“Aku akan membuatmu hamil, tapi kau harus melakukannya dengan caraku dan hanya aku yang akan menentukannya. Setelah kau hamil, kontrak kita selesai dan pergi dari hidupku.”
Itulah syarat Alexander Ace—bosku, pria dingin yang katanya imp0ten—saat aku memohon satu hal yang tak bisa kubeli di tempat lain: seorang anak.
Mereka bilang dia tak bisa bereaksi pada perempuan. Tapi hanya dengan tatapannya, aku bisa merasa tel4njang.
Dia gila. Mendominasi. Tidak berperasaan. Dan terlalu tahu cara membuatku tunduk.
Kupikir aku datang hanya untuk rahim yang bisa berguna. Tapi kini, aku jatuh—bukan hanya ke tempat tidurnya, tapi juga ke dalam permainan berbahaya yang hanya dia yang tahu cara mengakhirinya.
Karena untuk pria seperti Alexander Ace, cinta bukan bagian dari kesepakatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ferdi Yasa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Lakukan Sesuka dan Sepuas Anda, Tuan
“A- Alex, sudah tidak ada yang melihat. Kau bisa menurunkan aku.”
Namun Alex tetap tidak bergeming. Dia terus berjalan lurus, membawa Eve keluar dari tempat itu.
Di samping mobil, Alex baru menurunkannya. Tapi sebelum Eve menyeimbangkan tubuh, tiba-tiba saja Alex mendorong bahunya, membenturkannya ke mobil. Kedua tangan pria itu mengapitnya di tengah, mengurung Eve di bawah tubuhnya.
Eve mengerjap. Melihat Alex yang menatapnya seolah dia ingin menelannya utuh, Eve meringsut.
“Aku … apa … aku mempermalukanmu?”
Sorot mata Alex masih tajam. Terlalu menakutkan untuk di balas.
Eve menelan ludah, tidak berani mengatakan apa pun lagi.
“Apa yang kau pikirkan? Kenapa kau mau saja diseret ke dalam, hah? Tidak semua orang memiliki niat yang baik seperti yang kau pikirkan. Apa kau tidak tahu itu? Apa kau sangat bodoh sampai tidak bisa memikirkannya?”
Aku yang salah?
Eve ingin mengatakan sesuatu, tapi saat bibirnya sudah terbuka, tidak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan.
Dia tidak tahu jika itu kemauan Miranda sendiri, karena wanita itu tadi mengatakan bahwa Alex yang memanggilnya.
Jadi … itu bukan kemauan Alex?
“Aku … aku tidak tahu kalau—“
Ucapannya terputus. Alex tiba-tiba mendorong dirinya, menekan Eve, dan menc!um bibir wanita itu.
Seperti apa yang dilakukannya waktu itu, kali ini pun sama. Dari cara Alex menc!umnya, Eve bisa merasakan pria di depannya ini memiliki ga!rah yang luar biasa.
Dan Eve tidak bisa bergerak sama sekali, selain hanya menunggu pria itu melepaskannya sendiri.
Rayyan sudah di dalam mobil. Dari kursi kemudi, dia bisa melihat semua itu dengan jelas dari kaca spion. Matanya langsung berpaling ke sisi lain.
Sialnya, itu terjadi cukup lama.
Saat Rayyan melirik yang kedua kali, tidak ada yang berubah dari posisi mereka.
Baru setelah ketiga kalinya, dia melihat Alex mengusap bibir Eve.
Keduanya baru masuk ke mobil setelah itu. Namun, tidak ada lagi yang membuka mulut. Baik Eve maupun Alex, keduanya sama-sama menoleh keluar jendela.
Sampai akhirnya … suara berat Alex terdengar.
“Jangan menjalin hubungan apa pun dengan Miranda. Entah kontrak kerja, atau apa pun itu.”
“En. Jangan khawatir, aku tidak akan mengganggu hubungan kalian lagi. Aku tidak akan muncul di antara kalian lagi seperti hari ini.”
Jika bukan karena uang, dia juga tidak akan pernah datang ke acara tadi.
Eve mendengus kasar.
“Hubungan seperti apa yang kau maksud?”
Kepala Eve berputar cepat ke arahnya. “Tentu saja hubunganmu dengan Miranda. Kau tidak pernah mengencani seorang wanita karena menunggu kepulangannya, kan? Kau juga tidak imp0ten, tapi membiarkan rumor itu begitu saja. Itu karena kau tidak ingin didekati wanita selain dia, kan?”
Semakin lama nada Eve semakin meninggi tanpa sadar. Dan sekarang, suaranya jadi bergetar karena menahan kemarahan.
“Tidak masalah,” katanya. “Aku sudah tahu siapa aku dan di mana tempatku. Aku akan—“
Lagi, ucapan Eve terpotong karena Alex menyumpalnya—menyumpal dengan mulutnya sendiri.
Eve ingin mendorong diri, tapi Alex dengan cepat meraih tengkuknya, menekan dia ke tubuhnya.
Tidak bisakah Alex menunggunya sampai selesai bicara?
Kenapa pria itu selalu menc!umnya mendadak seperti ini?
Setidaknya beri dia waktu untuk menarik napas sebentar.
Sebenarnya Rayyan tidak ingin melihat lagi. Tapi matanya secara refleks kembali melirik spion. Sekali lagi, dia harus menyaksikannya.
Dengan tenang dan datar, dia menekan tombol penyekat otomatis. Kaca pemisah pelan-pelan naik, memutus pandangan dan membungkam suara.
Seolah sikap itu berkata, "Lakukan sesuka dan sepuas Anda, Tuan. Saya tidak akan melihat."
Alex melepaskannya—hanya setelah puas.
Tapi dia tidak langsung menjauh. Diam. Tatapannya masih terpaku pada wajah Eve, seakan ingin menahan waktu.
Saat suasana menegang dalam keheningan, suara keroncongan perut Eve tiba-tiba memecah momen itu.
Dengan malu, dia menutup perutnya sambil tersenyum canggung. "Aku ... lapar. Seharian ini aku sangat sibuk, tidak sempat makan."
Alex menghela napas, lalu mengetuk kaca pemisah. "Pergi ke restoran terdekat," ucapnya pada Rayyan.
Sebenarnya dia memang berencana ke sana. Tapi bibir Eve tadi membuatnya lupa segalanya.
Di restoran, hanya Eve yang makan dengan lahap. Alex sekadar menyentuh makanannya. Sambil mengamati perempuan di depannya, Alex bertanya sinis,
“Apa punggungmu berlubang?”
“Hah?”
“Aku tanya, apa punggungmu berlubang?” ulangnya, datar.
“Kau mengejekku?”
“Pikir sendiri.”
Eve mendengus. “Aku tidak sempat makan tadi. Banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan.”
Alex menarik piringnya, menjauhkannya dari jangkauan Eve.
“Sudah cukup. Makan terlalu banyak malam-malam begini bisa membuatmu muntah.”
“Tapi—”
“Minum, atau aku akan meningalkanmu di sini.”
Saat tiba di rumah, Eve kaget melihat barang-barangnya sudah ada di kamar lebih dulu. Padahal dia baru akan meminta Shania membawakannya besok pagi.
Baru saja ingin istirahat, ponselnya bergetar—berkali-kali.
Sekarang, bukan berita mengenai kerja sama antara perusahaan Alex dengan Miranda lagi yang berada di pencarian atas, melainkan, hubungannya dengan Alex yang diperbincangkan.
Video dirinya dan Alex sudah tersebar.
Notifikasi masuk membanjiri layar. Grup, media sosial, pesan pribadi.
Paling aktif: Manda—10 panggilan tak terjawab, 20 pesan beruntun.
Lainnya? Rekan kerja.
Termasuk satu pesan dari Darren. Eve ingin membalas, tapi lelah menahannya.
Dia meletakkan ponsel, memejamkan mata, dan langsung tertidur. Tanpa sadar, pintu kamarnya dibiarkan terbuka.
Awalnya Alex hanya ingin menutup pintunya. Tapi saat dia melihat layar ponsel Eve menyala dan tidak berhenti berdering, dia menghampiri.
Nama Darren masuk dalam panggilan telepon, dan Alex mengangkatnya.
“Eve, apa yang kau lakukan? Kenapa kau bisa berada di sana? Aku sudah meemperingatkanmu berulangkali, jangan sampai kau terjebak dalam permainan mereka, karena pada akhirnya kau hanya akan menyiksa dirimu sendiri.”
Alex menyeringai, menatap wajah Eve yang tertidur pulas.
“Kau bisa menelponnya nanti, karena saat ini dia sudah tidur. Dan ya, kau benar. Sebaiknya kau terus memperingatkan dia agar tidak terjebak denganku, karena sebentar lagi aku akan menjebaknya, menjadikan dia milikku dan menguasai dia sepenuhnya.”
“Brengsek! Apa yang kau lakukan padanya, Alex?”
“Aku hanya sedang melihatnya tidur. Lihat, dia sangat nyenyak sekali. Aku tidak mau mengganggunya. Sampai jumpa.”
Sambungan diputus sepihak.
Saat hendak meletakkan ponsel di atas nakas, Eve menggeliat. Hampir terguling.
Refleks, Alex menangkapnya.
"Bodoh. Tidur saja tidak becus!"
Tapi saat hendak menarik tangan, Eve tanpa sadar memeluk lengannya—erat.
Alex menggerutu dalam hati.
Sudah tidur, masih saja menyusahkan!
Terpaksa dia merambat ke atas ranjang dan tidur di sisinya dengan posisi miring membiarkan tangannya menjadi bantal Eve. Untuk sesaat, Alex terdiam memandangi punggung wanita itu, lalu dengan tangan kirinya melepas kuncir rambut Eve dan menggerai rambutnya.
Rambut panjangnya mengalir, menutupi bantal.
Eve tidak bergerak. Terlalu lelah. Terlalu kenyang. Terlalu tenang.
Dan entah bagaimana, Alex pun ikut tertidur.
Tangan kirinya terlingkar di pinggang Eve, memeluknya. Tanpa sadar, mereka semakin dekat.
Keesokan paginya ....
Eve terbangun dalam pelukan Alex.
Tubuh mereka saling berhadapan, lengan pria itu masih melingkari pinggangnya. Wajah mereka hanya berjarak sejengkal.
Eve terpaku.
Antara percaya dan tidak—mereka tidur seperti ini sepanjang malam.
"... A-Alex?"
***