Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bermusuhan
Amira melangkahkan kakinya dengan berat menuju ruangan dimana Raziq di rawat. Entahlah perasaannya kini terasa berat untuk menghampiri Safira dan Syaqil yang pastinya ada di ruangan.
Amira hendak membuka pintu ruangan VVIP tersebut, namun ia urungkan kembali karena rasa takut yang mendominasi.
"Kenapa?" Rayhan menatap lembut Amira.
"A-aku takut, Mas."
"Bissmillah, berdo'a saja."
Amira menarik nafas pelan menyiapkan hatinya. Tangannya mulai membuka gagang pintu itu perlahan, ia menggigit bibir bagian bawahnya cemas. Lagi-lagi ia menoleh ke arah Rayhan, pria itu mengangguk meyakinkannya.
"Assalamualaikum!"
Akhirnya Amira berhasil masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat disana ada Raziq yang tengah tertidur, dan Syaqil serta Safira yang berada disisinya.
Amira meneguk Salivanya berat, jantungnya terasa tiba-tiba berdebar. Kedua temannya itu menatapnya asing tak menyambutnya dengan hangat seperti biasanya.
Amira mengayunkan langkahnya mendekati Syaqil dan juga Safira. Di ikuti oleh Rayhan di belakangnya.
"Khemmm!" Suara Syaqil begitu jelas.
Amira menoleh ke arah Syaqil dimana pria itu kini menatapnya dengan tatapan marah dan kesal.
"Qil, maaf." Lirih Amira. Namun sayang, Syaqil tak menjawab perkataannya. Pria itu malah terdiam lalu mengambil handphone dari saku celananya dan pura-pura sibuk memainkannya.
Mata Amira kembali berkaca-kaca, tatapannya kini kembali pada Safira yang dimana wanita itu tengah membelakanginya tanpa mau menatapnya. Tubuh Amira rasanya begitu lemas, ia tak menyangka akhirnya semua ini akan terbongkar juga.
"Safira!" Panggil Amira.
"Hmmm.... "
"Maafin gue, Fir." Amira mengayunkan langkahnya mendekati Safira.
Namun Safira kini malah menjauhinya lalu membawa tasnya hendak keluar. "Maaf gue ada urusan!" ujarnya.
"Fir tolong jangan giniin gue, kita selesaikan masalah ini."
Amira memegang lengan Safira menahan wanita itu agar tidak pergi meninggalkannya.
"Gak ada yang perlu di jelasin."
"Fir, please. Gue mohon!"
Safira tak menjawab apapun, wanita itu tetap melangkahkan kakinya hendak keluar. Namun satu suara laki-laki berhasil menghentikan langkahnya dan membuat jantungnya berdebar.
"Safira, saya mohon selesaikan dulu masalah ini." ujar Rayhan.
Safira berhenti, wanita itu menurut jika Rayhan yang meminta.
Amira melihat tatapan Safira pada suaminya yang begitu dalam. Hatinya sakit, mengapa ia harus mencintai pria yang sama dengan sahabatnya sendiri?
Amira menghela nafas, mencoba mengesampingkan egonya. Karena ia memang salah tak jujur dari awal bahwa dirinya sudah menikah. Dan lagi-lagi ini adalah takdir yang harus ia tempuh.
"Safira, maafin gue. Gue udah bohong sama Lo."
"Lo kenapa gak jujur dari awal? Gue kecewa banget sama Lo!" ujar Safira.
"Maaf, Safira. Tapi kamu memang sepakat untuk merahasiakan terlebih dahulu pernikahan ini." Sahut Rayhan membantu Amira.
Safira menggelengkan kepalanya tak terima. Dan Syaqil kini mendekati Amira, wajahnya memerah di penuhi rasa kecewa yang mendalam.
"Gue kecewa banget sama Lo, Mir. Lo bohongin gue selama ini. Lo selalu nyalain gue karena Alesha menggangu Lo. Nyatanya Lo lebih buat gue sakit hati dan kecewa. Sia-sia gue selama ini berusaha deketin Lo. Ternyata Lo udah punya suami. Menyesal gue kenal sama Lo," ketus Syaqil.
"Qil maafin gue. Gue.... "
"Aahhh.... Udahlah, Mir. Gue gak peduli apapun alasan Lo." ujar Syaqil seraya beranjak pergi dari sana dengan segudang rasa kecewa.
"Qiill!" Teriak Amira. Namun tetap saja pria itu tak menghiraukannya.
Amira kembali menitikan air matanya.
Sedangkan Rayhan kini sedikit terkejut atas penuturan pria itu. Benar saja dugaannya bahwa pria yang ia temui kala itu ternyata menyukai istrinya. Tapi mengapa Amira tak pernah jujur soal ini?
"Safira mau kan Lo maafin gue?"
"Gue maafin Lo. Tapi gue gak mau berhubungan lagi sama Lo, Mir. Anggap aja kita gak pernah kenal."
"Tapi, Fir.... "
Safira menggelengkan kepalanya. "Jangan bicara sama gue lagi, Mir. Gue sakit."
"Dan untuk kamu Mas, selamat untuk pernikahannya. Ternyata kamu gak butuh waktu yang lama untuk menikah lagi."
Safira pun pergi meninggalkan keduanya dengan tatapan penuh kebencian.
Tubuh Amira luruh ke atas lantai. Ia menangis sejadi-jadinya disana. Semua orang yang ia cintai kini membencinya. Terutama Safira, wanita yang selama ini sudah ia anggap sebagai keluarganya kini menjauhinya.
"Sabar, sayang." Rayhan mengelus lembut punggung Amira.
Amira pun kini bersandar di bahu kokoh Rayhan. Ia tak memiliki siapa-siapa lagi saat ini kecuali keluarga dan suaminya sendiri. Temannya di kampus sudah pasti akan ikut membencinya. Terutama teman satu kelasnya, karena bagaimanapun semua orang kini akan mengetahui bahwa ia sudah menikah dan membohongi mereka semua selama ini dengan berpura-pura lajang.
***
"Ziq maafin gue yaa. Gara-gara gue Lo jadi kecelakaan kaya gini."
Amira menatap Raziq dengan mata yang berkaca-kaca. Ia duduk di sebelah temannya itu yang saat ini sudah sadar. Memandang luka yang di balut perban.
"Gapapa, gak usah di pikirin. Ini udah jadi takdir gue." Raziq berucap lemah.
"Tapi gara-gara Lo nganterin gue jadi.... "
"Udaah jangan nyalahin diri sendiri terus. Gue gapapa kok. Lo tahu kan gue cowo kuat."
"Lagi sakit aja Lo masih bisa bercanda." Amira mengusap air matanya kasar.
"Udah gak usah nangis, Lo jelek kalau lagi nangis."
"Ish.... Ngeselin." Amira mengerucutkan bibirnya. Lalu ia menoleh pada arah suara seorang pria yang mengucap salam dengan merdu.
"Mas.... " Amira tersenyum menatap laki-laki ber jas putih itu menghampirinya.
"Gimana kabarnya hari ini, Raziq?" tanya Rayhan mengulas senyum.
"Alhamdulillah, dok. Hari ini masih tetap sakit."
Rayhan tertawa kecil mendengar penuturan teman istrinya itu yang tampak lucu.
"Lagian dokter nanyanya ada-ada aja," sahut Raziq.
"Maksud suami gue Lo gimana keadaanya sekarang mendingan gak?"
"Apa? Lo bilang apa barusan?"
"Iya suami gue."
Raziq mengerutkan keningnya, "Ah ini anak bercanda aja. Yang bener dong gue lagi sakit nih. Jangan nge prank Mulu."
"Yaa, saya adalah suaminya Amira," tutur Rayhan.
"Oh My God." Raziq membulatkan matanya tak percaya.
Amira menunduk merasa bersalah,"Maafin gue yaa, Ziq. Gue udah bohongin Lo selama ini."
"Kok bisa, Mir?"
"Gue di jodohin."
"Ah Lo parah. Kasian Syaqil, dia cinta mati banget sama Lo!"
"Maaf, gue gak bermaksud menyakiti siapapun."
Raziq hanya menggelengkan kepalanya tak menyangka. Ia sedikit kecewa dengan Amira. Namun ia masih bisa menerima kenyataan ini dan memaklumi temannya itu.
"Syaqil dan Safira udah tahu ini?"
Amira mengangguk pelan, "Mereka tahu dan sekarang mereka membenci gue, Ziq."
Raziq menghela nafas. "Kenapa Lo gak jujur dari awal, Mir? Astagfirullah!"
"Maaf." Amira menunduk dalam. Lagi-lagi air matanya kembali menetes pelan.
"Yaudahlah, lagian ini udah terjadi juga. Di sesali juga gak akan merubah keadaan."
"Lo gak marah sama gue kan?" tanya Amira mengerucutkan bibirnya.
"Gak, gue gak marah sama Lo. Tapi gue marah sama suami Lo!"
Amira dan Rayhan mengerutkan keningnya heran.
"Kenapa saya?" tanya Rayhan.
"Karena dokter sudah menutup harapan saya untuk mendekati Amira. Tadinya kalau Safira tidak saya dapatkan, saya mau ngejar Amira." Canda Raziq.
"Dasar Lo!" Amira menggelengkan kepalanya pelan. Rayhan pun tertawa kecil mendengarnya.
***
Malam yang indah dengan bintang-bintang yang bertebaran di atasnya. Suasana sejuk setelah hujan membuat hawa menjadi sangat dingin Dan membuat kota Bandung terasa menjadi sangat romantis.
Rayhan memutuskan untuk mengajak Amira menginap di hotel, karena istrinya itu bersikeras ingin dekat dengan Rumah Sakit dimana Raziq di rawat agar gampang untuk menjenguk temannya itu. Untungnya keluarga pria itu sudah sampai untuk menjenguknya dan menunggunya hingga Raziq sembuh.
Jam kini menunjukan pukul 12.00 malam. Rayhan kini menatap Amira yang baru saja membersihkan tubuhnya. Wanita itu terlihat cantik dengan wajah polosnya yang tanpa make up. Tubuhnya yang hanya di balut dengan handuk berwarna putih itu membuat hasrat lelakinya seketika bergejolak.
Ia melangkahkan kakinya mendekati Amira yang kini tengah berada di depan cermin. Ia memeluk tubuh mungil istrinya itu dari belakang. Aroma wangi yang terkuar dari tubuh Amira semakin membuat ia terangsang. Sungguh, Amira benar-benar menjadi candung baginya.
Amira pun menoleh terkejut dengan perilaku suaminya. Ia menatap takut wajah suaminya yang terlihat menyeringai dari pantulan cermin di depannya. Ia tahu apa yang ada di pikiran Rayhan saat ini.
Amira pun semakin terkejut saat suaminya itu kini membalikan tubuhnya lalu menciumnya dengan tiba-tiba.
"Ma-s.... "
Amira memukul pelan dada Rayhan saat pernafasannya hampir saja habis karena pria itu menciumnya dengan membabi buta.
"Maaf."
Rayhan kini menangkup wajah Amira, di tatapnya wajah cantik bak artis Korea itu dengan lama penuh cinta. Matanya sudah di penuhi kabut gairah, ia tak bisa menahannya lagi. "Sayang, Mas udah gak kuat." ujarnya.
Amira menghela nafas, bukannya tidak mau, tapi hari ini ia benar-benar lelah. Banyak sekali kejadian buruk yang menimpanya.
"Ma-maaf, Mas. Amira cape sekarang. Maaf banget, bukan Amira nolak." Amira menatap Rayhan penuh rasa bersalah.
Rayhan sedikit kecewa, ia sudah tak bisa lagi menahan gairahnya. "Mas gak bisa tahan ini, Mas gak akan bisa tidur, sayang."
"Ini udah jam 12, Mas. Amira cape!"
"Sebentar, sayang. Mas janji!"
Tanpa aba-aba Rayhan kini mengangkat tubuh Amira lalu di letakannya tubuh mungil itu ke atas ranjang. Ia membuka handuk yang membalut tubuh Amira lalu kembali menciumi seluruh tubuhnya.
Amira pasrah, hasrat suaminya itu sudah benar-benar di ujung tanduk. Rasa lelahnya semoga menjadi ibadah. Melayani suami adalah kewajibannya dan jika menolaknya akan menjadi dosa.
"Makasih, sayang."
Rayhan mengecup kening Amira, lalu berbaring di sebelah istrinya itu. Amira pun menatap sang suami dengan senyuman penuh cinta.