Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Suasana ruang tamu vila malam itu benar-benar pecah. Mommy Amara sampai menutup mulutnya dengan tangan, menahan tangis haru bercampur tawa. Daddy menegakkan tubuhnya, lalu menepuk bahu Adrian begitu keras hingga hampir membuatnya goyah.
“Kembar, Nak?!” seru Daddy dengan suara bergetar. “Kau serius tidak sedang bercanda dengan kami?”
Anya tersipu, tapi senyumnya merekah. “Aku tidak bercanda, Dad. Dokter memastikan ada dua janin di dalam kandunganku.”
Andara melompat kecil sambil bertepuk tangan. “Astaga! Aku akan punya dua keponakan sekaligus? Ini gila! Ini luar biasa!”
Adrian hanya bisa tertawa lega, tapi matanya tetap berkaca-kaca. “Aku janji, aku akan jadi suami dan ayah terbaik untuk mereka.”
Mommy Amara mengusap pundak Anya. “Nak, ini benar-benar anugerah yang langka. Tapi sekaligus… sebuah tanggung jawab besar. Hamil kembar tidak mudah. Kau harus menjaga dirimu lebih hati-hati dari sebelumnya.”
Anya mengangguk pelan. Dalam hatinya, ia tahu, perjalanan ini tidak akan sederhana.
---
Beberapa minggu berikutnya, kehamilan Anya mulai benar-benar terasa. Tubuhnya cepat lelah, mual di pagi hari lebih hebat dari yang ia bayangkan, bahkan kadang ia nyaris tidak bisa menelan makanan.
Suatu malam, ia duduk di tepi ranjang, wajahnya pucat. Adrian masuk membawa nampan berisi bubur ayam hangat.
“Sayang, coba makan sedikit. Aku sudah minta chef khusus memasak makanan sehat sesuai rekomendasi dokter.”
Anya menggeleng. “Aku mual, Mas… baunya saja membuatku ingin muntah.”
Adrian tidak menyerah. Ia duduk di sampingnya, mengangkat sendok, dan meniup bubur itu pelan. “Satu suap saja, Sayang. Kalau tidak untukmu, lakukan untuk bayi kita. Untuk mereka berdua.”
Anya menatap wajah suaminya yang begitu penuh kesabaran. Air matanya mengalir tanpa sadar. Dengan gemetar, ia membuka mulut dan menerima suapan pertama. Rasanya hambar di lidahnya, tapi hangat di hatinya.
Adrian tersenyum, menyeka pipinya dengan ibu jari. “Itu gadis kuatku.”
Malam-malam berikutnya, Adrian kerap terjaga hanya untuk memastikan Anya nyaman tidur. Ia menambahkan bantal di sekitar tubuh istrinya, mengusap punggung saat Anya gelisah, bahkan rela menahan kantuk demi menemani istrinya ke kamar mandi berkali-kali.
---
Kabar kehamilan Anya tidak bisa lama-lama mereka sembunyikan. Suatu pagi, seorang fotografer media menangkap momen Adrian menggandeng Anya keluar dari rumah sakit ibu dan anak. Foto itu segera tersebar luas dengan judul:
“Anya Bramasta Hamil Anak Kembar! Aurelius Group Semakin Kokoh?”
Berita itu langsung heboh. Media sosial dipenuhi komentar. Ada yang mendoakan, ada yang iri, ada pula yang kembali mencoba meremehkan.
“Wah, benar-benar rezeki istri pengusaha.”
“Pasti anaknya nanti langsung jadi pewaris konglomerat.”
“Tapi jangan lupa, masa lalunya tetap anak pasar…”
Anya membaca komentar-komentar itu di kamarnya. Dadanya sempat sesak. Namun Adrian meraih ponselnya dan menaruhnya jauh.
“Cukup. Jangan kau isi hatimu dengan suara-suara kosong itu. Dengarkan suara mereka saja—” ia menunduk, lalu menempelkan telinganya ke perut Anya yang masih rata. “Dengarkan denyut mereka, Sayang. Itu yang paling nyata.”
Anya tersenyum haru. Dalam momen itu, ia sadar: hatinya kini bukan lagi miliknya sendiri. Ada dua kehidupan kecil yang menggantung pada keberaniannya.
---
Di sisi lain kota, Dimas Pratama membaca berita kehamilan Anya sambil mengepalkan tinju.
“Sekarang dia hamil? Media makin menjadikannya simbol wanita sempurna. Kalau terus begini, citra Aurelius Group akan makin kuat.”
Asistennya ragu-ragu bertanya, “Apa rencana kita, Pak?”
Dimas menyeringai dingin. “Serang dari sisi yang paling rapuh. Kehamilan itu akan jadi pedang bermata dua. Kalau ada isu kecil saja tentang kesehatan bayi atau kebenaran ayahnya, citra mereka bisa runtuh.”
Asisten menelan ludah. “Anda maksud… membuat gosip?”
“Ya,” jawab Dimas tegas. “Gosip bisa lebih mematikan daripada peluru.”
---
Beberapa minggu kemudian, sebuah artikel gosip muncul:
“Benarkah Anak dalam Kandungan Anya Bukan Milik Adrian?”
Artikel itu menyertakan foto buram seorang pria yang diklaim sebagai “mantan dekat Anya” di masa lalu. Media murahan itu menulis seolah-olah kehamilan ini patut diragukan.
Anya membaca berita itu saat sedang berbaring. Tangannya langsung gemetar, wajahnya pucat. “Mas… mereka menuduhku macam-macam. Ini kejam sekali…”
Adrian langsung menarik istrinya ke pelukan. “Dengar aku, Sayang. Aku tidak pernah, tidak akan pernah meragukanmu. Anak-anak ini darah daging kita. Dunia boleh bicara apa saja, tapi kita tahu kebenarannya.”
Namun fitnah itu menyebar cepat. Beberapa investor mulai menanyakan ke Adrian apakah gosip itu benar. Aurelius Group sempat terguncang.
Mommy Amara menekan keningnya dengan tangan, geram. “Dimas… hanya dia yang bisa melakukan ini. Kita harus hati-hati.”
--
Alih-alih bersembunyi, Anya mengambil langkah berani. Ia setuju untuk diwawancara secara eksklusif di salah satu stasiun TV nasional.
Di studio, lampu sorot menyorot wajahnya yang tenang meski sedang hamil. Presenter membuka wawancara dengan tajam:
“Banyak gosip beredar bahwa anak yang Anda kandung bukan milik Adrian. Bagaimana Anda menanggapi?”
Anya menghela napas, lalu menatap kamera lurus. “Gosip bisa dibuat oleh siapa saja. Tapi kebenaran tidak bisa dipalsukan. Aku mencintai suamiku sejak awal, dan anak-anak ini adalah buah cinta kami. Aku tidak perlu bukti DNA untuk membuktikannya. Kami sekeluarga tahu kebenarannya, dan itu cukup.”
Keheningan sejenak, lalu tepuk tangan penonton di studio pecah.
Malam itu, cuplikan wawancara Anya viral. Banyak netizen menulis:
“Caranya bicara tegas banget, salut.”
“Anya selalu bisa membalik fitnah jadi kekuatan.”
“Ini baru perempuan tangguh.”
Fitnah itu pun perlahan padam, meski bayangan Dimas belum hilang.
---
Kehamilan Anya terus berlanjut. Perutnya mulai membesar, gerakan kecil janin terasa. Suatu malam, saat Adrian mengusap perut istrinya, ia tertegun.
“Sayang… aku merasakannya. Mereka bergerak.”
Anya tersenyum, matanya berkilau air mata. “Mereka menjawab sentuhanmu, Mas.”
Adrian mencium perut istrinya, berbisik lembut, “Hai, malaikat kecil. Aku ayah kalian. Jangan khawatir, aku akan melindungi kalian, apa pun yang terjadi.”
Anya menyentuh rambut suaminya. “Mas, aku takut. Takut dunia di luar sana terlalu kejam untuk mereka.”
Adrian mendongak, menatap dalam ke matanya. “Kalau dunia kejam, biarlah aku yang jadi tameng. Kau hanya perlu jadi rumah bagi mereka.”
Anya terisak, tapi juga tersenyum. Untuk pertama kalinya, ia benar-benar percaya, mereka bisa melewati apa pun.
---
Namun Dimas tidak tinggal diam. Ia mulai merencanakan sesuatu yang lebih berbahaya daripada gosip.
“Jika gosip tak mempan, maka tekanan fisik bisa membuat mereka jatuh. Hamil kembar itu penuh risiko. Cukup satu insiden kecil, semuanya bisa berakhir.”
Asistennya terkejut. “Anda… tidak mungkin…”
“Ya,” Dimas menatap tajam. “Kita buat Anya kehilangan keseimbangannya. Jika dia jatuh, bukan hanya Aurelius Group yang terguncang, tapi juga Adrian secara pribadi.”
Bayangan kelam itu menggantung di udara.
Bersambung
apalagi dukungan keluarga sangat penting untuk menyelesaikan setiap masalah
di sini aku mendapatkan banyak pelajaran terutama bahwa keluarga merupakan dukungan pertama dan nomor satu untuk melewati setiap rintangan dunia luar..
Terima kasih banyak kak inda