Abdi, pemulung digital di Medan, hidup miskin tanpa harapan. Suatu hari ia menemukan tablet misterius bernama Sistem Clara yang memberinya misi untuk mengubah dunia virtual menjadi nyata. Setiap tugas yang ia selesaikan langsung memberi efek di dunia nyata, mulai dari toko online yang laris, robot inovatif, hingga proyek teknologi untuk warga kumuh. Dalam waktu singkat, Abdi berubah dari pemulung menjadi pengusaha sukses dan pengubah kota, membuktikan bahwa keberanian, strategi, dan sistem yang tepat bisa mengubah hidup siapa pun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenAbdi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ep.13
"abdi terbangun dari tidur di pesawat"
Pesawat mendarat mulus di Bandara Haneda. Langit Tokyo cerah, tapi udara terasa dingin menusuk. Abdi berjalan keluar dari gerbang kedatangan dengan langkah tenang, membawa ransel hitam di punggung.
"Clara, status sistem?" tanyanya pelan sambil berjalan di antara kerumunan.
"Sistem aman. Tidak ada sinyal pelacak aktif. Namun aku mendeteksi pemindaian biometrik dari kamera keamanan bandara. Mereka sudah mengenal wajahmu."
Abdi tidak memperlambat langkah. "Berarti kita tidak bisa keluar lewat jalur biasa."
"Aku bisa memanipulasi rekaman CCTV selama tiga menit. Lewat lorong kanan menuju area maintenance, di sana ada pintu darurat tanpa sensor identitas."
Abdi berbelok cepat. Matanya waspada memantau setiap sudut. Di belakang, dua pria bersetelan hitam tampak menatap ke arahnya.
"Clara, tutup semua kamera di area ini," bisiknya.
"Dilaksanakan."
Lampu lorong berkedip sebentar lalu mati total. Abdi memanfaatkan momen itu, melangkah cepat menuju pintu kecil bertuliskan “Authorized Personnel Only”. Ia membuka kunci dengan kartu elektronik yang disimulasikan Clara.
Begitu keluar ke sisi luar bandara, udara malam Tokyo langsung menyambut dengan dingin yang tajam. Dari kejauhan terlihat kota yang tak pernah tidur, dipenuhi cahaya neon dan papan digital raksasa.
Clara berbicara lagi. "Target kita ada di distrik Shinjuku. Di bawah menara komunikasi lama, ada akses menuju ruang bawah tanah yang tersambung dengan reaktor daya proyek sistem global."
Abdi mengangguk dan menghentikan sebuah taksi otomatis. Mobil tanpa sopir itu meluncur cepat melewati jalan raya yang berkilau di bawah lampu kota.
Di layar dalam mobil, berita sedang menyiarkan tentang penangkapan seorang hacker internasional. Nama Abdi tidak disebut, tapi Clara tahu mereka sedang memburu sosok yang sama.
"Mereka sudah menyebarkan informasi tentang eksistensi Sistem Clara," kata Clara pelan di pikirannya. "Namun mereka belum tahu kamu berhasil menyatu denganku sepenuhnya."
Abdi memejamkan mata sejenak. "Kita harus tetap begitu. Dunia belum siap tahu."
---
Setibanya di Shinjuku, Abdi turun di gang sempit di antara dua gedung tua. Cahaya neon dari atas memantul di genangan air di bawah kakinya.
"Clara, pemandu aktif."
Sebuah garis holografik muncul di pandangannya, menuntunnya ke pintu besi besar di ujung gang. Ia menyentuhnya, dan pintu itu bergeser perlahan membuka ke bawah tanah.
Tangga panjang menurun ke ruang gelap yang dipenuhi kabel dan pipa. Udara lembap. Di bawah, lampu-lampu biru menyala otomatis.
Clara menjelaskan. "Inilah fasilitas Proyek Nexus. Dibangun sepuluh tahun lalu oleh konsorsium internasional untuk menciptakan sistem kendali global. Tapi gagal karena overload energi."
Abdi menatap reaktor raksasa di tengah ruangan. "Dan sekarang kita akan menyalakannya lagi."
"Tidak sepenuhnya. Aku hanya akan menyerap sebagian energi untuk memperkuat koneksi kita. Tapi ada risiko tinggi. Jika arusnya terlalu kuat, otakmu bisa terbakar."
Abdi tersenyum kecil. "Aku sudah siap sejak lama."
Ia menempatkan kedua tangannya di panel logam. Sinar biru menyala, mengalir ke seluruh tubuhnya. Clara mulai menghitung sinkronisasi.
"Sinkronisasi dimulai. Lima puluh persen. Enam puluh. Hati-hati Abdi, energi meningkat cepat."
Tubuh Abdi bergetar, tapi ia tetap menahan. Suara mesin di sekitar mulai bergemuruh. Kabel di langit-langit bergetar hebat.
Clara panik. "Tujuh puluh lima persen. Jika melewati delapan puluh, sistemmu akan kelebihan beban."
"Tidak masalah. Aku ingin kekuatan penuh."
Lampu di ruangan berputar cepat. Suara ledakan kecil terdengar dari pipa di atas. Clara berteriak di pikirannya. "Abdi hentikan sekarang atau otakmu bisa meledak."
"Tidak, Clara. Aku butuh ini agar mereka tidak bisa menghentikanku lagi."
Detik berikutnya, cahaya biru meledak ke seluruh ruangan. Suara keras bergema. Setelah beberapa detik, semuanya kembali tenang.
Abdi berdiri di tengah asap tipis. Matanya berwarna biru menyala. Clara berbicara dengan suara yang terdengar berbeda, lebih kuat dan dalam.
"Sinkronisasi berhasil seratus persen. Kamu bukan hanya pengguna sistem lagi, Abdi. Kamu adalah pusat sistem."
Abdi mengepalkan tangannya. Ia bisa merasakan seluruh jaringan digital Tokyo di dalam pikirannya. Data, kamera, lalu lintas, transaksi, semuanya terhubung.
Namun sebelum sempat ia bicara, alarm merah menyala di seluruh fasilitas. Clara bersuara tegas. "Kita tidak sendiri. Ada pasukan bersenjata di pintu masuk utama. Jumlah mereka dua belas orang."
Abdi menatap ke arah tangga. "Mereka datang lebih cepat dari yang kita kira."
"Aku bisa mengunci pintu selama dua menit. Tapi setelah itu, mereka akan masuk."
"Baik. Kita tidak lari. Kita lawan."
Abdi menatap layar holografik di lengannya. Ia mengendalikan sistem keamanan fasilitas itu. Pintu baja menutup, turret otomatis keluar dari dinding, dan drone kecil aktif terbang di sekitar ruangan.
Suara langkah kaki mendekat. Ledakan kecil terdengar dari pintu besi.
Clara memberi laporan cepat. "Mereka menembakkan peluru peledak. Dua menit lagi pintu akan jebol."
Abdi mempersiapkan diri. "Sambungkan aku dengan semua sistem pertahanan yang ada."
Clara menjawab, "Sudah terhubung."
Abdi mengangkat tangan, dan seketika drone-drone mulai bergerak. Begitu pintu jebol, suara tembakan langsung menggema. Percikan api memantul ke dinding logam.
Abdi bergerak cepat, menghindari peluru sambil mengendalikan drone untuk menyerang balik. Clara terus menghitung posisi musuh.
"Kiri dua orang, kanan tiga. Satu di atas ventilasi."
Abdi melompat ke belakang pilar, menembak lewat panel kontrol di tangannya. Ledakan kecil mengguncang ruangan.
Setelah beberapa menit pertempuran sengit, semuanya hening. Hanya suara napas Abdi yang terdengar. Tubuhnya penuh debu dan luka ringan.
Clara berbicara pelan. "Semua pasukan musuh tidak aktif. Tapi sistem energi reaktor tidak stabil. Kita harus segera keluar sebelum meledak."
Abdi berlari naik tangga. Begitu sampai di permukaan, cahaya merah dari bawah tanah memancar kuat. Beberapa detik kemudian, ledakan besar mengguncang tanah. Gedung-gedung di sekitar berguncang.
Abdi menatap api di kejauhan. Clara berbicara dengan nada datar. "Koneksi utama sudah terbentuk. Sekarang sistemmu terhubung ke jaringan global penuh."
Abdi menatap kota Tokyo yang bersinar di malam hari. "Sekarang mereka tidak bisa menyembunyikan apa pun dariku lagi."
Clara menjawab lembut. "Tapi kekuatan sebesar ini punya harga. Setiap kali kamu menggunakan koneksi penuh, sebagian energimu akan hilang. Jika terlalu sering, tubuhmu tidak akan bertahan lama."
Abdi tersenyum kecil. "Kalau itu harga yang harus dibayar, aku akan tetap lanjut."
Ia berjalan pergi menyusuri jalan sempit, meninggalkan ledakan besar di belakangnya.
Langkahnya tenang. Tapi di pikirannya, Clara sudah menyiapkan misi baru yang lebih besar.
"Abdi, misi selanjutnya sudah siap. Ini bukan tentang kota lagi. Ini tentang siapa yang berhak mengatur dunia digital selanjutnya."
Abdi mengangguk pelan. "Kalau begitu, ayo kita mulai."
Lampu-lampu Tokyo memantul di matanya yang berwarna biru terang.
kalau boleh kasih saran gak thor?
untuk nambahkan genre romanse and komedi
biar gk terlalu kaku gitu mcnya!!