NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphina

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.


[Slow Burn]

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32: Harus dibicarakan

Tidak seperti biasanya, pengunjung bar malam ini lebih ramai—mungkin karena arena malam ini dibuka. Selina sangat fokus dengan pekerjaannya, menyuguhkan minuman kepada pelanggan yang menghampiri meja bar. Sudah lebih dari sepuluh gelas yang dia buat malam ini, tidak ada waktu jeda sekalipun. Tangannya lihai mengambil gelas dan meracik minuman yang dipesan. Dia bahkan tidak melihat wajah pelanggannya karena selesai satu minuman, dia harus membuat minuman lain yang mengantri.

“Mau minum apa?” tanya Selina kepada salah satu pengunjung yang dari tadi duduk di depannya, tapi tidak memesan—tanpa melihat wajahnya. Pelanggan itu tidak menjawab, dia tetap duduk diam.

“Ada yang mau di—”

Kalimatnya terhenti saat dia mulai mendongak ke arah pelanggan itu.

Sial.

Itu bukan pelanggan, tapi Leonhard. Selina mundur sedikit karena kaget dengan kehadiran Leonhard. Baru saja dia diantar pulang oleh Baskara yang membuat dia bingung dengan perasaannya, sekarang dia malah dihadapi dengan saudara kembarnya, Leonhard.

“Oh— hai…?”

Sapaan itu lebih terdengar seperti pertanyaan. Tidak mau membuat pelanggan lain menunggu minumannya lebih lama, dia melanjutkan racikannya sampai semua antrian selesai sebelum kembali kepada Leonhard.

Leonhard menatap Selina yang sedang fokus dengan tatapan perhatian. Dia tidak sadar, sejak kapan keberadaan Selina sangat berarti untuknya. Dia bahkan belum mengaku tentang perasaannya, tapi yang jelas dia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada gadis itu.

Rambut yang dikuncir dengan helaian yang tak terbawa menghiasi garis lehernya. Raut wajahnya terlihat fokus pada minuman di depan dengan bibirnya sedikit terbuka.

Bibir itu…

Leonhard mengusap kasar wajahnya. Dia bingung kenapa baru merasakan ini, padahal ciuman itu bukan ciuman pertama mereka—bahkan dia sudah bertindak jauh daripada ciuman pada tubuh gadis itu. Tapi… kenapa baru sekarang dia merasakan hal aneh dalam hatinya? Seperti… dia menginginkan—bukan, dia butuh bibir itu lagi. Leonhard membuang nafas berat.

“Stop doing that. Kamu nakutin pelanggan sendiri,” ujar Selina yang sudah tidak tahan dengan suara hembusan nafas Leonhard. “Whiskey?” tawarnya.

Leonhard mengangguk pelan. Selina menyiapkan minuman itu tanpa banyak bicara, mencoba menetralkan kecanggungan diantara mereka yang mulai terasa. Matanya sempat menangkap cara Leonhard memperhatikannya.

Begitu gelasnya selesai, dia mendorong gelas itu ke depan. “Here.”

Leonhard tidak langsung mengambilnya, tatapannya terkunci pada Selina, membuat gadis itu refles mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Dia sedang menghindar?

“You look tired,” ucap Leonhard mengambil alih pandangan Selina lagi.

Gadis itu berdehem pelan. “Semua orang juga capek, bar lagi rame banget malam ini,” ujarnya dengan suara yang sedikit kaku. Pandangannya beralih ke pelanggan di sebelah—mulai melayaninya.

“That’s not what I meant…” gumam Leonhard tp cukup jelas untuk Selina dengar.

Selina berhenti ditengah gerakannya. “Terus… apa?”

“Your eyes,” jawab Leonhard pelan. “Kamu kurang istirahat.”

Selina terdiam sejenak sebelum menyelesaikan pesanan pelanggan tadi, kemudian mendorong gelasnya ke depan. Kini dia menatap Leonhard sambil menunjuk dirinya dengan jari telunjuk.

Leonhard mengangguk. “Pekerjaanmu cukup berat? Atau… gajimu kurang? Aku bisa—”

Selina terkekeh heran. “What are you saying, Boss? Kenapa tiba-tiba nanya gitu?”

“Like I said… you look tired. Mungkin gajimu kurang?”

“Listen. Capek itu wajar. Semua manusia juga ngerasain capek, termasuk kamu—jadi kalau aku kelihatan capek hari ini ya wajar aja, gak perlu segitunya,” ujar Selina sambil menatap heran bosnya.

Leonhard tidak menjawab, dia balik menatapnya. Entah kenapa tatapan itu bisa membuat jantungnya berdebar sedikit lebih kencang, akhirnya dia memalingkan wajahnya.

“Leonhard,” panggilnya dengan suara yang berusaha tenang. “Kalau cuma mau bahas hal kecil, lebih baik kamu ke arena deh temenin Raghav.”

Leonhard mengangkat gelasnya, menatap cairan amber di dalamnya sebelum meneguk sedikit. “Kamu yang mulai.”

Merasa tidak terima Selina sedikit meninggikan suranya. “Kok jadi aku? Kamu yang menghalangi pelangganku di sini.”

“Ini bar-ku. Aku bisa melakukan apa saja.”

Selina memutar matanya. Seketika perasaan tadi langsung lenyap. “Gak usah sombong, rahasiamu sudah aku pegang,” ancamnya.

Mereka saling tatap, lebih intense. Orang yang lihat mungkin tampak dua orang yang sedang berbicara biasa, tapi di bawah permukaannya, ada tarikan kuat yang tidak bisa mereka abaikan.

Leonhard memecah keheningan itu. “Tentang waktu itu—”

Selina langsung menatapnya tajam, tahu percakapan ini memgarah kemana.

“Jangan bahas itu di sini,” bisiknya.

Leonhard mengangguk pelan dan menyesap Whiskey-nya lagi. “Tapi kita perlu bicara.”

Selina menggigit bibir bawahnya. Dia tahu cepat atau lambat mereka harus meluruskan kejadian itu—siap, tidak siap dia harus siap.

“Kalau itu terlalu mengganggu pikiran… tunggu sampai shift-ku selesai.”

Loenhard menatapnya dari gelas, “Fine. Aku tinggu di ruanganku.”

Dia berdiri sambil meletakkan gelasnya yang sudah kosong di meja, lalu berjalan menuju lorong lukisan macan tutul itu. Selina menatap tubuhnya yang menjauh, lalu menunduk pelan—menyadari perasaannya kacau setengah mati.

Telinganya ramai dengan suara bising pengunjung dan derungan mesin samar dari belakang bar, tapi pikirannya tidak lepas dari wajah Leonhard.

1
Nyong Nibaele
/Drool/
Nyong Nibaele
Leon,, apa lagi kalau bukan cinta.. jangan sok gengsi aarrggghhh.. sebel gak sih.. perempuan itu butuh kepastian.. 🤭
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!