergian itu.
"Aliza pamit. Assalamualaikum!" ucapnya setelah banyak petuah yang diberikan kepadanya.
"Walaikum salam," sahut semuanya.
"Masuklah!" titah Dhafian yang membuat Aliza dengan sangat berat hati yang akhirnya memasuki mobil. Aliza yang sudah duduk di kursi belakang dan melihat ke arah atas yang ternyata Arum berdiri di jendela kamar yang melihat kepergian mereka.
"Maafkan aku Arum, aku sama sekali tidak bermaksud untuk menyakiti hati kamu. Aku juga tidak tahu kenapa semua ini terjadi," batin Aliza dengan raut wajahnya yang tampak begitu sedih.
"Jalan!" titah Dhafian yang ternyata sudah duduk di samping Aliza.
Arga asistennya yang langsung melajukan mobil itu meninggalkan kediaman Aliza. Aliza akhirnya ikut bersama suaminya dan padahal tidak ada penyelesaian masalah antara dia dan juga Dhafian. Aliza memejamkan matanya dan sudah dapat dipastikan air mata jatuh di balik wajah cadar itu.
***
Tidak lama akhirnya sampai juga di kediaman Dhafian. Rumah mewah dengan bangunan klasik Eropa itu yang tidak kalah mewahnya dengan rumah selama ini ditempati Aliza. Dari gerbang utama bahkan cukup sedikit jauh jaraknya sampai kedepan rumah Dhafian.
Aliza melihat banyak sekali pengawal di sana Dan juga bahkan berdiri tegak di depan daun pintu itu.
Pintu di bagian Aliza yang sudah dibuka oleh salah satu pengawal dan begitu juga Dhafian.
Aliza akhirnya turun dari mobil yang mengikuti suaminya berjalan memasuki rumah tersebut. Tampak dua pelayan wanita yang langsung membantu untuk menurunkan koper Aliza dan kemudian mengikuti majikan mereka.
Sesampainya dalam rumah mewah itu, mata Aliza melihat di sekelilingnya, rumah mewah dengan furniture bermerek di dalamnya, rumah yang tampak begitu sangat rapi.
"Jadi aku akan tinggal di rumah ini, aku saja tidak tahu bagaimana rumah ini?" batin Aliza menghela nafas.
"Kalian antar dia ke kamar!" titah Dhafian.
"Baik tuan," sahut salah satu pelayan.
"Penuhi semua kebutuhan yang dia inginkan," ucap Dhafian memberi perintah kepada pelayan di rumah itu.
"Baik tuan! ayo Nona!" ajak pelayan tersebut yang membuat Aliza menganggukan kepala yang mengikuti kedua pelayan itu menaiki anak tangga.
Aliza yang sudah berada di kamar mewah dengan ranjang yang sangat besar, Daffa sofa memanjang yang di dekat di jendela dan juga ada teras kamar, ada televisi dan sudah dipastikan kamar mandi di dalam ruangan itu sangat besar.
"Kami akan menyusun pakaian Nona di sini," pelayan tersebut yang ingin membuka Aliza.
"Biar saya saja yang menyusunnya, kalian boleh tinggalkan saya!" ucap Aliza.
"Tapi Nona, kami harus memastikan jika semua kebutuhan Nona sudah dipenuhi di rumah ini," ucap salah satu pelayan itu yang takut mendapatkan masalah dari majikannya.
"Saya tidak membutuhkan apapun dan saya ingin istirahat. Jadi kalian bisa tinggalkan saya," jawab Aliza.
Suasana hatinya belum sepenuhnya tenang dan dia masih saat ini tidak mengerti tentang keberadaannya.
"Tolong tinggalkan saya," ucap Aliza dengan lembut kedua pelayan itu saling melihat dan akhirnya mereka menuruti Aliza yang keluar dari kamar itu.
Bersambung ...