Nesa Callista Gambaran seorang perawat cantik, pintar dan realistis yang masuk kedalam kehidupan keluarga Wijaksono secara tidak sengaja setelah resign dari rumah sakit tempatnya bekerja selama tiga tahun terakhir. Bukan main, Nesa harus dihadapkan pada anak asuhnya Aron yang krisis kepercayaan terhadap orang lain serta kesulitan dalam mengontrol emosional akibat trauma masa lalu. Tak hanya mengalami kesulitan mengasuh anak, Nesa juga dihadapkan dengan papanya anak-anak yang sejak awal selalu bertentangan dengannya. Kompensasi yang sesuai dan gemasnya anak-anak membuat lelah Nesa terbayar, rugi kalau harus resign lagi dengan pendapatan hampir empat kali lipat dari gaji sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berbelanja Bersama
Mereka memutuskan untuk potong rambut terlebih dahulu. Aron sudah bisa memilih jenis potongan rambutnya sendiri. Nesa setuju saja saat Aron menanyakan pendapatnya, Menurut Nesa wajahnya akan tetap tampan dengan model potongan rambut apapun. Kalau ganteng dari orok mah diapain juga akan tetap ganteng.
Arthur terlihat lebih diam, dirinya benar-benar tidak dianggap. Aron asik sendiri dengan Nesa bahkan untuk model rambut pun dia tidak bertanya padanya.
“Itu nggak sekalian Arav juga?” Arthur menunjuk dengan dagunya ke arah rambut Arav.
“Ini anaknya masih botak loh Pak, apanya yang mau dipotong coba.”
Arthur menggaruk rambutnya bingung, Nesa terkekeh geli. Pria itu terlihat ingin perpartisipasi tapi tidak di waktu yang tepat.
Hanya dalam 25 menit Aron sudah selesai, rambutnya sudah ditata sedemikian rupa. Stafnya sangat cekatan dan cepat, memang beda pelayanan VIP dan pinggir jalan.
“Kakak ganteng banget!” Lagi-lagi wajah Aron memerah karna dipuji. Nesa mengacak rambut Aron gemas.
Setelah menemani Aron potong rambut, Nesa minta ijin pada Arthur untuk membeli alat tulis baru untuk Aron. Untungnya Nesa membawa stroller sehingga tidak terlalu kelelahan menggendong kesana-kemari. Arav sudah cukup berat loh, kalau digendong dalam waktu yang lama Nesa bisa encok duluan. Mana masih muda…
Mereka memasuki sah satu toko buku dan alat tulis yang paling lengkap di mall tersebut. Nesa menoleh kearah Arthur yang sejak tadi hanya mengikuti mereka. Tampaknya pria itu sedang sibuk, beberapa kali ponselnya berdering dan pesan masuk terus bermunculan.
“Sus boleh beli yang ini tidak?” Aron menunjuk satu set alat mewarnai jenis yang terbaru.
“Tanya Daddy dulu Kak.” Nesa meminta Aron untuk menanyakan dulu pada Pak Arthur. Harga satu set alat mewarnai itu cukup mahal, dia tidak berani mengambil keputusan sendiri.
“Ambil saja semua yang mereka inginkan. Selagi itu kebutuhan anak-anak tidak usah liat harga.” Nesa mengangguk mengerti.
“Baik Pak.”
Selain membeli alat mewarnai Aron juga mengambil beberapa buku gambar. Sembari menunggu Aron yang sedang sibuk memilih buku gambar, Nesa berkeliling mencari buku cerita anak. Pandangannya terpaku pada beberapa buku cerita terbaru yang terpajang di etalase. Nesa mengambil beberapa, nanti dia akan membacakannya pada anak anak sebelum tidur.
Nesa mendorong stroller sambil membawa belanjaan mereka ke kasir lalu mengeluarkan black card yang tadi diberikan oleh Arthur.
”Pakai punya saya saja.” Arthur menahannya, Nesa menurut saja. Mau pakai black card ini atau milik Arthur sama saja, sama-sama pakai uangnya. Selagi tidak pakai uangnya, Nesa akan menurut 1000 persen.
“Trimakasih Mbak.” Nesa berniat mengambil goodie bag yang diserahkan oleh petugas kasir, namun Arthur terlebih dahulu mengambilnya.
“Biar saya saja Pak.”
Arthur melihatnya dengan tajam, ya sudah kalau begitu. Nesa senang Arthur membawakan belanjaan mereka, jadi dia tidak perlu repot deh. Sering-sering ya Pak Arthur.
Selanjutnya mereka beralih pada kebutuhan rumah tangga. Nesa tampak kesulitan untuk membawa stroller sekaligus mendorong Troli belanja.
“Sini saya dorong.”
“Terima kasih Pak.”
Naisa mengambil semua kebutuhan rumah tangga yang sudah dia list tadi malam dengan seksama.
“Kak Aron lelah tidak?” Aron menggeleng. Malah anak itu tampak lebih bersemangat darinya, mungkin karena sudah lama tidak keluar rumah. Nesa tidak lupa membeli beberapa pack pampers dan susu untuk stok Arav.
Saat berkeliling Nesa tidak sengaja melihat teether, dia teringat teether milik Arav yang sudah patah.
“Boleh saya membeli ini Pak?” Arthur mengernyitkan keningnya.
“Benda apa itu?”
“Giginya Arav sudah pada mau tumbuh Pak. Gusinya terasa gatal, makanya dia senang menggigit benda asing disekitarnya. Nah ini itu namanya teether, kalau gusinya gatal Arav bisa gigitin ini Pak.”
“Jika itu untuk keperluan anak-anak ambil saja semua yang menurut kamu penting saya tidak akan jatuh miskin jikapun harus membeli mall ini dan segala isinya.”
“Sombongnya euyyy” Nesa berbisik kecil. Walaupun apa yang dikatakan Pak Arthur fakta sih. Mall ini tak seberapa jika dibandingkan dengan kekayaan keluarga Wijaksono.
“Kamu bilang apa barusan?”
“Tidak Pak, saya nggak bilang apa-apa.”
“Awas kalau kamu ketahuan ngomongin saya.”
“Hehe mungkin Bapak salah dengar. Saya mana berani Pak ngomongin Bapak.“
Nesa menggigit bibirnya gugup, mulutnya memang tidak bisa diajak kerjasama. Suka bablas seperti jalan tol.
“Stop!”
“Hah, kenapa Pak?”
“Jangan pernah gigit bibir kamu seperti itu.”
“Hah maksudnya Pak.”
“Hah heh hoh, pokoknya kamu nurut apa kata saya titik!”
“Bapak ini aneh sekali, hanya gigit bibir apa yang salah. Saya sudah kebiasaan Pak.”
“Tidak ada penolakan. Kalau menolak bersiaplah, saya akan menghukum kamu lebih dari apa yang kamu bayangkan.”
“Sedikit-sedikit mengancam, oke fine Pak.” Meski sedikit kesal Nesa memilih menurut saja.
“Kak Aron, selain Sop mau makan apa lagi Kak?”
“Mau nuget.”
“Oke nanti kita buat sendiri saja,” Nesa mengambil dua pack dada ayam dan bahan-bahan lainnya. Nesa juga memasukkan beberapa jenis buah dan probiotik ke dalam troley. Nesa akan usahakan memberikan asupan real food kepada Aron dan Arav.
“Saya tidak ditanya?”
“Tidak Pak, Bapak lupa tanggungjawab saya cuma urusin anak-anak. Kalau Bapak mau ikut makan berarti harus sesuain sama menunya anak-anak.”
“Pelit kamu.”
“Biarinlah, sesuai jobdesk.”
“Nanti saya tambahin bonus kamu.”
“Oke deal, mau dimasakin apa Pak?”
“Dasar mata duitan.”
“Gapapa Pak asal tidak mata keranjang saja.”
“Loh Pak, tadi saya tidak mengambil ini.” Nesa melihat beberapa pack sirloin dan wagyu ditumpuk diatas troley mereka.
“Saya yang ambil.” Jawab Arthur. Nesa mengangguk paham mungkin Pak Arthur ingin makan ini nanti.
“Ambil juga semua kebutuhanmu sekalian, beli yang banyak karna next time saya tidak punya waktu untuk menemani kalian lagi seperti ini.”
Sekali lagi Nesa mengangguk senang, enaknya jadi dirinya. Kapan lagi semua kebutuhan pribadinya free dan tanpa batas selain disini. Tak tanggung tanggung Nesa mengambil semua kebutuhannya termasuk pembalut, sabun, dan peralatan dasar lainnya. Untuk skin care Nesa tidak beli ya, nanti beli pakai uang sendiri saja. Nesa ini tidak serakah loh ya. Nesa beli yang penting-penting saja.
“Hua hueee huaaa” Tiba-tiba Arav menangis. Sepertinya anak itu sudah lapar, tadi pagi hanya makan sedikit.
“Sstt cup cup sayang, sebentar ya. Arav sepertinya lapar Pak, tadi pagi dia nggak mau makan bubur instan.”
“Setelah ini kita makan, biar saya bayar dulu.”
Nesa menggendong Arav dan Aron duduk disebelahnya. Bayi itu sudah lebih tenang saat digendong oleh Nesa. Mereka menunggu Arthur di kursi yang digunakan orang-orang untuk menunggu.
“Makan dimana?”
“Kak Aron ingin makan sesuatu?” Anak itu menggeleng. Sepertinya dia juga sudah kelelahan.
“Kemana saja yang penting baby friendly Pak.”