NovelToon NovelToon
PETUAH TANAH LELUHUR

PETUAH TANAH LELUHUR

Status: tamat
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Tamat
Popularitas:678
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Seorang Punggawa mengharapkan sebuah arti kehidupan rakyanya yang penuh dengan kemakmuran. Banyak bahaya dan intrik di sana.
Simak ceritanya......Petuah Tanah Leluhur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB V TRESNA KAWITAN

Hari jelang pagi, suasana dalam sebuah bilik begitu sepi, hanya terdengar gemercik air dan suara hewan ternak yang saling menyahut merasakan kegembiraan menyambut makanan yang tercecer di antara yang lain saling berebut.

Tampak seorang pemuda yang di dalam hatinya sedang terbuai oleh keinginan dalam balutan rasa kekawatiran atas semua harapan, namun mengejar sebuah cita belum juga tercapai, hanya satu hasrat di antara pikiran yang selalu menyelimuti. Dialah seorang Singgala yang terlahir dari darah ningrat.

" Rupanya Raden sudah bangun," kata Ki Surya.

" Iya paman, saya tidak bisa tidur, semalam terasa susah untuk memejamkan mata, saya tidak paham dengan urusan hati ini paman," jawab Singgala sambil menuangkan air teh manis.

" Sabar saja Ngger, semua sudah ada yang mengatur, apalagi soal jodoh, Angger kan sudah menyampaikan semua itu kepada orang tepat, Ki Sawerga, semoga saja berhasil," kata ki Samba.

Obrolan itu tak terasa hingga Matahari menyinari alam ini dengan teriknya. Mereka mengisi waktu luangnya dengan menghibur diri sambil memancing ikan dan menikmati buah-buahan yang bisa dimakan.

Tepat Matahari tergelincir ke Barat, siang itu dari jalan setapak, tampak seorang laki-laki yang dinantikan oleh Singgala , muncul sambil membawa sesuatu di tangannya.

" Maaf Raden, tadi ada keperluan dengan para Kerani lain, sehingga saya tidak tepat waktu," kata orang itu tiada lain Sawerga.

" Begini Raden", lanjutnya ..." semalam saya sudah menyampaikan itu semua, tinggal berdoa saja semoga dia mempertimbangkan atas segala usaha Raden, yang jelas saya sudah menyampaikan itu atas dasar bibit, bobot, bebet. Semestinya dia paham Den," kata Sawerga.

" Terima kasih Ki, atas segala apa yang telah sampeyan perjuangkan terhadap saya, semoga kelak ada manfaatnya," kata Singgala.

Malam itu Nyai Bengkalis sedang duduk dalam pendopo bersama Soma dan Sawerga. Beberapa saat kemudian muncul Mandaga dan Wirya. Mereka seperti hari-hari yang lain, melaporkan segala tugas dan kinerjanya. Tiba-tiba, Sawerga mengajak Nyai Bengkalis ke ruangan lain. Di situ Sawerga menjelaskan maksud dan tujuannya, tiada lain niat tulus seorang Singgala. Singkat cerita.

Setelah selesai acara ijab qobul seperti zaman sekarang, kedua mempelai itu menikmati masa-masa kemesraan.

Mandaga yang kala itu sedang menunggu kehadiran seseorang yang telah membuat keonaran dengan mengirimkan tiga orang, ia duduk di atas batu hitam di pinggir sungai. Matanya tajam memandang sekeliling. Setiap apa yang ia pandang selalu dia perhatikan dengan seksama. Hingga dari balik serumpun bambu, munculah yang dinanti. Tampak tubuhnya tinggi besar, kulitnya hitam dan perangainya menyeramkan.

" Ada nyali juga rupanya ," kata orang itu kepada Mandaga.

" Hai pengecut,.....kau suruh orang untuk membuat keonaran, apa kau takut berbuat sendiri," hardik Mandaga.

" Apa ? Takut ?," kata orang itu dengan sinis.

" Sudahlah, kau tidak mungkin bisa melawanku Sampi," kata Mandaga.

" Kamu ini terlalu tinggi dalam bicara, terlalu meremehkan orang lain, dari dulu kamu selalu begitu," kata Sampi.

" Lalu apa maumu, membuat onar di tempat orang, pantasnya kau berguru lagi Sampi, ilmumu itu aliran hitam, tak akan bisa melawan aliran putih," kata Mandaga.

" Rupanya kamu belum paham siapa si Sampi sekarang, hey " kata Sampi.

" Kau selalu dungu dalam kehidupan, kau lupa masa lalumu yang telah menipu pamanmu sendiri, rupamu manusia tapi hatimu itu iblis," hardik Mandaga sambil mengambil posisi kuda-kuda.

Perkelahian itu pun terjadi, keduanya saling memamerkan kelebihannya, saling pukul, saling tendang, dan pada saat terdengar bunyi " krak " , Sampi tertawa dihadapan Mandaga.

" Sudahlah Mandaga, kamu bukan tandinganku sekarang," kata Sampi berkacak pinggang.

" Baik, saya tidak mau meneruskan semua ini, sekarang apa maumu? Tanya Mandaga.

" Kamu serahkan istrimu itu, Mandaga," kata Sampi.

" Tidak ! " tegas Mandaga sambil memegangi sikunya.

Tepat saat itu muncullah dua orang dari balik serumpun bambu yang lain. Di hadapan Sampi telah berdiri Singgala dan Samba. Keduanya telah siap menangkapnya. Dalam sekejap Sampi melempar sebuah benda , dan " buuuuuush " , asap mengepul berwarna hitam,

" Awas racun paman," teriak Singgala sambil memapah Mandaga. Mereka bertiga akhirnya berjalan menuju pedukuhan, sementara Sampi menghilang bersamaan dengan asap mengepul tadi.

Dalam perjalanan, Singgala membetulkan tangan Mandaga di sikunya. Setelah beberapa pijitan, rasa sakit berangsur pulih.

" Bagaimana sekarang paman ?" tanya Singgala.

" Lumayan, sudah tidak sakit lagi Den," jawab Mandaga.

" Oh iya paman, nanti malam saya undang paman di balong Bakung, ada keperluan sedikit," kata Singgala.

Setelah ketiga orang itu membubarkan diri, di pendopo pedukuhan sudah berkumpul beberapa orang, tampak Soma dan Wirya sedang membicarakan sesuatu, ada Bowo dan Dula yang sedang menuangkan air, juga Ki Sawerga yang duduk sambil menghisap kawungnya. Tidak berapa lama muncullah Nyai Bengkalis.

" Paman , dari tadi saya tidak melihat suamiku, juga paman Mandaga dan paman Samba, kemana mereka ?" tanya Nyai Bengkalis.

" Tadi sore keduanya, Singgala dan Samba itu ke kebun bambu, tidak tahu ada apa, terus dari siang tadi Mandaga menuju ke sungai, itu pun saya tidak tahu juga," jelas Sawerga.

" Kemana ya mereka," gumam Nyai Bengkalis dalam kebingungan.

Dalam kebingungan itu Nyai Bengkalis menyuruh Soma dan Dula untuk mencarinya. Belum juga sampai ujung jalan mereka pergi, tiba-tiba dari balik ujung jalan itu, tampak Singgala , Mandaga dan Samba membawa seorang laki-laki yang terikat menuju ke pendopo.

" Rupanya orang-orang Panjalu yang selalu bikin onar," kata Sawerga.

" Iya paman, banyak komplotannya di pedukuhan ini yang sudah mereka kelabui untuk membuat onar," jawab Singgala.

" Kalau begitu, kumpulkan orang-orang seluruh pedukuhan di alun-alun, tidak terkecuali, malam ini juga," kata Sawerga.

Yang memerintah seorang Sawerga, maka sebagian warga Cikeusik sudah paham akan sifatnya, dengan cepat para warga berkumpul di alun-alun. Di situ ki Sawerga mengatakan " barang siapa yang telah bekerja sama dengan orang ini dan mengenal orang ini , harap maju ! " tegasnya.

Ada tujuh orang ke depan, ditambah beberapa orang berjalan menuju ke depan, dan jumlah mereka menjadi 11 orang.

" Hai kalian," kata Sawerga sambil mengeluarkan Trisula, malam ini juga kalian keluar dari Cikeusik, dan jangan sekali-kali kalian muncul di sini sebelum kalian jadi ksatria, paham ! " teriak Sawerga.

Setelah mendengar perintah itu, sebelas orang tadi pergi dari pedukuhan itu, sementara si pelaku yang terikat tangannya, dimasukan ke dalam ruangan digiring oleh Soma dan Wirya.

Dalam legenda Cikeusik, ki Sawerga atau Ki Werga dikenal sebagai ksatria tanpa tanding, ia memiliki ajian mencala yang tidak semua orang bisa merubah wujudnya, namun ki Werga mampu melakukan itu. Ia juga memiliki senjata ampuh berupa cemeti yang suaranya menggelegar , dan bilamana mengenai benda maka hancurlah benda itu, termasuk pohon besar sekalipun.

Di dalam ruangan dimana orang terikat tadi dimasukan, tampak kk Sawerga menanyakan sesuatu kepada orang itu, dengan gemetar dan rasa takut, orang itu menjawab bahwa semua yang dilakukan merupakan balasan karena sakit hati kepada Mandaga, sebab setiap kali bertanding ilmu dengan Mandaga pasti kalah. Untuk mempertanggungjawabkan atas semua tindakan, maka orang itu diwajibkan setiap hari membersihkan pendopo pedukuhan dari pagi sampai petang, lalu setiap kali tidur, maka ia disuruh tidur di gudang dengan posisi diikat. Hingga pada akhirnya setelah orang-orang yang diusir tadi kembali. Sungguh lama orang itu untuk bebas sebagai balasan dari perbuatannya.

Suatu malam di pendopo, Nyai Bengkalis dan beberapa Kerani sedang bercengkrama, tentu saja ki Sawerga yang memberi wejangan hidup dengan gambaran jenis kesenian rakyat. Kali ini yang akan dibicarakan yakni seni Lais.

" Jadi untuk membuat orang jangan rakus itu namanya seni Lais Ki," kata Nyai Bengkalis.

" Iya, makanya dalam setiap pertunjukan itu si pemain harus mencari dan memburuh nilai sesuatu yang paling kecil, itu berlaku terus dan bila sudah pas sesuai aturannya, si pemain akan lunglai, begitu," kata ki Sawerga.

" Untuk lebih jelasnya nanti saya ceritakan lagi awalnya bagaimana terus akhirnya bagaimana, yang tidak hadir ya tidak tahu," lanjut ki Sawerga.

" Kalau sekarang bagaimana Ki," kata Mandaga.

" Nanti saja, tanganmu masih belum pulih benar, takutnya pas mau minum malah gelasnya jatuh," kelakar ki Sawerga.

1
ArtisaPic
apa tuh judulnya.....soalnya aku baru ikutan di apk ini/Pray/
Winsczu
kayak baca novel yang udah di cetak 🤣. Tapi gapapa, bagus! 👍🏼👍🏼👍🏼
ArtisaPic: itu lanjutan dari judul
MENGUNGKAP SEJARAH PETENG
baca biar jelas ya/Rose//Ok/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!