Di kenal seorang pendiam dan tidak banyak bergaul membuatnya minder , sejak di usia belia seorang gadis desa sangat aktif dan sudah mengenal yang namanya jatuh cinta , apakah sekedar jatuh cinta saja atau sudah mengenal lebih dari sekedar cinta monyet ?
Dibalik kisah asmara ada sekelumit masalah pada sikap saudaranya yang membuatnya risih dan menjadi tertutup . lambat laun ia tahu siapa dirinya yang sebenarnya .
Mampukah ia menjalani kehidupan di luar sana tanpa ia sadari sudah terjebak dalam arus kehidupan dunia luar yang penuh dengan drama dan masalah ?
Apakah gadis yang dulu pendiam akan menjadi pendiam atau akan menjadi sosok yang lain ?
Yuk baca pelan-pelan dan berurutan agar tidak salah paham .jangan lupa dukungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anyue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter Hukuman
Semua siswa keluar dari kelas untuk istirahat setelah pelajaran usai . "Ra , kenapa kamu selalu di kelas sekali-kali keluar kelas ," kata Widya menghampiri Ira yang duduk sendirian .
"Eh , iya ini juga mau keluar kok ," Ira memasukkan buku ke dalam tas lalu beranjak dari tempat duduk . "Ayo kita keluar , mau kemana ?" ajak Ira pada Widya sambil menggandeng tangan Widya .
"Ke kantin yang di luar sekolah kamu mau gak ?" jawab Widya lalu bertanya balik . Ira sempat berpikir warung di luar sekolah warung apaan batin Ira . "Memangnya mau beli apa di luar ?" tanya Ira penasaran .
"Mau apa aja ada terserah kamu lah ," jawab Widya . "Baiklah kalau begitu ayo ke sana ," ajak Ira dengan mantan . Keduanya berjalan keluar sekolah menuju warung makan .
Ira sempat terkejut ketika Widya mengajak masuk ke warung makan namun segera di tepis prasangkanya . "Kamu mau beli apa ,Ra ?" tanya Widya melihat Ira bengong .
"Eh , iya sebentar aku milih dulu ," jawab Ira melihat makanan apa saja di warung tersebut . Melihat Widya membeli nasi soto lidahnya penasaran dengan rasanya ia pun ikut membeli soto .
"Bu , aku mau sotonya dong setengah porsi saja ," kata Ira memesan nasi soto kepada pemilik warung . "Iya nduk ," jawab pemilik warung entah namanya siapa Ira belum kenalan .
"Namanya Mbak Sri ," kata Widya menyebut nama pemilik warung . Ira mengangguk paham dan mengingat nama pemilik warung tersebut .
Mbak Sri memberikan semangkuk nasi soto kepada Ira . "Ini nduk sotonya ," katanya dengan ramah ."Terimakasih,Mbak Sri ," jawab Ira dengan senyum .
“Ternyata enak sekali sotonya ," kata Ira selesai makan .
“Pastilah selain enak tempatnya bersih dan rapih ," sahut Widya .
Setelah makan Ira dan Widya berjalan masuk ke area sekolah menuju kelas . Baru akan masuk Danang mengejutkan mereka dengan ciri khas candanya .
"Danang kebiasaan banget deh ngagetin orang , untung saja tidak jantungan pasti langsung pingsan ," Widya masuk sambil memukul Danang sedangkan Ira sudah pasang wajah marah menatap tajam pada Danang .
Danang tidak pantang nyerah untuk jahil pada teman-temannya tidak hanya mereka saja . Ira duduk di tempat biasa , di kelas sudah banyak siswa yang sudah stand by padahal belum bel masuk kelas .
Tidak berapa lama bel pun berbunyi , bersamaan dengan Pak Guru Sanusi seorang guru mata pelajaran sejarah . Dengan wajah serius Pak Sanusi menerangkan sejarah para cendekiawan tersohor pada jamannya bernama Aristoteles.
Semua siswa memperhatikan dan menyimak setiap penjelasan Pak Sanusi dengan baik . "Kok aku gak paham ya atau memang pelajarannya sulit di cerna ," celetuk Danang dengan polos .
Semua siswa terkejut langsung tertawa melihat ekspresi Danang . "Kamu tidak memperhatikan apa yang bapak terangkan tadi , Danang ?' tanya Pak Sanusi menatap ke arah Danang yang pura-pura b*** .
"Maaf Pak , soalnya saya sedang memperhatikan Ira ,“ katanya tanpa merasa bersalah . Ira yang tidak tahu apa-apa terkejut langsung menoleh ke arah Danang dengan sangat marah .
"Apa hubungannya pelajaran sejarah dengan aku ?" tanya Ira menahan amarahnya .
"Ada dong , kalau sejarah itu jaman masa lalu kalau kamu jaman masa depan ," jawab Danang dengan tertawa senang sambil mengedipkan matanya .
Semua siswa kelas menertawakan keduanya semakin riuh seisi kelas , Pak Sanusi pun ikut tersenyum sambil geleng-geleng kepala heran dengan anak didiknya yang super jahil .
“Danang , coba kamu maju menjawab pertanyaan di papan tulis ," perintah Pak Sanusi . Dengan mantap Danang maju sambil tersenyum ke arah Ira berjalan ke depan dan menulis jawaban dengan asal lalu kembali ke meja kursinya dan duduk dengan santai .
Pak Sanusi melihat jawaban Danang merasa aneh tidak sesuai dengan pertanyaannya .
"Danang kamu kerjakan soal di buku LKS halaman sepuluh nanti kumpulkan di meja bapak ," perintah Pak Sanusi .
"Kok saya doang ,Pak . Tidak adil namanya itu ," kata Danang tidak terima .
“Kamu itu tidak mengikuti pelajaran bapak dari tadi bapak perhatikan kamu itu bercanda terus ," sahut Pak Sanusi kemudian berjalan keluar kelas .
"Syukurin , dapat tugas ," kata Ali duduk di seberang Danang .
"Gak apa-apa lah siapa tahu nilai tambahan untukku ," kata Danang dengan bangga kemudian membuat tugas di LKS .
Teman-temannya tidak berani mengganggunya yang sedang serius .
"Ira , bantuin dong . Kamu kan anak pintar, baik hati dan tidak sombong ," Danang merayu Ira .
"Enggak mau , kerjain saja sendiri siapa suruh ngerjain orang melulu . Tuh tugas harus selesai sampai nanti pulang sekolah ," balas Ira sambil melengos cuek .
"Awas gak aku kasih jajan ," ancam Danang sambil mengerjakan tugas . Ira tidak membalas candaan Danang ia fokus ngobrol bersama Nina .
"Ira , “ panggil Fika . Ira menoleh melihat ke arah Fika yang sedang duduk berdua dengan teman cowok sambil berpegangan tangan .
"Ada apa ?" tanya Ira datar . Ira merasa muak melihat sikap Fika yang sombong .
“ Nanti pulang sekolah bareng aku ya ,nanti bapakku akan menjemput aku ," jawab Fika sambil tersenyum tipis .
"Insya Allah ," jawab Ira kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain .
"Kenapa dia tumben ngajak pulang bareng ?“ tanya Nina berbisik hampir tidak terdengar .
" Mana aku tahu ," jawab Ira memang tidak tahu maksud Fika mengajak pulang bareng .
"Takutnya dia ngerjain kamu ,Ra ," Nina merasa ada sesuatu yang tidak beres .
“Jangan berprasangka yang bukan-bukan, dia itu tetanggaku tapi rumahnya agak jauh ," Ira menjelaskan siapa Fika .
"Oh begitu kirain orang jauh atau sebatas teman kenalan ternyata tetangga oh tetangga ,“ Nina dengan wajah nyengir .
"Mukamu itu loh , Nin . Lucu banget ," Ira mencubit pipi Nina gemas .
"Sakit ,Ra . Jangan kencang-kencang," Nina membalas cubitan Ira . Namun Ira justru tertawa bukannya membenci . Ira tidak pernah berprasangka buruk pada temannya . Ia tidak ingin punya hati buruk karena mengakibatkan penyakit .
Waktu pulang sekolah Ira benar bareng dengan Fika naik mobil jemputan bapaknya Fika yang sengaja menjemput karena sudah waktunya pulang juga setelah seminggu bekerja di luar kota .
"Terimakasih ya , Om , Fika . Atas tumpangannya ," Ira pamit lalu turun dari mobil begitu sudah sampai di depan gang kecil .
"Iya , sama-sama, Ira ," jawab Agung bapaknya Fika dan Fika bersamaan .
Ira berjalan menuju rumah yang berjarak beberapa meter saja dihadapannya . Begitu sampai rumah ia langsung membersihkan tubuh dan beristirahat sambil makan .
Haryati sedang duduk istirahat sepulang bekerja dari sawah melihat Ira sedang makan ,selesai makan Ira duduk di samping ibunya di teras belakang rumah sambil melihat pemandangan kebun milik sendiri .
"Ra , cabutin uban ibu , kepala ibu gatal sekali ," perintah Haryati .
"Memangnya tidak sakit ,Bu ?" tanya Ira sambil mencabut uban satu per satu dengan telaten .
"Justru enak ," jawab Ibunya .