Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Jebakan
Setelah makan Divon meminta waktu untuk berbicara dengan Vania di ruangannya.
" Astaga, papah mu ini kenapa begitu pada mamamu, kasihan kalau harus jujur, nanti dia akan merasa bersalah." Ujar Mutia khawatir.
" Tapi kita akan mati cepat kalau makan masakan mama, kita salah karena tidak jujur nek." ujar Lenard
" Iya juga, tapi kasihan sekali menantuku." Ujar Mutia.
Di ruangan Divon.
" Apa ada yang serius?" tanya Vania.
" Okey, yang pertama aku akan jujur soal makananmu, jujur kue mu tidak enak dan gosong, lalu makananmu hari ini hampir membunuh kita kedua kalinya.' ujar Divon to the point tanpa basa-basi.
" Apa?, mana mungkin." Vania tidak percaya.
" Kau yang masak kenapa tidak ikut makan?, kau mencicipi atau tidak masakanmu?, kau dapat resep dari mana?" tanya Divon.
" Aku tidak mencicipi, karena aku belajar memasak dari Bella, Bella juga sudah mencicipi masakanku katanya enak." jawab Vania dengan polosnya.
" Bella?" Divon tak menyangka Vania belajar memasak dari Bella.
Tapi kenapa Bella mengajari hal yang buruk pada Vania, bukannya Bella orang yang di bawa Vania terlepas dari apa yang direncanakan Bella, seharusnya Bella tidak melakukan hal itu pada Vania yang sudah membawanya.
" Oke, nanti kau bisa mencicipi masakanmu sendiri, tapi sekarang aku ingin memberitahumu, karena kau tahu tentang rahasiaku, maka aku akan memberitahumu satu hal, kau jangan ikut campur masalah apapun untuk saat ini, kau mengerti? "ujar Divon tampak sangat serius.
" Kenapa?, aku mungkin bisa membantu kan?" tanya Vania.
" Ini sangat berbahaya, sejak awal kau tidak terlibat maka kau tetap berada di posisi sekarang demi keamananmu." ujar Divon
" Oh ya, baiklah ... Tapi jika kau butuh bantuan aku akan membantumu." Ujar Vania.
" Ya, untuk saat ini jangan ikut campur dulu!" tegas Divon.
" Apa hanya itu?" tanya Vania.
" Iya itu dulu." jawab Divon.
" Kalau begitu aku akan turun dan menyelesaikan urusanku." ujar Vania dengan wajah yang tampak kesal.
Vania turun dan segera berlari ke meja makan yang baru saja di beresi oleh Bella.
Mutia dan Lenard mencoba menjelaskan maksud mereka berbohong, tapi Vania lebih fokus pada makannya dan segera mencicipi makanannya.
" Benar-benar racun." Gumam Vania.
" Nyonya apa yang terjadi dengan anda?" tanya Bella.
Vania melihat ke arah Bella, dengan sangat kesal Vania menampar wajah Bella.
" Nyonya, kenapa?" ujar Belle terkejut karena ini pertama kalinya Vania tampak marah dan benar-benar marah.
" Kenapa kau menipuku?, kau mau aku meracuni seisi rumah dengan kebohongan mu?" tegas Vania.
" Apa?" Bella pura-pura tidak tahu apa-apa.
" Vania anakku, kau masuk dulu ya nak, ibu akan mengurus anak ini!" tegas Mutia.
" Ibu, ayo Bu kita ke kamar dulu, ibu harus menenangkan diri dulu." ujar Lenard menuntun ibunya ke kamar, sementara Bella di bawa ke ruang tamu oleh Mutia.
" Kau sangat kurang ngajar!" tegas Mutia
" Nyonya, kenapa anda mengingkari janji anda pada saya dulu?" Ujar Bella.
" Bukan kemauanku untuk hal yang dulu, semua sudah berlalu, dan kau tahu pasti bagaimana adikmu itu, dia sangat tidak masuk akal, lalu kalau dia seperti itu dan aku tidak menepati janjiku, kau pikir itu salahku?" ujar Mutia.
" Tapi saya sangat,- "
" Berhenti!, kau tahu apa yang harus kau lakukan lebih dulu!, sekarang Vania adalah menantuku yang sangat aku cintai, kau juga membuat kesalahan yang kejam dan aku menutupinya, lalu kau mau aku bagaimana?" tegas Mutia.
" Anda sangat kejam karena membuang saya." ujar Bella sangat kecewa.
" Sepertinya aku berubah pikiran untuk kau membawa Lenard pergi dari sini, sejak awal anak itu tidak salah, aku akan menerima anak itu di sini." Ujar Mutia.
" Saya akan mengambil Lenard." Bella masih sangat bersikeras untuk Lenard.
" Ingatlah Bella, semua ini akan terungkap cepat atau lambat!" tegas Mutia.
Bella segera keluar dengan air mata berlinang.
Divon yang baru turun pun terkejut, namun Divon tidak mau tahu urusan itu, yang jelas Bella mencari gara-gara dengan istrinya, kalau sampai putranya tahu, habislah dia.
Mendengar suara tangisan Vania Divon pun segera masuk ke dalam kamarnya
" Huhuhu, bodoh aku bodoh sekali, hihihihi, Lenard Mama memalukan ya?, huaaa mama hampir membunuh kalian semua hihihihi." ujar Vania berguling di kasurnya.
" Ibu hebat kok, maafkan kami karena tidak jujur, kami sangat takut ibu jadi pesimis soal memasak, toh nenek percaya suatu saat ibu akan memasak dengan baik." ujar Lenard memeluk ibunya.
Putranya itu sungguh sangat gentleman, dalam seketika Vania pun terdiam.
" Sebenarnya apakah jiwa kalian tertukar?" ujar Divon heran, mana ada anak usia lima tahun menenangkan anak usia 20 tahun.
" Papa, sejak kapan papa masuk?" tanya Lenard.
" Divon, kau jangan bicara!" Vania mengingatkan suaminya.
" Karena kau sudah tenang aku ada urusan mendesak, kau ingatlah kata-kata ku tadi Vania." ujar Divon mengingatkan.
" Iya Baik!" ujar Vania
Divon pun pergi untuk urusan mendesaknya.
Lenard mengajak mamanya keluar untuk membeli makanan manis kesukaan mamanya, dengan sangat senang hati Vania langsung berubah moodnya.
" Nanti jangan lupa kita belikan untuk nenek ya." ujar Vania
" Tidak masalah." jawab Lenard.
Lenard memang sangat dewasa, padahal itu belum waktunya dia untuk seperti ini, tapi dia begitu keren untuk di katakan seorang anak kecil.
Namun rupanya mereka tidak bisa pergi membeli makanan manis hari ini karena tiba-tiba sekali Charles dan juga Hamis menghadang mereka di tengah jalan.
" Apa lagi ini?, apa kalian mendapat tugas dari Divon untuk menghukum ku?" ujar Vania.
" Tunggu apa ini?" Charles dan Hamis sangat bingung juga.
" Nanti kita bicara lagi, sekarang anda ikut kami lebih dulu!" tegas Hamis.
Vania pun ikut pergi bersama putranya naik ke mobil Charles, sementara Pak Amron di suruh pulang lebih dulu.
" Ini di mana ya?" tanya Vania celingukan.
" Ini kediaman uncle mama." jawab Lenard karena Hamis dan Charles dari tadi sibuk bertengkar.
Hamis dan Charles mengajak Vania berbicara serius.
" Tidak, aku sudah berjanji pada Divon kalau aku tidak akan ikut campur!" tegas Vania menolak.
" Iya kakak Ipar, ini ada sangkut pautnya dengan anda juga, dan anda memiliki akses mudah untuk mencari tahu tentang keluarga anda." ujar Charles.
" Tidak ya tidak, selesai. Aku mau pulang sekarang, ayo Lenard." Ajak Vania.
" Ya ma, Uncle paman Hamis, kalian tidak bisa mengatur ibu, ibu sangat berpegang teguh pada pendiriannya." ujar Lenard dengan bangganya.
" Iya, iya tapi sayang sekali ini pasti sayang, padahal semua bisa dibicarakan secara perlahan." Ujar Charles sambil membuka box makanan yang ada di tangannya.
" Uwah itu Coklat Viral kemarin aku sudah mengantri 3 jam tapi kehabisan." ujar Vania sudah tampak ngiler melihat coklat.
" Bagaimana kalau kita bicara lagi sambil makan coklat, kami masih ada banyak lagi."
Ujar Charles.
" Oh ahahaha, tentu saja semua bisa dibicarakan sekali heheh." Seketika Vania berubah pikiran hanya karena satu box coklat.