NovelToon NovelToon
Ambil Saja Suamiku, Kak

Ambil Saja Suamiku, Kak

Status: tamat
Genre:Dokter / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh / Romantis / Crazy Rich/Konglomerat / Tamat
Popularitas:1.5M
Nilai: 4.6
Nama Author: Puji170

Riana pikir kakaknya Liliana tidak akan pernah menyukai suaminya, Septian. Namun, kecurigaan demi kecurigaan membawanya pada fakta bahwa sang kakak mencintai Septian.

Tak ingin berebut cinta karena Septian sendiri sudah lama memendam Rasa pada Liliana dengan cara menikahinya. Riana akhirnya merelakan 5 tahun pernikahan dan pergi menjadi relawan di sorong.

"Kenapa aku harus berebut cinta yang tak mungkin menjadi milikku? Bagaimanapun aku bukan burung dalam sangkar, aku berhak bahagia." —Riana

Bagaimana kisah selanjutnya, akankah Riana menemukan cinta sejati diatas luka pernikahan yang ingin ia kubur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

Riana baru saja selesai mengenakan handuk kimono untuk menutupi tubuhnya. Dengan langkah ringan, ia menghampiri Septian yang tampak diliputi amarah.

“Apa yang membuatmu marah?” tanyanya dengan nada santai seolah tidak terpengaruh dengan sikap Septian sekarang ini.

Septian menatap tajam, suaranya meledak penuh emosi. “Kamu masih bisa tanya? Aku minta kamu buat jagain Ibu, tapi kamu malah enak-enakan berendam seolah gak peduli!”

“Oh.” Riana hanya menanggapi singkat sambil melangkah menuju lemari, tangannya sibuk memilih baju ganti.

“Kamu cuma bilang ‘oh’?” sergah Septian tak percaya.

“Lalu aku harus bilang apa? Aku juga gak mau capek sendirian ngurus Ibu. Kamu kan tahu betul, Ibu kamu gak pernah suka sama aku. Jadi, daripada aku dimarahi lagi, lebih baik sekarang kita ke sana sama-sama.”

“Riana, aku tuh capek. Kamu gak bisa sekali aja gantian? Dulu kamu sendiri yang janji bakal meluluhkan hati ibuku. Kenapa sekarang kamu malah nyerah begitu saja?” suara Septian terdengar penuh tuntutan, hampir menyalahkan.

Riana menarik sudut bibirnya, senyum hambar yang lebih mirip luka daripada kebahagiaan. Ia ingat, memang benar, dulu ia pernah berjanji akan berusaha membuat Rahayu menerima dirinya. Tapi janji itu terasa konyol, seperti menagih keajaiban dari hati yang tak pernah mau terbuka dan terlebih lagi hati Septian sudah mendua, lalu untuk apa dia berjuang?

"Kamu sendiri yang bilang itu dulu, sekarang? Kamu tanya sama dirimu sendiri, apa aku harus menepatinya?" tanya Riana.

"Riana, stop! Aku capek dan gak mau berdebat!"

“Aku juga capek.” Riana menoleh, nadanya datar tapi tegas. “Ini tawaranku, kamu ikut atau enggak. Kalau enggak, ya sudah… aku ambil baju tidur. Kasur ini terlalu menggoda.”

“Riana!” bentak Septian, wajahnya memerah.

“Septian Prawira, bisa gak kalau bicara jangan pakai urat?” balas Riana santai, bahkan sempat menyunggingkan senyum tipis.

“Sepertinya kamu kesambet, ya? Selain gak patuh, sekarang kamu juga berani melawan,” ucap Septian geram.

Belum sempat Riana menjawab, terdengar ketukan pelan di pintu kamar. Septian segera melangkah dan membuka pintu.

“Lili, ada apa?” tanyanya agak singkat.

“Tian, kamu sama Riana sedang bertengkar? Kenapa suaranya keras sekali?” tanya Liliana dengan nada seolah penuh kekhawatiran.

Riana yang mendengar itu hanya menyunggingkan senyum miring. Ia tahu benar bagaimana kakaknya pandai berpura-pura peduli. Dulu, mungkin ia akan merasa malu karena pertengkaran rumah tangganya terdengar orang lain, apalagi oleh kakaknya sendiri. Tapi kini, rasa itu berganti dengan sikap acuh.

“Kak,” ucap Riana sambil menoleh, nadanya santai tapi menyengat, “pertengkaran suami istri itu wajar. Malah ada yang bilang, rumah tangga tanpa pertengkaran itu bagaikan sayur tanpa garam.” Ia menahan sejenak, lalu menambahkan dengan tatapan tajam, “Yang gak wajar itu kalau ada orang ketiga ikut campur dalam pernikahan.”

“Riana! Apa maksudmu? Kamu masih mau menuduh Kakak?” Liliana membalas dengan nada marah yang terdengar dibuat-buat. Ia tahu, biasanya adiknya tidak akan berani melangkah terlalu jauh ketika dirinya sudah menunjukkan kemarahan.

Namun kali ini Riana justru melangkah mendekat, lalu menggenggam tangan kakaknya erat sambil berkata, “Kak, mana mungkin aku berani nuduh Kakak? Aku kan cuma berpendapat.” Ia tersenyum tipis, suaranya terdengar datar namun menusuk. “Lagian, apa yang aku katakan salah?”

Belum sempat Liliana membalas, Riana sudah mengalihkan pandangannya pada Septian lalu melanjutkan kalimatnya, “Iya kan, suamiku? Apalagi kalau hati sudah terbagi… pasti akan jadi duri di dalam rumah tangga. Cepat atau lambat, hancur juga ujungnya.”

“Cukup, Riana!” potong Septian dengan wajah mengeras, jelas tersinggung dengan ucapan istrinya. “Sekarang ikut aku. Kita ke rumah sakit, temani Ibu.”

Liliana menelan ludah kasar. Tidak! Ia tidak boleh membiarkan Riana ikut menemani Septian ke rumah sakit. Jika itu terjadi, ia khawatir hubungan mereka bisa kembali mencair di hadapan Rahayu.

Dengan cepat Liliana menyelipkan tubuhnya, berdiri sedikit lebih dekat ke Septian. “Tian, biar aku aja yang temani kamu. Riana pasti lelah, kan baru saja selesai dari kamar mandi. Lagian, kalau Riana ikut, nanti ibumu malah tambah emosi. Aku takut keadaan ibumu makin parah.”

Kalimat itu diucapkan Liliana dengan nada lembut, penuh rasa iba seolah ia benar-benar peduli. Padahal hatinya bergejolak, penuh siasat.

Septian menoleh sekilas ke arah Riana, lalu kembali menatap Liliana. Dalam hatinya, ia sengaja ingin memancing reaksi sang istri, berharap Riana akan memohon untuk ikut.

“Ya sudah, kalau begitu kamu temani aku, Lili,” ujarnya dingin. Meski begitu, tatapannya tetap mengawasi Riana, ingin melihat bagaimana ekspresinya.

Namun yang terdengar justru suara santai Riana, sama sekali jauh dari harapan Septian.

“Jangan lupa bawa Lira, Kak. Aku capek, mau istirahat,” ucap Riana datar.

“Riana! Kamu benar-benar keterlaluan!” bentak Septian. Dengan kasar ia menarik tangan Liliana, meninggalkan kamar tanpa menoleh lagi.

Riana hanya berdiri memandang kepergian mereka. Sudut bibirnya menegang, matanya meredup, lalu ia bergumam pelan, penuh getir. “Aku keterlaluan? Hah… justru aku yang selalu diperlakukan seolah tak berarti.”

Riana menutup pintu perlahan, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Tatapannya kosong menembus langit-langit kamar, sementara pikirannya penuh dengan kepenatan yang tak terbendung lagi. Malam itu ia membuat keputusan bulat, esok ia akan mencari pengacara untuk mengurus surat cerainya.

***

Di dalam mobil, suasana terasa hening. Septian duduk di kursi kemudi dengan wajah masih diliputi amarah. Liliana yang duduk di sampingnya sesekali melirik, mencoba membaca ekspresinya.

“Tian… jangan terlalu dipikirin. Kamu tahu kan bagaimana Riana,” ucap Liliana dengan suara lembut, seolah ingin menenangkan.

Septian tidak langsung menanggapi, jemarinya justru mengetuk setir berulang kali. “Dia benar-benar bikin aku hilang sabar,” gumamnya lirih.

Liliana mencondongkan tubuhnya sedikit, pura-pura khawatir. “Tian, aku cuma gak mau lihat kamu sakit hati terus. Kalau terlalu sering begini, nanti kesehatanmu sendiri yang terganggu. Aku tahu kamu lelaki kuat… tapi tetap saja, hati juga butuh dijaga.”

Nada suaranya mengalun manis, penuh kehangatan semu. Matanya menatap lurus ke wajah Septian, berusaha mencuri perhatiannya.

“Kamu gak perlu ikut campur, Lili,” sahut Septian singkat, meski suaranya mulai melembut.

Liliana tersenyum samar, seolah tidak tersinggung. Tangannya perlahan menyentuh lengan Septian. “Aku bukan mau ikut campur, Tian. Aku cuma… peduli. Kamu itu adik iparku, tapi aku selalu anggap kamu lebih dari sekadar itu. Kamu sudah berjuang banyak untuk keluarga ini. Kalau kamu jatuh, siapa lagi yang bisa menopang?”

Sentuhan dan kata-kata itu membuat Septian terdiam sejenak. Pandangannya lurus ke jalan, namun rahangnya mengeras antara menolak dan membiarkan.

Liliana menambahkan, suaranya hampir berbisik. “Kadang… aku berpikir, Riana terlalu buta untuk melihat betapa berharganya kamu.”

Mendengar kalimat itu Septian langsung menginjak remnya secara mendadak, lalu pandangan tajam mengarah ke arah Liliana membuat wanita itu menegang seketika.

1
Jhony Al S
tadinya aku nangisin riana terus, akhirnya bahagia thor, terimaksih ceritanya bagus sehat2 selalu thor
Ferfa Ferdian
bagus
Ria Lita
lriana bodoooooh
Bella Hasibuan
🤣🤣🤣🤣🤣
tina hans
kalau ada manusia yang berkata kasih kesempatan kedua untuk orang yang selingkuh berarti orang yang mau memberi kesempatan adalah bodoh. sebab selingkuh adalah suatu penyakit yang akan kambuh bisa sembuh kalau sudah dikafani.
Mariatul
cerita author bagus, gak ngebosenin, mengalir, enak pokoknya. semangat terus ya Thor💪💪💪
Mariatul
astoge...
udh gak waras dia tu!
Dessy Christianti
keren
Mariatul
iya, emang cuma wanita bodoh yg gak nyimpan uang, laki² busuk mnta, masih aj di kasih duit simpanan. ahhhh
aku Pangen maki!
Mariatul
author, aku baru mampir, tapi kenapa udh nyesek banget...😭😭😭
𝐇⃟⃝ᵧꕥ📴𝓗𝓪𝔂𝓾𝓻𝓪𝓹𝓾𝓳𝓲: sambutan berarti
total 1 replies
Pcy retno
cuiiiiiiiiii janda gatel🤮🤮🤮🤮🤮🤮🤮
Komala Sari
selalu ada pemain baru yg akan ganggu hubungan kedua dokter ini😄
Komala Sari
gasskeeuun dokter Alif,jngan kasih kesempatan lg utk Septian mengambil dokter Riana😍
Nining Komalasari
geuning aya nya lanceuk sadarah kalakuanna jiga kitu
Nining Komalasari
Aa, aya nu ngintip /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Nining Komalasari
aya-aya wae si nini teh /Facepalm/
💗 AR Althafunisa 💗
Idih ogah, Riana. Kalau kamu balik ke Septian, orang sakit begitu perilaku nya. Awas aja ya 😡
💗 AR Althafunisa 💗
Emang enak, soalnya Septian itu beneran sakit. Waktu sama Riana dia malah mikirin Lili sekarang sudah sama Lili mikirin nya Riana. Kalau bukan sakit apa namanya 😅
Komala Sari
mencoba terus mengganggu tanpa henti
kpn ya doker Riana akan bebas dari gangguan mahluk² yg tdk pnya hati itu
💗 AR Althafunisa 💗
Kasihan lah Alif, nunggu bertahun-tahun pas janda tetep menunggu 😌
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!