DILARANG KERAS PLAGIARISME!
Aruni adalah seorang mahasiswi di sebuah universitas ternama. Dia berencana untuk berlibur bersama kawan-kawan baik ke kampung halamannya di sebuah desa yang bahkan dirinya sendiri tak pernah tau. Karena ada rahasia besar yang dijaga rapat-rapat oleh ke dua orang tua Aruni. Akankah rahasia besar itu terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DENI TINT, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 - SEPASANG CAHAYA KUNANG-KUNANG (?)
Tak terasa sudah satu minggu berlalu, Aruni dan dua sahabatnya berada di Desa Lanjani. Mereka melewati hari-hari liburan kali ini dengan banyak hal yang menyenangkan. Dan sejak terakhir kali mereka mendengar kisah tentang Anjani, tidak ada kejadian apapun yang mengganggu liburan mereka. Aruni pun tampak kembali normal, tak ada tanda-tanda aneh yang dia rasakan atau dia lihat. Begitu juga dengan Caca dan Bella. Tak ada hal apapun yang mengganggu mereka. Seolah semuanya berlalu begitu saja.
Warga Desa Lanjani pun semakin mengenal mereka dengan baik. Para warga tak segan lagi untuk mengobrol, berinteraksi, bahkan ada beberapa kesempatan mereka membantu Aruni dan dua sahabatnya itu jika dibutuhkan. Sekadar membetulkan pintu gerbang kayu yang mulai lepas engselnya, atau membantu membersihkan rumput-rumput di halaman yang mulai tumbuh, dan sebagainya.
Dibeberapa kesempatan juga, Aruni dan dua sahabatnya itu ikut menemani beberapa warga yang berladang, menggembala hewan ternak, atau ikut pergi ke pasar. Itu mereka lakukan karena rasa ingin tahu dan penasaran bagaimana pengalaman menjadi warga desa. Menjalani aktifitas selayaknya warga desa.
Aruni dan dua sahabatnya juga terkadang mengajak bermain anak-anak di desa itu saat sore hari, termasuk Sekar Wangi. Sehingga suasana liburan semakin menyenangkan dan tak bisa mereka lupakan. Tanpa mereka sadari, semua itu perlahan-lahan membuka batas tebal antara Aruni dengan Anjani. Setiap detik yang dilewati semakin mendekatkan Aruni dengan rahasia garis darah keluarganya di Desa Lanjani.
Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 21.10 malam. Aruni, Bella, dan Caca, seperti biasa sedang mengobrol santai di balkon lantai dua. Sambil menikmati kopi susu yang beberapa hari lalu mereka beli saat ke pasar. Ditemani pula pemandangan hutan desa dari atas balkon.
"Eh iya, papan yang ditutupin sama kain hitam di sini, kemana? Kok gak ada sekarang?" tanya Bella di sela-sela obrolan mereka.
"Udah ah, jangan bahas lukisan itu lagi, takut gue kalo inget itu." jawab Caca spontan.
"Tenang, udah gue pindahin ke kamar gue kok. Lagian kan lo juga gak nyaman liat lukisan itu." timpal Aruni.
"Lah, emang kenapa sih, kok lo bisa takut cuma gara-gara lukisan doang Ca?" tanya Bella, padahal dirinya sudah paham bahwa Caca memang penakut jika melihat atau mendengar sesuatu yang menyeramkan.
"Halah, lo gak usah nanya deh, kayak gak tau gue aja lo. Lagian emang lo gak takut gitu liat lukisan serem begitu?" ucap Caca.
"Ya apa juga yang mau ditakutin sih, Ca? Emang sih lukisannya bukan lukisan pemandangan, isinya lukisan Neneknya Aruni sama satu sosok mahkluk menyeramkan. Tapi kan, ya udah, itu cuma lukisan aja. Kan gak mungkin juga dia keluar dari lukisan, terus jalan ke kamar lo, terus nemenin lo tidur." jelas Bella.
"Aaahhh... apaan sih, Bell? Gak lucu ah!" ucap Caca sambil mengerutkan dahinya.
"Udah-udah... jangan diterusin ah obrolan itu, kasian si Caca, Bell. Nanti dia gak bisa tidur kayak pas pertama kali liat lukisan itu." jelas Aruni supaya Bella berhenti meledek ketakutan Caca.
"Hahaha... iya ya. Sampe dia mau pipis aja selalu minta ditemenin, hahaha..." Bella tertawa cukup geli saat mengingat itu.
"Ya iyalah, gue takut." tegas Caca. "Lagian siapa sih yang bikin lukisan itu? Emang gak ada objek lain yang bisa dilukis?" tanyanya kemudian.
"Kalo dari cerita Pak Parman, dia bilang lukisan itu dibikin sama almarhum Ayah gue, tapi dia gak bikin sendiri. Dia sewa jasa pelukis. Katanya sih buat mengenang ibu mertuanya." jelas Aruni yang ternyata sudah bertanya tentang lukisan itu kepada Pak Parman, kepala adat desa. Dan memang Pak Parman sudah mengenal baik almarhum Ayah Aruni, bahkan sejak pertama kali menikah dengan Bu Asih.
"Oh, begitu ya. Terus kenapa sih harus ada lukisan sosok serem itu juga?" tanya Bella yang juga sedikit penasaran dengan lukisannya.
"Ya kalo itu sih, Pak Parman gak cerita. Gue juga gak nanya." jawab Aruni.
"Tapi keren loh lukisannya. Bisa detail banget. Gambar mukanya, gigi taringnya, kukunya, sampe ke..." Bella yang belum selesai langsung disela oleh Caca.
"Beeellaaa... udah aaahhh... lo jangan jelasin lagiii..." Caca sambil berekspresi agak kesal ke Bella.
"Yeeeh... gue cuma mau muji aja effort si pelukisnya itu Ca... Lo aja ah yang terlalu penakut! Hahahaha..." Bella kembali menimpali dengan tertawa ringan.
"Hehehe... Udah-udah, lo juga ngeledek terus sih Bell?" timpal Aruni yang juga dengan ekspresi tertawa kecil.
"Tau ah, sebel gue, gue mau tidur duluan!" Caca segera beranjak dari kursi balkon, dan hendak meninggalkan dua sahabatnya itu yang masih saja tertawa kecil melihat dirinya ketakutan.
"Ya elah... gitu aja lo ngambek? Cepet tua nanti lo! Hahaha..." ucap Bella sambil bersandar di pagar balkon, melihat Caca berjalan menuju kamar dengan langkah kesal.
"Bella, udah ih!" Aruni menimpali. "Caca, lo beneran mau tidur duluan? Jangan lupa kunci pintu ya, nanti ada yang masuk loh... Hahaha..." tambahnya lagi sambil melihat Caca berjalan.
"Tau ah! Bodo amat!" teriak caca ketika sampai depan pintu kamarnya. Tingkah Caca benar-benar membuat Bella dan Aruni geli, namun ada rasa kasihan juga di hati Bella.
"Dasar si Caca, cuma kita ngobrol gini aja ketakutan dia. Ya udah, gue susul Caca dulu ya, kasian tuh anak." Bella melangkah menuju kamar Caca, dia merasa bertanggung jawab atas kelakuannya yang sudah menakuti Caca barusan.
"Lo jangan tidur kemaleman, Ar..." tambah Bella.
"Iya... Udah sana, lo temenin Caca tidur." jawab Aruni.
Aruni melihat Bella berjalan santai menuju ke kamar Caca. Dia kembali dibuat tertawa geli saat melihat Bella meledek lagi dari depan kamar Caca.
"Cacaaa... Ooohhh Cacaaa..." suara Bella di depan pintu Caca dengan nada agak dibuat menyeramkan. Itu membuat Aruni yang melihat dari balkon kembali tertawa geli.
"APAAN SIH! GAK JELAS LO!" teriak Caca dari dalam kamar.
Lalu Caca membuka pintu, dan memukul Bella menggunakan bantalnya. Dan mereka berdua pun seperti perang bantal sambil masuk ke dalam kamar. Aruni yang melihat tingkah dua sahabatnya itu tertawa sampai memegangi perutnya.
"Aduh, aduh, perut gue sakit..." ucap Aruni yang masih sedikit tertawa.
Sekarang Aruni sendirian di balkon, masih menikmati kopi susu yang tersisa setengah cangkir. Dia beranjak dari kursinya, berjalan menuju pagar balkon, sambil menggelengkan kepala dengan senyum tipis saat masih terdengar suara Bella dan Caca yang saling meledek.
Aruni berdiri memegang cangkir kopi susunya, memandang ke arah hutan di sekitar Desa Lanjani. Meski pun malam hari, tapi pemandangan hutan yang berundak mengikuti kontur kaki Gunung Lanjani tampak jelas. Karena malam ini juga bulan menerangi di tengah langit cerah sedikit berawan di atas sana.
Angin semilir berhembus, menambah suasana malam semakin nyaman. Dan saat Aruni mengalihkan pandangannya ke arah bawah barisan pepohonan di ujung sana, ia terpukau karena melihat banyak sekali kunang-kunang beterbangan. Seolah sedang menari bersama di tengah gelapnya hutan.
"Waaah... ternyata di sini masih ada kunang-kunang ya? Gue kira udah punah hewan itu." gumam Aruni sambil memperhatikan tarian mereka yang bercahaya.
Beberapa saat kemudian, Aruni terpaku sejenak saat melihat ada dua pasang cahaya kunang-kunang, diam tak bergerak seperti yang lainnya. Diperhatikannya dua pasang kunang-kunang itu dengan seksama oleh Aruni. Namun ada yang aneh.
Dua pasang kunang-kunang itu diam berdekatan. Ada di antar dua batang pohon di ujung sana. Dan cahanya agak berwarna merah. Seperti dua bola mata yang memperhatikan Aruni dari kejauhan.