Hanya karena uang, Dira menjual rahimnya. Pada seorang pria berhati dingin yang usianya dua kali lipat usia Dira.
Kepada Agam Salim Wijaya lah Dira menjual rahim miliknya.
Melahirkan anak untuk pria tersebut, begitu anak itu lahir. Dira harus menghilang dan meninggalkan semuanya.
Hanya uang di tangan, tanpa anak tanpa pria yang ia cintai karena terbiasa.
Follow IG Sept ya
Sept_September2020
Facebook
Sept September
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ipar Itu Maut
Rahim Bayaran #25
oleh Sept
Malam ini Dira tidak bisa tidur, padahal pagi tadi sudah diberi obat dan diperiksa oleh Dokter langanan Agam. Dira hanya demam biasa dan terlalu stress. Kata dokter tadi pagi, gadis itu harus istirahat.
Dira yang memang dasarnya manut, ia pun menurut apa kata dokter. Sepanjang hari hanya rebahan di atas ranjang, makan siang dan malam pun di antar ke kamar. Selain karena ingin istirahat, ia juga menghindar dari Denis.
Pria itu membuat ia takut setengah mati, bukan karena takut Denis akan menghajar dirinya atau apa. Itu ketakutan yang lebih dari itu.
Denis yang tadi pagi beringas, membuat Dira terngiang-ngiang. Pokoknya ia takut, hingga pukul sepuluh. Matanya belum bisa terpejam.
"Apa Mas Agam menginap?" tanyanya pada angin.
Tok tok tok
Dira langsung sembunyi di balik selimut, takut pada sosok yang mengetuk pintu kamarnya.
"Dira ... bukak pintunya!"
"Mas Agam!" pekiknya.
Begitu mendengar suara suaminya, Dira langsung turun dari ranjang. Ia senang bukan main melihat suaminya pulang.
"Kamu kenapa, keringat dingin begini?"
Dira hanya mengeleng pelan, ia pun langsung memeluk tubuh itu. Terasa hangat dan nyaman.
Tapi! Tunggu, aroma tubuh Mas Agam ia hafal betul. Ini bukan Mas Agam. Dira langsung membuka mata, ternyata ia barusan bermimpi.
Ia pikir sedang memeluk tubuh suaminya, pada kenyataannya. Di atas ranjangnya kini justru ada Denis tanpa mengenakkan baju atasan.
Diana melirik ke seluruh penjuru, tadi ia sudah mengunci kamarnya. Mengapa tomcat itu tiba-tiba muncul dan berada di atas ranjang miliknya.
Kaget, Dira langsung bergegas. Ia langsung berlari ke arah pintu. Dilihatnya cendela kamarnya yang terbuka.
Pasti kampret itu lewat dari sana, ingin melarikan diri. Dira berteriak-teriak kencang minta tolong.
"Bibi ... Bibi!"
"Untuk apa kamu teriak, dia gak akan bangun. Sudah aku kasih obat tidur!"
Makin paniklah Dira, Denis benar-benar keterlaluan. Ia tidak menyangka suaminya memiliki kerabat yang bejad seperti Denis.
"Jangan macam-macam! Atau ...!"
"Atau apa? Aku yakin kamu sudah tidur dengan Mas Agam. Jadi jangan munafik, aku lebih biasa memuaskanmu dari pada kakakku yang sudah berumur itu!"
"Jangan mendekat!" teriak Dira.
"Ayolah Dira, segalanya akan lebih cepat dan mudah kalau kamu tak melawan!" Denis menyeringai pada gadis yang sudah berdiri dengan gemetaran itu.
"Jangan macam-macam!" Dira meraih gunting di atas meja rias.
"Hey! Apa yang kamu lakukan! Lepaskan benda itu!" Denis panik, karena Dira mengarahkan ujing gunting tepat ke lehernya.
"Kalau Mas Denis mendekat, Dira gak akan takut melakukan ini!"
Tangan Dira makin mencengkram erat gunting itu. Sorot mata yang semula berisi ketakutan, kini berubah berani menentang maut.
Lebih baik ia mati, dari pada ia dinodai. Apa yang akan ia katakan pada suaminya nanti. Ya, lebih baik ia mati.
"Jangan gila kamu!"
Denis berlari ke arah Dira, dirampasnya dengan paksa gunting dari tangan Dira. Namun sedikit terlambat, karena ujung benda itu sudah menyentuh masuk menebus kulitnya.
"DIRA!" pekik Denis yang panik bukan main ketika melihat tetes demi tetes darah segar mengucur deras.
Lantai tempatnya berdiri kini dipenuhi tetesan benda kental berbau amis itu.
Dira juga shock dengan keberanian itu, hingga ia lemas dan pingsan.
Makin paniklah si Denis, dicarinya benda yang bisa menahan kucuran dara itu. Denis akhirnya menemukan syal di samping gantungan pintu. Untuk sementara ia lilitkan benda itu ke leher Dira.
Setelah itu, ia bergegas menuju garasi, bersiap ke rumah sakit.
Pagi hari.
Karena dosis tinggi yang diberikan Denis, membuat Bibi tertidur cukup lama. Sampai pukul lima, saat Agam pulang untuk mandi. Wanita paruh baya itu masih saja tidur di dalam kamarnya.
"Ke mana semua orang? Sepi sekali?"
Karena rindu tanpa ia sadari, kakinya menuntun ke kamar tamu.
"Rupanya anak itu sudah bangun?" pikir Agam saat melihat kamar Dira yang tebuka.
"Dira ... Dira!" panggilnya.
Langka kaki itu seketika berhenti tak kala menatap banyak titik darah di atas ubin kamar Dira.
"Ada apa ini?" takut ada perampok masuk, Agam langsung lari ke kamarnya. Pria itu membuka brangkas dan mengambil sesuatu dari dalam sana.
Seperti James bond, Agam berjalan dengan waspada dan kehati-hatian, kosong. Rumahnya kosong, kamar Denis dan Dira kosong. Hanya tersisa kamar Bibi.
Cemas campur was-was, akhirnya Agam mendobrak pintu kamar asisten rumah tangganya itu.
Bibi yang seketika itu terbangun dengan kepala terasa pusing, terhenyak kaget. Begitu buka mata, Tuannya berdiri dengan sikap siaga memegang senjata.
"Bibi ... Dira di mana?" Agam memindai seluruh ruangan. Kamar Bibi juga kosong.
Bibi yang ingat kejadian kemarin, ingin cerita tapi takut kalau saudara itu akan berakhir ribut dan perang besar akan terjadi.
"Apa tidak ada di kamarnya, Tuan?"
"Hanya ada tetesan darah yang cukup banyak!"
"Darah? Ya Tuhan ... kasihan anak itu."
"Bibi tahu sesuatu?" curiga melihat minik wajah Bibi yang berubah. Kini Agam mengintrogasi si Bibi.
Bibi ini orang yang bertahun-tahun setia pada Agam, ia juga kasihan dengan nasib Dira. Akhirnya ia pun cerita tentang kejadian kemarin.
Meskipun ia tak lihat Denis berbuat apa pada Dira, namun Bibi mengatakan bahwa kondisi Dira saat itu berantakan. Rambutnya acak-acakan.
Makin panas hati Agam.
Ia langsung menghubungi ponsel Denis, adiknya.
Di ruang rawat inap, Dira masih lelap karena pengaruh obat.
Sedangkan Denis, ia langsung panik. Ketika Agam memangil dirinya. Secepat kilat, Denis langsung menonaktifkan smartphone miliknya.
Belum apa-apa, rasanya tubuhnya sudah sakit semua. Jangan-jangan Kakak laki-lakinya itu akan menghancurkan semua tulang-tulangnya.
"Dira bangunlah!"
Pintanya penuh harap, entah tulus atau tidak. Yah jelas mata pria itu sudah mengembun.
Atau mungkin takut bila Agam yang selama ini mengayoni dirinya. Akan memotong lehernya seketika karena menyukai simpanan sang kakak.
"Ke mana bocah tengil itu!" Maki Agam. Rasanya ia sudah tak sabar untuk mematahkan semua sendi Denis.
"Adik kurang ajar!" cecarnga lagi saat mendengar cerita Bibi.
Agam pun kembali memanggil Bibi. "Hubungi Saya, kalau mereka pulang!"
"Baik, Tuan!"
Agam langsung memacu mobilnya, ia akan mencari Denis dan Dira.
Kemana dua orang yang mengusik hatinya saat ini.
"Denis, bila kau macam-macam. Aku pastikan benda ini akan menembus kepalamu!" ucapan sambil mencengkram kemudi, dan matanya menatap pada senjata miliknya.
Sampai di asrama, sama. Kosong! Agam kemudian mencari di rumah teman Denis yang selama ini akrab dengan anak itu. Tapi nihil, tak ada hasilnya.
Sedang di sebuah rumah sakit, Dira sudah siuman. Namun ia pura-pura pingsan. Karena Denis duduk tepat di sebelahnya.
Dira mencari cela agar bisa kabur, begitu Denis ke kamar mandi. Ia mencabut selang infus yang menempel pada tanganya.
Gadis itu berusaha berlari meski terseok karena tubuhnya terasa sakit dan pusing.
Baru beberapa langkah, terdengar Denis berteriak memanggil namanya.
Panik, Dira langsung mencari perlindungan.
Tak jauh dari sana, seorang pria dengan jas putih berjalan ke arahnya.
"Tolong Saya, Dok!" Dira langsung bersembunyi di balik jas putih tersebut.
Bersambung
Hai, yang punya Instagram follow IG Sept ya di.
IG : Sept_September2020
i