NovelToon NovelToon
Senja Di Aksara Bintang

Senja Di Aksara Bintang

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Murni / Mengubah Takdir / Angst
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: NdahDhani

Alden berjalan sendirian di jalanan kota yang mulai diselimuti dengan senja. Hidupnya tidak pernah beruntung, selalu ada badai yang menghalangi langkahnya.

Dania, adalah cahaya dibalik kegelapan baginya. Tapi, kata-katanya selalu menusuk kalbu, "Alden, pergilah... Aku tidak layak untukmu."

Apa yang menyebabkan Dania menyuruh Alden pergi tanpa alasan? Nantikan jawabannya hanya di “Senja di aksara bintang”, sebuah cerita tentang cinta, pengorbanan dan rahasia yang akan merubah hidup Alden selamanya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NdahDhani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24: Musuh baru dan musuh lama

Setelah kepulangan Rani tadi sore, kini toko roti Alden pun akhirnya tutup. Alden menghela napas panjang, melepas lelah hari ini yang rasanya seperti tidak ada habisnya.

Belum lagi, pikirannya masih berkecamuk tentang Dania. Terlebih tadi ada Rani yang seperti dengan sengaja mendekatinya, membuat Alden merasa sedikit risih.

Alden mengunci pintu toko, dan berjalan pergi ke suatu tempat, sementara ibunya sudah pulang lebih dulu. Ia sering melakukan ini ketika pikirannya sedang kacau, menyendiri membuatnya merasa sedikit lebih baik.

Angin malam berhembus kencang terasa menusuk tulang. Tapi Alden tidak peduli, yang penting pikirannya terasa tenang. Setidaknya itulah yang ia pikirkan.

"Haha, mampus lo diputusin Dania. Cowok miskin mending sadar diri deh!"

Baru beberapa langkah berjalan dari tokonya, tiba-tiba saja suara seseorang menghentikan langkahnya. Alden menoleh ke arah suara, mendapati Riza yang menyandarkan tubuhnya di sebuah tembok.

Alden menatapnya dengan tatapan tajam, sementara Riza sendiri tersenyum penuh kemenangan. Ia merasa senang melihat hubungan Alden dan Dania yang sudah berakhir.

"Kalo miskin ya udah miskin aja, gak usah sok-sokan deketin cewek kaya!" ujar Riza.

Alden menggenggam tinju, merasa tidak terima dengan perkataan Riza. Ia murni mencintai Dania, bukan karena hartanya. Tapi, kata-kata Riza terdengar begitu merendahkan.

"Maksud lo apa!"

Riza tersenyum sinis sambil memainkan kunci motornya. Ia begitu menikmati ekspresi Alden karena kata-kata yang keluar dari mulutnya.

"Dania juga sadar kayaknya kalo lo itu gak pantas untuk dia." ujar Riza santai, ia mengambil jeda sejenak dengan tertawa dingin berusaha memancing emosi Alden.

"Lo cuma seorang tukang roti, mana bisa biayain hidup Dania. Lo liat diri lo, cowok gak punya masa depan!"

Riza mengucapkan kalimat itu dengan nada santai, tapi kata-katanya sangatlah menusuk. Ia berharap Alden akan terpancing, tapi respon Alden justru membuatnya terkejut.

"Roda itu berputar, men! Begitu juga hidup, ada kalanya lo berada di atas. Ada kalanya lo berada di bawah. Jadi, apa yang lo ucapkan hari ini bisa jadi berbalik ke diri lo sendiri." ujar Alden santai dengan senyuman miring.

"Heh mulut lo dijaga ya!"

Niat hati ingin memancing emosi Alden, justru Riza sendiri yang terpancing. Riza menunjuk Alden dengan tatapan marahnya. Alden hanya tersenyum sinis, ia merasa aneh dengan pemuda di depannya itu.

"Lo hina gue, gue terima. Lo baru dapat kata-kata bijak aja udah panas. Sorry, gue gak ada urusan sama lo." ujar Alden sambil berlalu pergi.

Alden bisa saja menghajar pemuda itu, tapi ia berusaha untuk tetap tenang agar tidak mengotori tangannya. Terlebih rasa lelahnya hari ini benar-benar menguras tenaganya.

"Kurang ajar!" ujar Riza ingin melayangkan tangannya ke arah Alden.

Entah insting atau suatu kebetulan, Alden bisa menangkap tangan Riza tanpa menoleh ke belakang lalu membalikkan tubuhnya dan menepiskan tangan Riza dengan kasar.

"Lo arogan banget, apa-apa mukul. Lo gak bisa tenang ya?" ujar Alden menaikkan sebelah alisnya.

Alden terlihat lebih tenang menghadapi Riza, tidak seperti sebelumnya. Entah karena janjinya pada Dania agar tidak bertengkar lagi, atau mungkin memang karena malas menyelesaikan masalah dengan kekerasan. Yang jelas Alden tidak ingin bertengkar untuk saat ini.

"Gue gak ada urusan sama lo, Riza." ujar Alden dengan nada dingin.

Tanpa kata lagi, Alden berjalan pergi meninggalkan Riza yang emosi di belakang. Terdengar suara benda seperti di tendang dari arah Riza. Alden tidak menghiraukan dan melanjutkan langkahnya.

"Pengecut lo!" teriak Riza yang masih bisa di dengar Alden.

Alden menghela nafas kasar, ia tidak mengerti mengapa Riza bisa menjadi musuhnya hanya karena permasalahan hati.

Alden sangat lelah berurusan dengan orang-orang seperti Riza. Bukan karena takut, tapi Alden sudah lebih dulu berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai sifat sama seperti Riza.

Rasanya sangat melelahkan jika Alden harus bertengkar dengan orang-orang yang tidak perlu. Ia yakin bahwa roda kehidupan itu berputar.

Setelah beberapa saat berjalan, tibalah Alden di tepi danau. Udara malam yang sejuk serta cahaya bulan yang samar-samar, menambah kesunyian malam ini. Ia tidak melakukan apa-apa di sana, selain memandangi malam sesekali melemparkan beberapa batu ke arah danau.

...✧✧✧✧✧✧✧✧✧✧...

Kini Alden sedang berjalan menuju kontrakannya. Tapi langkahnya terhenti ketika tiba-tiba Albian dan teman-temannya menghadang dirinya.

Alden merasa malas harus berhadapan dengan mereka lagi. Sudah pasti mereka akan menghina Alden lagi tentang ayahnya.

"Alden, si anak kriminal. Gimana, belum cukup menderitanya?" ujar Albian yang duduk di atas motornya dengan nada sarkastis.

"Mau apa lagi lo, Albian," ujar Alden dingin dengan menatap tajam ke arah mereka.

Alden merasa kepalanya mulai sakit, setelah sebelumnya merasa tidak nyaman karena ulah Rani, kini ia harus berhadapan dengan Albian lagi setelah Riza sebelumnya.

"Urusan kita belum kelar!" ujar Albian dengan senyuman sinisnya.

"Sorry, kayaknya yang bermasalah bukan gue tapi lo." ujar Alden menunjuk Albian dengan tatapan dinginnya.

Teman-teman Albian mulai terpancing dan hampir menyerang Alden. Tapi Albian mengangkat tangannya seolah melarang teman-temannya.

Alden menaikkan sebelah alisnya dan seutas senyum miring terlukis di wajahnya. Ia sudah sangat terbiasa dengan sifat Albian maupun teman-temannya yang tidak bisa mengendalikan emosi.

"Berhubung gue hari ini lagi baik, jadi gue gak mau kasar sama lo." ujar Albian di tengah kericuhan teman-temannya. "Tapi camkan baik-baik, lo gak akan pernah bahagia selamanya!"

Alden tidak mengatakan apa-apa hanya menatap dingin ke arah Albian. Ia bersikap sangat tenang, tidak ingin terjebak dalam permainan emosi yang dimulai oleh Albian.

Tapi, kata-kata Albian terasa Dejavu bagi Alden. Ia mengingat pesan dengan ancaman serupa beberapa bulan lalu. Apa pesan itu memang dari Albian?

"Bro, cabut! Biarin aja si kriminal ini. Balapan kita lebih penting!" tegas Albian sambil memasang helmnya dan berlalu pergi.

Disusul teman-temannya yang mengendarai motornya, tapi mereka mengacungkan jari jempolnya ke bawah seakan sedang menghina dan merendahkan Alden.

Alden menghela nafas kasar dan menatap tajam ke arah mereka yang sudah berlalu. Alden sama sekali tidak mengerti mengapa mereka bisa begitu benci dengan dirinya.

Di satu sisi ia dibenci oleh Albian dan teman-temannya tanpa sebab yang jelas bahkan sudah berlangsung sejak ia memasuki SMP. Namun di sisi lain, ia juga dibenci Riza hanya karena soal Dania.

Alden menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menenangkan diri dan menepiskan semua yang terjadi hari ini. Dengan langkah yang berat, akhirnya Alden pun berlalu pergi menuju kontrakannya.

^^^Bersambung...^^^

1
FATTAHIR
wahhh bagus banget cerita nya
recomend banget pokoknya😍
ndah_rmdhani0510
Hai semuanya, mohon dukungan, kritik dan sarannya untuk cerita pertama aku ya? Soalnya baru pertama nulis hehe, pendapat kalian semangat bagi aku...

Happy reading 😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!