Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pagi Yang Segar
Keesokan paginya, keadaan Ava mulai membaik. Dia merasakan sebuah tekanan yang lembut di telapak tangannya.
Ava terbangun dengan sebuah genggaman di tangannya.
Matanya yang masih berat terbuka perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya yang tiba-tiba memenuhi pandangan matanya.
Pikirannya kini mulai jernih, meski masih rapuh. Pandangannya menuju lengannya, hingga sampai pada tangannya yang tergenggam erat.
Itu adalah tangan Devon. Tangannya yang besar, kuat, dengan buku-buku jari yang terlihat kasar dan beberapa bekas luka kecil, sekarang menutupi tangan Ava dengan jauh lebih kecil, seolah menjaga dirinya di dunia nyata, menjauhkannya dari mimpi buruk.
Dia mengalihkan pandangannya, dan di sanalah Devon. Pria yang telah menjad penyelamatnya itu tidur di sofa yang ditariknya persis di sebelah ranjangnya.
Posisinya tampak tidak nyaman, tubuhnya yang tinggi terpaksa meringkuk, kakinya menyandar di lantai.
Ia tak mengenakan baju, hanya celana pendek berwarna hitam yang memperlihatkan sebagian kakinya yang berotot.
Wajahnya masih terlihat lelah dan rentan. Ada bayangan gelap di bawah matanya, dan alisnya yang tebal sedikit berkerut, seolah bahkan dalam tidurnya dia masih berjaga-jaga.
Ava tidak menarik tangannya. Dia hanya diam, menatapnya begitu lama. Detak jantungnya yang tenang perlahan mulai berdegup kencang, bukan karena takut, tetapi karena rasa bingung sekaligus ketertarikan yang aneh.
Di keheningan pagi itu, dengan hanya suara napas teratur Devon yang memecah keheningan, pertanyaan yang sempat tenggelam kini mengapung ke permukaan, menusuk-nusuk pikirannya.
Mengapa?
Mengapa pria ini melakukan semua ini untuknya? Mengapa dia mempertaruhkan nyawanya, dan berhadapan dengan Don Vittorio, hanya untuk menyelamatkannya?
Ava bukan orang penting. Dia bahkan terlibat dengan bisnis ilegal Don Vittorio meskipun semua itu di bawah ancaman Don Vittorio yang mengerikan.
Devon bergerak dalam tidurnya, mendengus pelan, dan genggamannya pada tangan Ava sedikit mengencang. Ava hampir-hampir menahan napas, takut membangunkannya.
Dalam keadaan tidur, Devon terlihat begitu tenang, dan Ava menjadi begitu betah menatapnya lama.
Ada hutang nyawa. Ada rasa terima kasih yang membara di dadanya, bercampur dengan rasa was-was yang masih tidak bisa dihilangkan karena Don Vittorio.
Devon telah memberikannya sesuatu yang paling dia idamkan, yaitu kebebasan. Tapi dengan harga apa? Dan apa yang diharapkannya sebagai balasannya?
Perlahan, bahkan sangat perlahan, Ava mencoba melepaskan tangannya. Dia perlu ruang untuk berpikir, untuk memproses semuanya tanpa kehadiran fisiknya yang begitu besar dan menguasai. Namun, begitu jarinya bergerak, mata Devon terbuka.
Tidak ada tanda-tanda mengantuk. Matanya terbuka dan langsung waspada, biru kelabu dan tajam seperti pisau, langsung menemukan miliknya. Itu adalah refleks dari seorang pria yang terbiasa tidur dengan satu mata terbuka, selalu siap menghadapi bahaya.
Genggamannya tidak melonggar, malah mungkin sedikit lebih erat, seolah memastikan bahwa dia masih ada.
“Kau sudah bangun,” kata Devon, suaranya serak karena tidur, namun masih memiliki nada bass yang dalam yang getarnya terasa sampai ke tulang Ava.
Ava hanya bisa mengangguk, lidahnya terasa kaku. Dia berusaha untuk tersenyum, sebuah ucapan terima kasih, belum bisa berkata-kata.
Devon segera melepaskan tangannya dan Ava tiba-tiba merasa dingin tanpa sentuhannya. Pria itu duduk lalu mengusap wajahnya.
Tak lama, dia meraih segelas air dari meja kecil di samping tempat tidur. Dengan gerakan hati-hati, dia menyangga kepala Ava dan mendekatkan gelas ke bibirnya.
“Minumlah. Perlahan,” perintahnya, lembut namun tegas.
Ava menyesap air dingin yang terasa segar bagi tenggorokannya yang kering. Dia minum beberapa teguk sebelum Devon menarik gelasnya.
“Terima kasih,” bisiknya, suaranya sedikit lebih kuat sekarang.
(JANGAN LUPA KOMEN YAAA)
masih penasaran siapa yg membocorkan operasi Devon di markas Don Vittorio dulu ya 🤔🤔