Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Mawar meninggalkan rumah Dewi dengan penuh kekecewaan. Dia marah dan kecewa pada kakaknya yang tidak bisa memberi contoh yang baik terhadap dirinya. Mawar juga kesal dan marah pada Dewi yang tega menghancurkan pernikahan Hans dan Lily. Sedangkan Lily mulai menyibukkan dirinya dengan beraktifitas seperti biasa di tokonya. Sore itu Rosa berkunjung ke toko perhiasan Lily.
Lily: "Aku sudah resmi berpisah dengan mas Hans." ucapnya dengan wajah yang datar.
Rosa: "Apa rencana sekarang, Li?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Lily: "Aku ingin sekali liburan, Sa. Aku sedang jenuh." sahutnya.
Rosa: "Kamu mau liburan ke mana?"tanyanya dengan rasa penasaran. Lily terdiam, dia sedang memikirkan perkataan Hans beberapa minggu yang lalu saat mereka bertengkar.
Lily: "Apakah wanita yang suka liburan itu salah, Sa?" tanyanya dengan rasa penasaran.
Rosa: "Mengapa bicara seperti itu?" tanyanya dengan heran.
Lily: "Mas Hans menyalahkan aku. Dia berkata aku hanya memikirkan diriku saja." ucapnya dengan sedih.
Rosa: "Hans hanya mencari pembenaran atas perbuatannya. Jangan pikirkan perkataannya, Li. Nikmati hidupmu dengan baik." sahutnya dengan bijaksana.
Lily: "Iya, Sa. Mas Hans menyalahkanku." sahutnya dengan pelan. "Katanya aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri." ucapnya lagi.
Rosa: "Sesibuk apapun seorang wanita, bukan alasan buat pria untuk selingkuh. "Lupakan perkataan Hans." ucapnya dengan tegas. Rosa mencoba menghibur dan memberi pengertian serta dukungan mental kepada Lily agar sahabatnya itu tidak tertekan, dan tidak menyalahkan dirinya sendiri.
Lily: "Aku telah gagal mempertahankan suamiku, Sa. Aku juga gagal mempertahankan rumah tanggaku." ucapnya dengan pelan.
Rosa: "Sudahlah, Lily. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Kamu tidak gagal, Hans yang sudah menyia-nyiakan dirimu." sahutnya. Rosa terus menghibur sahabatnya agar Lily kembali bersemangat. Salah seorang pegawai Lily masuk ke dalam ruangan pribadi Lily dan memberitahukan pada Lily jika Toni datang dan ingin menemui Lily.
Lily: "Suruh dia masuk saja, ya." ucapnya pada karyawannya.
"Iya, bu." sahut karyawan itu. Beberapa detik kemudian Toni masuk ke dalam ruang kerja Lily.
Toni: "Hai, Li." sapanya dengan lembut. "Apakah aku mengganggumu?" tanyanya sambil tersenyum menatap Lily.
Lily: "Iya. Kamu menggangguku, Ton." candanya sambil tertawa kecil. Toni menatap ke arah Rosa, lalu tersenyum tipis. "Apakah kamu ingat dengan Rosa?" tanyanya sambil melirik ke arah Rosa.
Toni: "Hmmm... Rosa yang kuliah di jurusan kedokteran, kan? Juara kampus kita." ucapnya sambil duduk di samping Rosa.
Lily: "Iya, Ton. Sekarang Rosa menjadi dokter spesialis jantung." sahutnya dengan bangga rasa kagum.
Toni: "Hai, Rosa." sapanya sambil menyalami tangan Rosa. "Apa kabar?" tanyanya lagi.
Rosa: "Aku baik. Kamu Toni yang sering bolos kuliah, kan? Aku ingat kamu sering bolos saat mata kuliah pak Hengki." ucapnya sambil tertawa lebar.
Toni: "Iya, Sa. Aku sebel pada dosen kita itu." sahutnya.
Rosa: "Akhirnya kamu lulus juga, ya. Aku pikir kamu berhenti kuliah." ucapnya sambil mengejek Toni.
Toni: "Hehe. Aku juga terkadang jenius, loh." candanya. Toni, Rosa, dan Lily sama-sama tertawa saat mengingat masa-masa kuliah dulu. Mereka satu kampus, hanya berbeda jurusan. Rosa dan Lily memang sudah berteman sejak duduk di bangku sekolah menengah, mereka bertemu saat mereka kuliah hanya Rosa dan dan Lily beda jurusan. Rosa mengambil kejuruan kedokteran, sedangkan Lily jurusan bisnis. Toni sendiri bagian manajemen, Toni mulai mengenal Lily dan Rosa saat kuliah di Sidney karena sama-sama berasal dari Indonesia. Mereka bertiga sama-sama berasal dari keluarga kaya dan kuliah di Sidney.
Toni: "Aku ingin memeriksa kesehatanku padamu, Sa. Gratis, ya." candanya sambil tersenyum lebar.
Rosa: "Kamu sakit apa, sih?" tanyanya dengan serius.
Toni: "Jantungku sedang bermasalah, Sa." ucapnya dengan serius. Rosa dan Lily mulai tegang, mereka menatap ke arah Toni.
Lily: "Kenapa dengan jantungmu?" tanyanya.
Toni: "Jantungku tidak berhenti berdetak, loh." candanya. Rosa dan Lily tertawa terpingkal-pingkal.
Rosa: "Ahh, kamu ini. Kalau tidak berdetak, kamu m**i, dong." candanya.
Lily: "Kamu ada-ada saja, Ton." ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Toni belum mengetahui tentang Lily yang sudah berpisah dengan Hans.
Toni: "Kenapa wajahmu pucat, Li? Apakah kamu belum makan?" tanyanya dengan penuh perhatian. Rosa menatap ke arah sahabatnya itu, Lily terdiam.
Rosa: "Kenalkan istrimu, Ton." ucapnya. Rosa berusaha mengalihkan pembicaraan. Toni menundukkan kepalanya, lalu mengangkatnya kembali. Sesekali dia menghela nafas pendek.
Toni: "Istriku sudah pergi, Sa." sahutnya dengan pelan, namun sedih.
Rosa: "Pergi? Maksud kamu pergi meninggalkan dirimu?" tanyanya dengan bingung. Toni menggelengkan kepalanya, Lily menatap Toni karena Lily telah mengetahui tentang istri Toni.
Toni: "Istriku telah meninggal. Dia menderita leukimia stadium akhir." ucapnya dengan sedih.
Rosa: "Maafkan aku, Ton. Aku turut berduka, ya." ucapnya dengan rasa bersalah. Sesaat suasana menjadi hening, mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing.
Toni: "Kejadiannya beberapa bulan yang lalu, Sa." sahutnya lagi. "Aku ingin menata hidupku lagi." ucapnya sambil tersenyum tipis.
Rosa: "Iya, Ton. Sabar, ya." ucapnya dengan lembut.
Toni: "Jangan ingat yang sedih-sedih, dong. Aku tidak apa-apa, kok." ucapnya. "Hidup harus terus berjalan. Kita tidak bisa menolak takdir." ucapnya dengan bijaksana. "Bela sudah tenang. Dia tidak sakit lagi." ucapnya lagi.
Lily: "Apakah kalian lapar?" tanyanya sambil melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul 6. Sore. Lily berusaha mengalihkan pembicaraan. "Yuk, kita keluar makan." ajaknya sambil menatap ke arah Toni dan Rosa. "Aku yang traktir kalian." ucapnya sambil tersenyum lebar
Toni: "Asik, dong. Makan gratis, nih." candanya.
Lily: "uhh, kamu ini. Kalau yang gratis menyahut aja." ucapnya.
Toni: "Iya, dong." sahutnya. Rosa, Lily, dan Toni beranjak dari duduknya lalu melangkah satu persatu keluar dari ruangan itu. Sebelum keluar dari tokonya, Lily menyuruh salah satu karyawannya untuk menutup toko karena hari sudah sore.
Lily: "Aku akan menutup toko dulu, ya. Kalian tunggu saja di mobil masing-masing." ucapnya sambil menatap ke arah Toni dan Rosa.
Toni: "Aku jalan duluan aja, Li. Sebutkan saja alamat restaurannya." ucapnya.
Lily: "Baiklah. Kita makan di restaurant Plataran." ucapnya. "Kamu tahu tempatnya, kan?" tanyanya sambil menatap ke arah Toni.
Toni: "Iya, Li. Aku tahu tempat." sahutnya. "Aku tunggu kalian di sana saja, ya." ucapnya lagi.
Lily: "Iya, Ton. Kamu jalan duluan saja." sahutnya. Toni melangkah keluar dari toko Lily, lalu masuk ke dalam mobilnya dan mulai melaju dengan mobilnya. Lily mulai menutup tokonya dan menyuruh semua karyawannya untuk pulang karena memang sudah jam pulang.
Lily: "Apakah kamu ada praktek, Sa?" tanyanya.
Rosa: "Tidak, kok." sahutnya.
***