NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25 : Mau Kembalikan Sapu Tanganku?

Ledakan sihir terakhir dari Theo menghancurkan cangkang Penyu Kristal Raksasa itu. Haris, dengan raungan kemenangan, menghujamkan pedangnya yang kini bersinar keemasan tepat ke inti sihir monster itu. Pertarungan di lantai tiga pun berakhir. +10.000 Poin!

Layar notifikasi biru muncul di hadapan mereka.

[Total Poin: 21.840 [Posisi Saat Ini: 3/22]

"Posisi ketiga?" batin Luna, jantungnya berdebar dengan ritme yang tidak nyaman.

"Ah, benar. Di rute Alther Miraglen, posisi pertama selalu tim Darius yang barbar itu, dan posisi kedua baru tim Iselyn. Aku harus berhenti di sini jika tidak ingin mengubah alur utama cerita Iselyn, tapi... aku sudah menjanjikan kemenangan kepada Riven... Apa yang harus aku lakukan?"

Dilema itu terasa seperti jangkar yang menahan semangatnya.

[Lantai 3 Menara Alat Tersihir Ditaklukkan!]

[Lantai 4 Menara Alat Tersihir Terbuka!]

Air yang tadinya memenuhi ruangan kembali surut, meninggalkan lantai yang kering dan bersih.

Haris melompat turun dari cangkang penyu yang kini retak, dia memegang pedang besarnya di satu tangan dan sebuah kotak hadiah bercahaya di tangan yang lain. Ia berjalan ke arah Luna, wajahnya memerah karena malu.

"Tuan Putri, maaf sudah bertindak egois barusan." Theo, yang mendarat di sebelahnya, juga menunduk gugup. "Ma-maafkan kami."

"Tidak masalah. Kalian ingin menguji kemampuan baru, aku paham," kata Luna dengan senyum maklum.

Pertarungan tadi memang sepenuhnya didominasi oleh Haris dan Theo. "Golden Aura..." pikir Luna, melirik pedang Haris. Kemampuan itu membuat pedangnya bersinar keemasan, dan setiap tebasannya terasa penuh kekuatan dan kemewahan.

"Dia menjadi jauh lebih kuat, tapi sepertinya jalan menjadi ksatria rendah hati yang dia impikan malah semakin menjauh."

Haris ikut menatap pedangnya dan mendesah. Bilahnya kini dipenuhi retakan halus, aus karena tidak sanggup menahan luapan energi emas dari kemampuan barunya. Ia lalu melirik kotak hadiah di tangannya. [Kotak Persenjataan Pilihan], hadiah penaklukan lantai tiga. Masing-masing dari mereka mendapatkan satu.

"Haruskah aku mengganti senjata..." gumamnya, merasa sayang pada pedang warisan yang sudah menemaninya sejak kecil.

"Ini, makanlah dulu." Suara Luna membuyarkan lamunannya. Ia menyodorkan roti lapis daging asap dengan keju tebal yang ia keluarkan dari penyimpanannya. "Kita istirahat sebentar, baru lanjut ke lantai selanjutnya."

"Terima kasih, Tuan Putri!" Haris menerima roti itu dengan kedua tangannya yang besar dan penuh kapalan, kontras dengan tangan Luna yang mungil dan ramping.

Mereka duduk beristirahat. Haris, yang tingginya hampir dua meter, menjulang di atas tinggi Luna seperti beruang pelindung. "Maafkan saya, Putri," katanya di sela-sela kunyahannya. "Saya tidak bisa bersikap seperti ksatria sejati. Saya malah terbuai kekuatan baru dan merusak pedang ini."

Luna tersenyum lembut. "Kalau begitu, sapu tangan yang kuberikan padamu, apa akan kau kembalikan juga?"

"Tidak!" jawab Haris seketika, wajahnya memerah padam sambil tanpa sadar menyentuh saku di dadanya, tempat ia menyimpan sapu tangan itu.

Luna tertawa kecil. "Dengar, Sir Haris. Bersikap seperti ksatria itu salah. Yang benar adalah menjadi ksatria." Ia menatap lurus ke mata Haris. "Seorang ksatria sejati bangga dengan pilihannya, menerima kekuatannya, dan tidak pernah goyah pada jalan yang ia yakini sampai akhir. Jika jalanmu adalah menjadi lebih kuat untuk melindungi orang lain, maka genggamlah kekuatan itu dengan bangga."

Haris tertegun, kata-kata Luna menghantamnya lebih keras dari serangan monster mana pun hari ini. Di matanya, sang putri yang mungil itu tampak begitu bijaksana dan agung.

"Aku harus melindunginya."

Keheningan yang hangat di antara mereka pecah oleh suara dingin Riven yang tiba-tiba muncul. "Waktu kita tinggal satu jam lagi."

Luna tersentak. Dilemanya kembali menghantam. Ia harus memenuhi janjinya pada Riven, tapi... itu artinya akan menyimpang dari rute Alther Miraglen. Dengan senyum yang dipaksakan, ia bangkit. "Benar! Ayo semuanya, semangat! Lantai berikutnya menanti!"

"Maaf, Iselyn. Gimana bisa aku menolak ajakan Kesayangan-ku," batin Luna.

Riven mengamati gadis itu. Di matanya, warna hati Luna yang tadinya tenang kini diselimuti kabut kelabu kecemasan yang pekat. Ia hendak bertanya, tapi Haris sudah lebih dulu maju dan mendorong gerbang menuju lantai empat dengan semangat.

Cahaya terang menyelimuti mereka, dan sedetik kemudian, pemandangan di depan mereka berubah total.

Bukan lagi air jernih keemasan, melainkan lautan merah pekat yang berbau anyir seperti darah segar. Cahaya dari bola sihir Luna berjuang untuk menembusnya, menciptakan pemandangan mengerikan di mana segalanya tampak terendam dalam genangan darah.

"Tempat apa ini..." Haris merasa ngeri.

Mereka belum sempat menganalisis keadaan saat ribuan titik cahaya tajam menyala di kegelapan di sekeliling mereka. Kepala-kepala berbentuk anak panah, dengan mata merah buas dan gigi setajam silet.

"Itu Piranha Moncong Panah. Hati-hati," kata Riven. Bahkan dia harus waspada.

Gerombolan predator puncak itu tidak mengeluarkan suara. Mereka hanya diam, melayang di lautan darah, sebelum serempak mengarahkan moncong panah mereka lurus ke arah tim Luna. Keheningan sebelum badai pembantaian.

Bau besi menyengat yang menusuk hidung — aroma darah yang pekat memenuhi udara. Air di lantai ini benar-benar merah pekat, bukan sekadar keruh. Seolah ribuan makhluk sudah mati di dalamnya dan darah mereka tidak pernah hilang.

Luna berisap. "Sial, ini dia," batinnya, jantungnya berdebar kencang. "Lantai pembantaian. Di dalam game, ini adalah titik di mana tim Iselyn dan Darius yang kuat terpaksa mundur. Luka yang mereka terima di sini begitu fatal, bahkan dengan Iselyn yang sudah seperti Dewi Penyembuh itu, mereka nyaris tidak selamat. Dan kami... kami tidak punya Iselyn."

Ia melirik Theo yang pucat pasi. "Yang kami punya hanya kemampuan baru: Gema Penyembuhan Theo. Itu harus cukup. Harus cukup."

Sebelum ia sempat memberi isyarat, neraka terlepas.

Gerombolan Piranha Moncong Panah itu melesat serempak. Mereka tidak berenang, mereka meluncur seperti ribuan anak panah hidup yang ditembakkan dari busur tak terlihat. Dunia di sekitar Luna berubah menjadi badai merah yang mematikan.

Tidak ada waktu untuk berpikir. Luna bertindak berdasarkan insting-nya. Ia menarik Theo dengan kasar, mendorongnya ke tengah formasi.

Dengan tatapan tajam, ia menunjuk Haris dan Riven, lalu membuat gerakan menyatukan tangan di depan Theo. Formasi Segitiga! Lindungi Theo!

TAK! TAK! TAK! TAK! TAK!

Suara ribuan benturan keras terdengar seperti hujan es yang menghantam atap baja. Gelombang pertama piranha menghantam mereka. Puluhan di antaranya menabrak dinding sihir pertahanan Theo yang dilapisi oleh Golden Aura Haris.

Puluhan lainnya menabrak dinding es tebal yang Riven ciptakan dalam sekejap mata, melindungi sisi lainnya. Formasi mereka bertahan.

"Mereka cepat sekali!" teriak Haris, suaranya tegang saat ia menebas beberapa piranha yang berhasil mendekat. +1000. +1000 Poin!

Ini adalah pertempuran atrisi yang brutal. Untuk setiap satu piranha yang mereka hancurkan, tiga lainnya menggantikan posisinya, menabrak benteng pertahanan mereka tanpa henti, mencoba mencari sehuah celah.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!